Semarang (ANTARA) - Psikolog Lembaga Training dan Psikologi Center for Mental Health, Psychology, and The Law (CMHPL) Semarang sekaligus Bendahara Ikatan Alumni (IKA) Universitas Semarang (USM) Nurmalitasari S.Psi, M.Psi, mengungkapkan bahwa Gen Z memiliki kecenderungan swa-diagnosis atau self diagnosis. 

Hal itu disampaikan saat ia menjadi narasumber Talkshow USM Update yang mengusung tema "Fenomena Self Diagnose pada Gen Z" di Studio Radio USM Jaya, Gedung N Kampus USM pada Senin (17/3/2025). 

''Self diagnosis adalah kecenderungan Gen Z untuk mendiagnosa dirinya sendiri tanpa berkonsultasi atau melibatkan pakar profesional kesehatan mental seperti psikolog ataupun psikiater. Jadi kebanyakan mereka yang self diagnosis itu berdasarkan ilmu cocoklogi  (dicocok-cocokkan)'' kata Ria, sapaan akrabnya. 

Menurutnya, berbagai faktor dapat memengaruhi Gen Z melakukan swa-diagnosis  yaitu Gen Z merupakan generasi pertama yang tumbuh dengan perkembangan internet yang pesat di mana perkembangan informasi sangat mudah didapatkan dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. 

Konten media sosial turut memengaruhi seseorang melakukan swa-diagnosis. Konten bermuatan kesehatan mental menjadi konten yang dapat menarik Gen Z, pasalnya saat ini Gen Z telah sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental. 

''Saya pernah menangani seseorang yang datang untuk konsultasi, tapi dia sudah bawa diagnosisnya sendiri berdasarkan dari yang dia cari. Bahkan dia sudah mengumpulkan informasi soal sekolah mana aja yang cocok untuk dia,'' ucapnya. 

Dia mengatakan, kecenderungan melakukan swa-diagnosis dapat berdampak pada kemungkinan munculnya kesalahan diagnosis, menimbulkan kekhawatiran dan kebingungan pada diri sendiri, hingga overthinking

''Biasanya mereka akan khawatir karena akses informasinya belum banyak. Mereka juga mungkin kurang paham tentang mana informasi yang relevan dan dapat dipercaya, mana yang tidak,'' ujarnya. 

Oleh karena itu, Ria menyarankan untuk mendatangi seorang profesional atau pakar agar mendapatkan hasil diagnosis yang lebih relevan dan terpercaya. 

''Kalau untuk menjawab rasa kepo atau ingin tahu saja tidak masalah, tapi jangan sampai info yang kita dapatkan menjadi acuan untuk mendiagnosis diri sendiri. Bisa jadi orang menjadi lebih overthinking ketika melakukan self diagnosis dibandingkan sebelum melakukannya. Lebih baik segera konsultasi ke profesional agar tidak menerka-nerka dan bingung sendiri,'' tegasnya. ***