Semarang (ANTARA) - Dukungan serta komitmen pemerintah daerah pada ekosistem Program Jaminan Kesehatan Nasional dirasakan begitu nyata oleh seluruh masyarakat Kota Semarang, salah satunya Karjono (54) warga Ngemplak, Kecamatan Tembalang.
Ditemui saat cuci darah, Karjono mengatakan dirinya telah menjalani cuci darah secara rutin dua kali seminggu selama dua tahun terakhir di Rumah Sakit Daerah K.R.M.T Wongsonegoro Semarang. Senin (5/8).
Meski didaftarkan oleh pemerintah daerah dengan manfaat kelas tiga, Karjono mengaku pelayanan kesehatan bintang lima diberikan dokter dan perawat. Bahkan jika ada informasi yang kurang jelas, pihak rumah sakit selalu menjelaskan dengan penuh saksama dan mudah dipahami.
Menilik kronologinya, Karjono diharuskan cuci darah. Ia mengaku memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak 18 tahun terakhir yang tak kunjung turun di angka 225/115. Ia menyadari dirinya memang tidak mengontrol secara rutin baik dari gaya hidup maupun konsumsi obat-obatan.
“Saya driver lintas pulau membawa logistik buah maupun sayur selama delapan tahunan dari bujang sampai punya anak, sehingga masalah kesehatan kurang terurus. Dari Jakarta ke Medan, Jakarta ke Jambi begitu terus. Pulang ke rumah tak tentu,” ujarnya.
Hingga, puncaknya, pada tahun 2017, Karjono mengalami stroke karena tekanan darah dirinya terus menanjak di angka 275/150 dan tidak terkontrol. Hingga ia harus rawat inap di rumah sakit selama satu minggu sampai kondisinya kembali stabil.
Saat itu Karjono belum memiliki jaminan kesehatan, akibatnya seluruh biaya pelayanan kesehatan sangat membengkak dan ia bayar melalui kantong pribadi.
Menyadari keterbatasan biaya saat itu, sedangkan dirinya pasti memerlukan pengobatan, Karjono akhirnya mengajukan dirinya untuk terdaftar sebagai peserta JKN.
“Saat itu saya ke puskesmas, mungkin mempertimbangkan kondisi finansial, pihak puskesmas menyarankan saya agar didaftarkan melalui UHC yang iurannya dibayarkan pemerintah daerah dan kebetulan saya warga Kota Semarang. Sampai saat ini saya masih dibiayai lewat UHC,” ucapnya
Sekian tahun, ia merasa badan sering lemas, timbangan turun drastis selama dua bulan dari 92 kg jadi 54 kg. Berdasarkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan di dokter tingkat pertama, saya dirujuk untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Di situlah Karjono memperoleh vonis gagal ginjal dan wajib menjalani cuci darah.
Saat diberitahu gagal ginjal, Karjono merasa pernyataan dokter tidak nyata. Namun hasil pemeriksaan dokter, ultrasonogafi (USG) dan laboratorium menunjukkan demikian.
Beruntung, Karjono telah terdaftar aktif sebagai peserta JKN, ia tak perlu lagi memusingkan seluruh biaya pengobatannya seperti dulu. Pelayanan administrasi di rumah sakit juga sangat muda, Karjono mengaku cukup menunjukkan KTP di konter administrasi.
“Tidak hanya cuci darah saja yang dijamin, sampai obat-obatan yang harus saya konsumsi selama 30 hari ke depan sudah disediakan oleh farmasi rumah sakit, saya tidak perlu juga mencari keluar,” imbuhnya
Menurutnya, kontribusi dan komitmen pemerintah daerah dalam membiayai iuran Program JKN khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah, benar-benar dirasakan manfaatnya. Apalagi, hal ini terkait kesehatan sebagai salah satu kebutuhan utama masyarakat.
“Kalau saya tentunya sangat berterima kasih, jaminan kesehatan yang saya terima ini sangat berharga, kalaupun saya harus membayar sendiri sangat tidak mungkin sekali, apalagi harus cuci darah yang biayanya mahal secara rutin,” tambahnya. ***