Solo (ANTARA) - DPRD Kota Surakarta menyebut persoalan perdagangan daging anjing yang hingga saat ini masih terjadi di Solo tidak hanya butuh regulasi untuk penyelesaiannya tetapi juga pendekatan sosiologis.

"Yang pertama, penyelesaian ini tidak bisa dari sisi regulasi sebagai langkah awal, regulasi itu justru langkah terakhir," kata Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta Sugeng Riyanto di Solo, Jawa Tengah, Selasa.

Ia mengatakan langkah pertama yang harus dilakukan adalah pendekatan sosiologis dari pimpinan. Terkait hal itu, pihaknya sudah pernah menyampaikannya secara langsung kepada Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.

"Saya memberikan perumpamaan misalnya begini, pada saat Pak Jokowi menyelesaikan masalah PKL Banjarsari itu tidak dengan regulasi. PKL Banjarsari yang dipindah ke Pasarkliwon itu tidak dengan pendekatan regulasi tapi pendekatan sosiologis, diajak makan, diajak ngobrol, diajak makan, diajak ngobrol," katanya.

Baru setelah melalui proses diskusi yang panjang akhirnya eksekusi pemindahan pedagang baru dilakukan.

"Itu setelah sekian kali ada pembicaraan yang santai, pembicaraan yang lepas. Lalu diakomodasi apa yang menjadi usulan para pedagang, lalu pindah dengan dikirab, tanpa harus mengeluarkan regulasi bahwa PKL itu harus bubar, kan enggak," katanya.

Sama halnya dengan persoalan daging anjing, dikatakannya, jika Gibran mau menyelesaikan permasalahan tersebut di Solo maka pendekatannya harus sosiologis.

"Sekarang regulasi oke, tapi diakhir saja buat finishing touch, apakah lewat surat edaran atau perwali," kata dia.

Menurut dia, seharusnya Gibran memiliki perangkat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan pendekatan sosiologis.

"Dengan melibatkan person-person yang punya pengaruh di bidang itu, lalu memberikan supporting kebijakan alih profesi para pedagang daging anjing," katanya.

Untuk menyelesaikan hal itu, menurut dia bisa didukung oleh APBD Kota Surakarta.

"Saya kira dewan pasti setuju," katanya.