Logo Header Antaranews Jateng

FH UNS soroti revisi KUHAP terkait penyelidikan dan penyidikan

Jumat, 11 April 2025 21:47 WIB
Image Print
Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Muhammad Rustamaji. ANTARA/Aris Wasita

Solo (ANTARA) - Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menyoroti revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang penyelidikan dan penyidikan yang berpotensi penyalahgunaan kekuasaan.

Dekan Fakultas Hukum UNS Muhammad Rustamaji di Solo, Jawa Tengah, Jumat, mengemukakan bahwa penangkapan harus ada standarnya.

Dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, yakni penyidikan atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa penangkapan, larangan meninggalkan tempat, hingga penggeledahan dan penahanan.

"Konsepnya itu yang disebut dengan tindakan polisional, di situ ada upaya paksa," katanya.

Padahal, lanjut dia, sesuai dengan empat pilar penegakan hukum ada penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan penuntutan pidana.

"Revisi ini memberikan kesempatan penahanan itu," katanya menjelaskan.

Apalagi, kata Rustamaji, revisi KUHAP menempatkan penyidik Polri pada posisi baru karena disebutkan sebagai penyidik utama sehingga kewenangan polisi makin besar.

"Penyidik Polri jadi koordinator penyidik-penyidik yang lain karena sebagai penyidik utama, terutama penyidik PNS," katanya.

Menurut dia, seharusnya jika mengusung kesetaraan, tidak ada istilah penyidik utama. Apalagi, sebelumnya hanya ada penyidik umum dan khusus.

Terkait dengan hal itu, kata dia, masih ada waktu bagi DPR RI dan Pemerintah untuk menggelar kajian-kajian dan diskusi publik yang membahas revisi KUHAP sebelum pengesahan menjadi undang-undang.

Ia berharap pengesahan jangan sampai terburu-buru, khususnya soal penyidik utama atau posisi penyidik PNS di bawah polisi harus dibedah lagi, termasuk juga soal penahanan.



Pewarta :
Editor: Immanuel Citra Senjaya
COPYRIGHT © ANTARA 2025