Ponpes Ngruki Tidak Toleransi Kekerasan
Selasa, 18 September 2012 10:51 WIB
Aksi terorisme yang sering melibatkan alumninya, nama Ponpes Ngruki pun dikait-kaitkan, termasuk terduga teroris di Solo yang tewas dalam baku tembak dengan Densus 88 Antiteror, yakni Farhan Mujahid dan Mukhsin Tsani.
Ponpes Ngruki pun berkali-kali harus mengklarifikasi bahwa tindakan alumninya itu di luar keinginan dan tanggung jawab pihak pondok, sekaligus meminta maaf kepada masyarakat atas perbuatan yang dilakukan bekas santrinya itu.
Terletak 1 kilometer di sebelah Selatan Kota Surakarta (Solo), tepatnya di Dukuh Ngruki, Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Ponpes Ngruki berada membaur di tengah-tengah permukiman masyarakat.
Hampir seluruh warga Solo mengetahui letak Ponpes Ngruki, mulai pengayuh becak, pedagang kaki lima, hingga warga biasa yang dengan keramahannya langsung menunjukkan arah saat ANTARA menanyakan letak ponpes, Minggu (16/9).
Demikian juga dengan keramahan warga sekitar Ponpes Ngruki saat ditanya letak ponpes itu, seolah hampir tidak ada pengaruh dengan pemberitaan belakangan ini yang mengaitkan nama ponpes itu dengan aksi-aksi terorisme.
Memasuki pintu gerbang bertuliskan "Pondok Pesantren Islam Al Mukmin", prosedur kunjungan pun sama seperti di instansi-instansi biasanya yang mengharuskan pengunjung menulis identitas diri dan keperluan kunjungan.
Tidak ada penjagaan ketat, pintu gerbang pun dibiarkan terbuka dijaga seorang satpam di pos. Beberapa orang, sepertinya pengurus ponpes tampak keluar-masuk gerbang yang di satu sudutnya tertempel tulisan "Tamu Harap Lapor".
Ustaz Hamim Sofyan, salah satu pengurus Ponpes Ngruki, menyambut dengan cukup ramah meski saat itu sudah di luar jam kerja, banyak pengurus yang sudah pulang, dan kantor kesekretariatan ponpes pun sudah tutup.
"Sebenarnya ini sudah di luar jam kerja. Kantor sekretariat juga sudah tutup. Tapi, ya, tidak apa-apa, ada yang bisa saya bantu?" kata pria berperawakan gempal itu membuka dialog seraya mempersilakan masuk ruangan.
Ustaz yang merangkap Humas Ponpes Ngruki itu menjelaskan bahwa ponpes yang didirikan pada tahun 1972 itu para pengasuh awalnya kebanyakan alumni Ponpes Gontor. Namun, perkembangannya saat ini sudah banyak dipegang alumni Ngruki.
Kurikulum yang diajarkan di Ponpes Ngruki, kata dia, sama dengan pondok pesantren modern umumnya dengan mengacu Kementerian Agama, seperti pola pendidikan madrasah tsanawiah (MTs) dan madrasah aliah (MA).
"Para santri mengikuti pembelajaran selama enam tahun, mulai MTs hingga MA dengan sistem asrama. Kurikulum pendidikan sama dengan MTs dan MA umumnya, sedangkan kurikulum kepondokan sistem pondok modern," katanya.
Ada pula kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, seperti Imarotu's Syu'unit Tholabah (IST) seperti OSIS di sekolah umumnya untuk memfasilitasi bakat minat santri dalam berorganisasi, dan Santri Pencinta Alam (Sapala).
Ustaz Hamim kemudian mempersilakan untuk melihat aktivitas santri yang kebetulan saat itu tengah jam istirahat. Tampak sekelompok santri yang bersantai, ada yang membaca Alquran, ada pula yang sedang belajar.
Di tengah-tengah bangunan pondok yang dihuni santri, terdapat lapangan basket dan lapangan futsal. Hanya saja, lapangan futsal ketika itu difungsikan sebagai tempat salat berjamaah karena masjid sedang direnovasi.
Setiap kamar rata-rata dihuni 20--30 santri bergantung ukuran kamar yang memiliki masing-masing ustaz pendamping. Tidak ada dipan (tempat tidur) di setiap kamar, hanya alas tidur di tengah ruangan bersanding lemari baju.
Salah satu santri, Ahmad Riva (12) yang berasal dari Balikpapan, Kalimantan Timur, mengaku memilih Ponpes Ngruki sebagai tempat menuntut ilmu karena ayahnya kebetulan memang merupakan alumni ponpes yang sama.
"Tahunya, ya, dari ayah, dulu beliau alumni sini (Ponpes Ngruki, red.) juga," kata santri kelas 1 MTs itu.
Ustaz Hamim menjelaskan bahwa santri yang belajar di Ponpes Ngruki berasal dari berbagai daerah di Indonesia, mulai Solo dan sekitarnya, Yogyakarta, Bekasi, hingga Kalimantan, serta beberapa ada yang anak alumni ponpes itu.
"Jumlah santri sekarang ini totalnya mencapai 1.400 orang, mulai MTs hingga MA. Tahun lalu, ya, masih sekitar itu, kira-kira 1.350 orang. Tahun ini, memang ada kenaikan sedikit dibandingkan tahun lalu," katanya.
Tidak Menoleransi Kekerasan
Sistem pendidikan ponpes, diakuinya memang ketat, seperti santri tidak diperbolehkan keluar kompleks, kecuali pada waktu yang diizinkan, seperti Jumat pertama setiap bulan untuk putri dan Jumat keempat untuk putra.
Khusus santri pria, kata dia, setiap Selasa sore setelah salat Ashar juga diperbolehkan keluar kompleks ponpes sekadar untuk berjalan-jalan, tetapi sebelum magrib harus sudah kembali ke ponpes untuk salat berjamaah.
Tata tertib pun sudah diatur berikut sanksi jika ada santri atau santriwati yang melanggar. Akan tetapi, pihaknya menghindari hukuman fisik dan kekerasan dalam memberi sanksi, serta lebih menekankan pembinaan dan penyadaran.
"Gara-gara memukul temannya saja, santri bisa dikeluarkan. Sudah sering, tiap tahun ada santri yang dikeluarkan gara-gara melakukan kekerasan, memukul kawannya. Kami tidak menoleransi tindakan kekerasan," katanya.
Oleh karena itu, Ustaz Hamim mengaku heran jika kemudian Ponpes Ngruki dikaitkan dengan aksi terorisme, sementara proses pendidikannya sendiri tidak menoleransi kekerasan fisik, termasuk saat memberi sanksi pelanggaran.
Berkaitan dengan beberapa alumninya yang terlibat aksi terorisme, dia tidak membantah. Akan tetapi, apa yang terjadi setelah lulus bergantung masing-masing santri, bukan lagi keinginan dan tanggung jawab pihak ponpes.
"Setelah santri lulus, orang tua santri dihadirkan untuk diberikan khotbah Wada' (akhir). Setelah itu santri diserahkan kepada orang tuanya," katanya seraya mengatakan alumni Ponpes Ngruki sudah mencapai ribuan.
Kitab-kitab yang dipelajari santri beragam, kata dia, di antaranya "Riyadhus Shalihin" yang asli berbahasa Arab, bukan terjemah, dan kebetulan pembelajaran kitab tersebut diampunya untuk santri kelas akhir.
"Kitab itu saja untuk santri kelas akhir, MA kelas I atau II. Artinya, santri kelas di bawahnya memelajari kitab-kitab dengan muatan materi tidak lebih berat dari itu. Disesuaikan dengan usia anak," katanya.
Menanggapi pengaruh citra Ponpes Ngruki dengan pengaitan aksi-aksi terorisme akan berdampak pada jumlah santri yang mendaftar pada tahun-tahun mendatang, dia memilih menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai sendiri.
"Setahu saya, pendaftar tahun ini sedikit lebih banyak dibandingkan dengan tahun lalu meski ada pemberitaan seperti itu. Biarkan masyarakat yang menilai sendiri," kata Ustaz Hamim.
Sementara itu, Guru Besar Filsafat Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat berpendapat bahwa aksi terorisme yang dikaitkan dengan pendidikan sedikit banyak bisa dimaklumi.
Meski demikian, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengharapkan seluruh pihak saling mengoreksi apakah tuduhan tersebut memang berdasar dan Ponpes Ngruki sendiri hendaknya juga melakukan evaluasi.
"Dulu kan pernah ada alumni UIN Jakarta yang terlibat aksi terorisme. Pertanyaannya apakah itu memang produk UIN? Mengingat sudah alumni lama dan bisa saja mendapatkan pengaruh dari luar," katanya.
Terlebih lagi, kata dia, pesantren mana pun, sekalipun Ponpes Ngruki kalau mau diteliti kurikulum pendidikannya pasti tidak ada yang mengajarkan terorisme karena terorisme memiliki pola perekrutan tersendiri.
"Mereka (teroris, red.) pasti menggarapnya di luar institusi pendidikan, misalnya melalui pengajian, sembahyang malam, dan diskusi. Itu di luar kurikulum dan institusi sehingga sulit untuk ditelusuri," katanya.
Ia tidak sependapat jika ada pesantren yang dikatakan khusus mendidik terorisme sebab perekrutan terorisme digarap di luar institusi dan kurikulum tertulis.
"Bukan pesantrennya, mungkin ada berapa kiai atau santri yang memberikan tanah humus agak subur untuk benih-benih radikalisme. Sehingga nanti kalau ada orang yang mencari bakat, ibarat rumput kering kena api," kata Komaruddin.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Santri Ngruki nonton film Jenderal Soedirman bersama Danrem Warastratama
07 October 2022 18:36 WIB, 2022
Menko PMK tegaskan pemerintah dukung pengembangan Ponpes Al Mukmin Ngruki
21 August 2022 18:48 WIB, 2022
Terpopuler - Pumpunan
Lihat Juga
"Sepenggal Kisah" BPJS Ketenagakerjaan bagi penggali kubur dan pemandi jenazah
22 November 2024 21:06 WIB