Solo (ANTARA) - Komisi Kejaksaan (Komjak) RI menyebut revisi Undang-Undang (UU) Kejaksaan tidak akan menjadikan jaksa kebal hukum.
"Revisi Undang-undang (UU) Kejaksaan dipastikan tidak akan membuat jaksa kebal hukum, abuse of power, apalagi mengambil peran penyidik di kepolisian," kata Ketua Komjak RI Pujiyono Suwadi pada diskusi Lembaga Jarcomm bertema Menguji Urgensi Penguatan Lembaga Kejaksaan terhadap revisi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan di Solo, Jawa Tengah, Selasa.
Ia mengatakan setelah RUU terkait perubahan kedua atas UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan dan RUU perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 memang muncul perdebatan.
Ia mengatakan ada dua kekhawatiran yang muncul di kalangan publik, yakni jaksa dianggap mengambil peran penyidik dan jaksa dituduh punya hak imunitas.
Terkait hal itu, ia mengatakan dalam revisi tidak ada pasal yang mengatur mengenai pengambilalihan peran penyidik Kepolisian oleh Kejaksaan dalam UU Kejaksaan.
Ia mengatakan revisi tersebut mendorong ditingkatkannya koordinasi dan supervisi dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagai bagian dari Integrated Criminal Justice System (ICJS).
"Karena itu distribusi kewenangan pada ICJS adalah legitimatif terhadap prinsip koordinasi dan kooperasi antara dua pilar penegak hukum, polisi, dan jaksa. Model ini bisa meminimalisasi ego sektoral antara dua lembaga," katanya.
Oleh karena itu, dikatakannya, tuduhan-tuduhan tersebut tidak benar.
"Coba baca dan pahami pasalnya. Jadi revisi bertujuan untuk lebih melayani para pencari keadilan, melindungi, dan menjaga demokrasi. Juga mencegah penegak hukum jadi alat politik," katanya.
Selain itu, ia juga tidak membenarkan penilaian jaksa akan kebal hukum dengan adanya revisi UU Kejaksaan tersebut karena tidak ada perubahan mengenai kata Izin Jaksa Agung dalam ayat 4 UU nomor 16 tahun 2004 dan ayat 5 UU nomor 11 tahun 2021.
"Yang diributkan yakni dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung. Itu ada sejak UU sebelumnya," katanya.
Ia memastikan kewenangan Kejaksaan yang diperluas tidak akan menimbulkan monopoli kekuasaan pendakwaan maupun penuntutan yang absolut.
Menurut dia, dengan penguatan Kejaksaan melalui revisi UU yang masuk Prolegnas 2025, akan membuat Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin tambah gesit mengungkap kasus-kasus yang merugikan negara.
Pada kesempatan yang sama, Pegiat Antikorupsi Alif Basuki mengatakan kejaksaan mengambil peran penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Menurut dia, revisi UU Kejaksaan untuk pembaruan sistem koordinasi antara Kejaksaan dengan Kepolisian dalam penanganan perkara hukum.
"Polemik revisi UU Kejaksaan saya berharap jadi pintu masuk agar peran dan posisi Kejaksaan diperkuat, karena dalam kurun waktu terakhir ini kinerja diapresiasi. Ada kasus-kasus korupsi besar yang diungkap," katanya.
Baca juga: PWI libatkan sejumlah kalangan gelar HPN ke-79 di Solo