Cilacap (ANTARA) - Koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Rokhmad Saifudin mengimbau petani untuk tidak menganggap enteng terhadap gulma pada tanaman padi.

"Gulma memang bukan musuh utama petani, karena musuh utamanya adalah hama dan penyakit tanaman. Namun kalau gulma tidak dikendalikan dengan baik, akan mengganggu pertanaman dan dapat menurunkan produksi padi hingga 15 persen," katanya di Desa Mernek, Kecamatan Maos, Cilacap, Rabu.

Menurut dia, gulma biasanya muncul di permukaan tanah selang tiga hingga lima hari setelah tanam.

Oleh karena itu, kata dia, petani di Kecamatan Maos yang sawahnya telah ditanami padi diimbau untuk mengendalikan gulma dengan baik agar tidak terjadi penurunan produksi padi mengingat wilayah itu merupakan lumbung padinya Kabupaten Cilacap.

"Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida maupun secara manual meskipun sering kali sulit dilakukan karena sulitnya mencari tenaga kerja," katanya.

Terkait dengan luas sawah di Kecamatan Maos, dia mengatakan berdasarkan data, luasnya mencapai 2.013 hektare.

Menurut dia, luas lahan sawah yang telah ditanami padi mencapai 1.700 hektare, sedangkan sisanya belum ada tanamannya karena air irigasi dari Daerah Irigasi (DI) Serayu yang dibuka pada pertengahan September belum menjangkau wilayah itu.

"Area persawahan yang belum ditanami tersebar di Desa Karangrena, Karangkemiri, Karangreja, dan sebagian Kalijaran yang sebelah selatan rel kereta api," katanya.

Ia mengatakan dari 1.700 hektare sawah yang telah ditanami padi, sekitar 400 hektare di antaranya akan segera panen.

Menurut dia, area persawahan yang akan segera panen itu tersebar di Desa Glempang, Panisihan, dan Maos Lor serta merupakan pertanaman musim tanam ketiga karena saluran irigasi di wilayah tersebut tidak ada perbaikan, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penanaman padi hingga tiga kali dalam setahun.

"Bahkan, di Glempang ada 280 hektare yang akan panen sekitar 20 hari lagi," kata Rokhmad.

Sementara itu, Country Leader Corteva Agriscience Indonesia Wahyu Indrawanto usai peluncuran produk herbisida Novixid di Desa Mernek, Rabu (7/11), mengatakan pihaknya setiap kali meluncurkan produk baru tidak sekadar memperkenalkan dan melakukan penjualan kepada petani.

Akan tetapi, kata dia, pihaknya mengajak petani ke tenda-tenda di lokasi kegiatan untuk mendengarkan kekhawatiran mereka saat melakukan penanaman padi, mulai dari saat tanam, pengendalian gulma, pengendalian serangan organisme pengganggu tanaman.

"Setelah itu, kami diskusi dengan mereka, apa sih kebutuhan petani. Kalau tahu kebutuhan mereka 'kan lebih mudah bagi kami untuk memberikan solusi," katanya.

Selanjutnya, kata dia, petani diajak untuk melihat secara langsung lahan sawah yang dipenuhi gulma maupun lahan yang gulmanya telah dikendalikan dengan herbisida dan dilanjutkan dengan edukasi.

Menurut dia, edukasi tersebut penting mengingat lahan sawah di Kecamatan Maos masih banyak yang sudah ada tanamannya dan ada yang belum ditanami padi meskipun ada yang hampir panen.

Rice Category Lead Corteva Dwi Priyo Prabowo mengatakan petani sering kali menghadapi masalah dalam pengendalian gulma yang tidak tuntas meskipun telah menggunakan herbisida, sehingga membutuhkan tambahan berupa pengendalian gulma secara manual.

"Dalam pengendalian secara manual, tenaganya enggak ada. Kalaupun ada, harus giliran karena cari tenaganya susah," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mencoba memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menghadirkan herbisida yang bisa mengendalikan gulma secara tuntas, sehingga petani tidak perlu lagi melakukannya secara manual.

Field Scientist and Technical Educator Corteva Randitian mengatakan pihaknya berupaya membuat produk-produk yang aman atau masuk kategori hijau berdasarkan ketentuan Kementerian Pertanian.

"Dengan demikian, produk kami lebih ramah lingkungan dan aman bagi tanaman padi," katanya.


 Baca juga: Potensi panen padi di Temanggung Jateng 360 hektare