"Gagasan Wakil Menteri ESDM (Widjajono Partowidagdo, red.) soal rencana pemerintah mengeluarkan produk BBM baru jenis premix bagus saja," kata Dewi Aryani, wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah XI (Kabupaten Brebes, Tegal, dan Kota Tegal) kepada ANTARA Jateng, Senin.

Akan tetapi, lanjut dia, saat ini tidak akan bisa menjadi solusi jangka panjang kalau pemerintah tidak membenahi sektor hulu energi migas, sektor penerimaan negara, dan renegosiasi bagi hasil, serta bisa mengelola penerimaan dan pengeluaran negara dari sektor lain yang bisa lebih hemat.

Ide jenis produk baru, menurut Dewi, bisa saja asal Pemerintah secara komprehensif melakukan kajian terlebih dahulu sehingga tidak menjadikan pasar makin tidak menentu. Yang penting, masyarakat bisa mendapatkan alternatif pilihan produk sesuai dengan spesifikasi dan harga ekonomis.

Dewi Aryani yang juga anggota Komisi VII DPR RI mengingatkan kembali bahwa premix hanya solusi jangka pendek. "Harus secara cerdas melihat peluang pasarnya dan juga kaitan dengan distribusi dan pengawasan oleh BPH Migas harus benar-benar ketat," ujarnya.

Dengan adanya jenis baru itu, kata dia, kemungkinan pengguna pertamax beralih ke premix karena harganya lebih murah, yakni Rp7.200,00 per liter. Jenis BBM ini bakal menjadi salah satu alternatif asalkan Pemerintah tetap memberikan subsidi. "Akan tetapi, oktannya juga harus berada pada keseimbangan 'spec' yang diperlukan berbagai jenis kendaraan. Jangan malah produk baru tidak melindungi produk kendaraan karena tidak 'spec minded'", kata Dewi.

Ia lantas mengatakan, "Premix oke saja diteruskan, tetapi harus ada pengkajian terlebih dahulu secara ekonomi, sosial politik, dan juga 'logistic management'-nya. Tidak bisa semudah itu mengeluarkan produk baru tanpa adanya kajian dan survei pasar. Ini tidak bisa dianggap remeh karena BBM adalah masuk kategori 'public value' yang harus dikelola negara untuk sebesar-besarnya kepentingan publik."