"Begitu mereka mengajak kerja sama soal ini, kami tidak mau menunda-nunda," kata Deputi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT Dr Listyani Wijayanti usai penandatanganan MoU antara Kepala BPPT Dr Marzan Aziz Iskandar dengan CEO Biomaterial In Tokyo Co (BITs), Jepang Yoshiya Izumi di Jakarta, Selasa.

Menurut Listyani, berbagai produk polimer sintetis yang berbasis petroleum refinery dengan mudah digantikan oleh biopolimer (polimer dari bahan nabati).

"Kerja sama riset ini untuk mengantisipasi fluktuasi ketersediaan, harga, serta keterbatasan cadangan minyak yang mulai mengancam industri petrokimia, selain itu bahan dari biomassa juga lebih ramah lingkungan," katanya.

Sementara itu, Direktur Balai Besar Teknologi Pati BPPT Bambang Triwiyono merinci, kontrak riset tersebut mencakup pengujian yeast yang tahan suhu tinggi untuk produksi etanol dari berbagai biomassa pada skala pilot.

"Akan diuji galur yeast yang tahan suku tinggi pada proses fermentasi bioetanol untuk mendorong pengembangan teknologi produksi bioetanol yang lebih efisien dan kompetitif. Kalau pilotnya sudah layak akan dikembangkan ke skala besar," katanya.

Selain itu, juga riset tentang teknologi produksi asam laktat dengan mikroba yang dimodifikasi genetisnya dan ditujukan untuk menggantikan bahan plastik pada industri komponen mobil.

Kerja sama itu juga mencakup riset untuk produksi docosahexaenoic acid (DHA) dan eicosapentaenoic acid (EPA) dari ganggang, yang merupakan gizi untuk otak dan dicampurkan ke susu untuk memenuhi kebutuhan di Timur Tengah.

"Dengan bekerja sama riset dengan kita, mereka berharap lebih mudah mendapat sertifikasi halal untuk kepentingan ekspor ke Timur Tengah," katanya.

Indonesia dipilih untuk bekerja sama karena merupakan negara tropis besar, yang menyediakan biomassa limbah pertanian melimpah dan potensial untuk dijadikan lignoselulosa.

Negara tropis yang sejajar dengan Indonesia adalah Brazil di Amerika Latin dan Zaire di Afrika.