Sebagian santri lainnya, ada yang terlihat tengah asyik membaca buku, ada pula yang bermain-main di areal kompleks pondok pesantren (ponpes) itu. Rupanya, para santri kecil itu tengah beraktivitas santai mengisi waktu istirahat.

Dengan ditemani Ustadz Hamim Sofyan, salah satu pengurus ponpes, ANTARA berkeliling areal kompleks ponpes putra yang menempati bangunan berlantai tiga dengan lapangan bola basket dan futsal yang berada di tengah-tengahnya.

Para santri terlihat melakukan berbagai aktivitas seperti santri-santri remaja di sela waktu istirahatnya, seperti membaca buku dan bermain. Bahkan, ada seorang santri nampak belajar matematika ditemani ayahnya.

"Assalamualaikum," sapa Ustaz Hamim kepada ayah yang tengah menemani anaknya belajar itu yang langsung dijawab, "Wa'alaikumsalam,". "Itu tadi orang tua santri yang kebetulan menengok anaknya," jelas sang ustadz.

Ustadz ramah yang berperawakan gempal itu kemudian mempersilakan untuk menengok kamar-kamar yang dihuni santri. Kamar-kamar itu dihuni antara 25-30 santri bergantung ukuran ruangan yang memiliki masing-masing ustadz pembimbing.

Meski hanya berkesempatan melihat dari luar ruangan, nampak jelas aktivitas para santri di salah satu kamar sedang belajar kelompok didampingi oleh seorang ustaz pembimbing, dengan hanya beralaskan karpet.

Tak nampak dipan (tempat tidur) di kamar-kamar yang dihuni santri. Hanya terlihat hamparan karpet membentang di tengah ruang kamar bersanding dengan lemari-lemari kayu tempat pakaian santri di setiap sudutnya.

Sapaan salam dari santri terdengar setiap kali berpapasan, "Assalamualaikum ustaz,". Ustadz Hamim pun langsung menjawab dengan "Waalaikumsalam", seraya mengatakan, "Apalagi yang mau dilihat? Ya seperti inilah Ngruki,".

Sang ustadz kembali melanjutkan perjalanan dan memperlihatkan gedung yang digunakan santri belajar, meski tak sampai masuk ke dalam ruangan. Letaknya bersebelahan dengan gedung yang digunakan untuk asrama santri.

"Ini digunakan santri untuk sekolah, mulai madrasah tsanawiyah (MTs) hingga madrasah aliyah (MA). Kami menerapkan sistem pembelajaran selama enam tahun," kata Ustadz Hamim, seraya menunjuk gedung yang dimaksud.

Di depan gedung sekolah, terlihat sebuah pintu pagar yang menghubungkan akses ke permukiman warga, selain pintu utama depan yang dijaga satpam. Pintu kecil yang mengarah ke perkampungan warga itu dibiarkan terbuka.

Di sela-sela perjalanan, Ustads Hamim menyempatkan bertanya menggunakan bahasa Arab pada salah satu santri yang menjawab dengan sangat fasih. Menunjukkan bahasa resmi yang digunakan ponpes, selain bahasa Inggris.

Sistem pembelajaran di ponpes, kata Ustadz Hamim, sama seperti di ponpes modern lainnya yang menerapkan pendidikan MTs dan MA untuk kurikulum pendidikan formal, di samping kurikulum kepondokan khas ponpes modern.

Mulai tahun ajaran ini, Ponpes Al Mukmin Ngruki menerapkan sistem Pendidikan Pesantren Islam Al Mukmin (PPIM) selama enam tahun, yakni MTs dan MA, dengan penjurusan IPA, IPS, dan Keagamaan bagi santri MA kelas akhir.

"Kurikulum kepondokan ya sama dengan ponpes modern umumnya, misalnya 'mahfudhoz' (pembelajaran kata mutiara islami), 'muthola'ah', dan 'tahfidz' (menghafal Alquran). 'Tahfidz' untuk santri pilihan," katanya.

Para santri rutin mengikuti pembelajaran di kelas setiap pukul 07.00 - 12.30 WIB, baik MTs maupun MA. Setelah itu, para santri istirahat sejenak sebelum mengikuti kurikulum kepondokan, dan wajib tidur pukul 22.00 WIB.

Ponpes Al Mukmin Ngruki juga tidak membolehkan para santri keluar kompleks pesantren di luar waktu-waktu yang telah diizinkan, yakni pada Jumat pertama setiap bulan untuk putri dan Jumat keempat untuk putra.

Khusus untuk santri putra, setiap Selasa selepas shalat Ashar diizinkan keluar kompleks sekadar untuk berjalan-jalan karena harus kembali ke ponpes sebelum pukul 17.00 WIB untuk mengikuti shalat Maghrib berjamaah.

UN Menginduk ke Kemenag
Jumlah santri di Ponpes Al Mukmin Ngruki pada tahun ajaran ini tercatat sekitar 1.400 orang, baik putra maupun putri, terbagi dalam jenjang pendidikan MTs dan MA yang diselenggarakan dengan sistem diasramakan.

Santri-santri pun berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, mulai daerah sekitar, seperti Solo, Boyolali, dan Yogyakarta, hingga ke luar provinsi, seperti Jakarta dan Bekasi, bahkan sampai ke luar Jawa.

Untuk menangani santri sebanyak itu, ponpes yang didirikan sejak 1972 oleh alumni Ponpes Gontor Ponorogo itu diperkuat oleh sebanyak 215 ustadz dan ustadzah, baik yang berstatus guru tetap (GT) dan guru tidak tetap (GTT).

Ustaz Hamim mengungkapkan dari jumlah santri Ponpes Al Mukmin Ngruki tahun ajaran ini sebanyak 1.400 orang, 10 persen di antaranya merupakan santri yang berasal dari keluarga tidak mampu sehingga dibebaskan dari biaya.

Sama dengan sekolah-sekolah lainnya yang mengharuskan siswanya mengikuti ujian nasional (UN), Ponpes Al Mukmin Ngruki pun mewajibkan para santrinya mengikuti UN sesuai jenjang pendidikan yang ditempuh, yakni MTs dan MA.

"Para santri kami tetap ikut UN dengan menginduk ke Kementerian Agama. Ya samalah dengan MTs dan MA lainnya. Materi pelajaran yang diujikan dalam UN kan sama juga dengan sekolah-sekolah lainnya," ungkapnya.

Tentunya, kata Ustaz Hamim, pihaknya juga menyiapkan siswa dalam menghadapi UN, terutama pada mata pelajaran yang diujikan dalam UN, sama seperti sekolah lainnya yang menyiapkan siswanya menghadapi UN.

Kementerian Agama Sukoharjo membenarkan bahwa para santri Ponpes Al Mukmin Ngruki mengikuti UN setiap tahunnya sesuai jenjang pendidikan yang ditempuh, yakni MTs dan MA, dengan materi dan waktu pelaksanaan yang sama.

Kepala Seksi Ponpes Kemenag Sukoharjo Hasyim Asy'ari menjelaskan perlakuan terhadap santri Ponpes Al Mukmin Ngruki sama dengan sekolah lain, termasuk mendapat bantuan operasional pendidikan (BOP) untuk jenjang SMP sederajat.

"Sebagai gambaran, santri di Ponpes Assalam yang juga terletak Sukoharjo mendapatkan BOS untuk 1.025 santrinya yang duduk di MTs. Untuk Ponpes Al Mukmin Ngruki juga dapat sesuai jumlah santri di MTs," katanya.

Pengawasan dan pembinaan ponpes dilakukan Kemenag Sukoharjo sesuai porsi bidangnya, yakni sistem pembelajaran formalnya di bawah Seksi Madrasah dan Pendidikan Agama (Mapenda), sementara kepondokan oleh Seksi Ponpes.

Sistem kurikulum kepondokan yang diterapkan di Ponpes Al Mukmin Ngruki, diakuinya, hampir sama ponpes-ponpes lain yang juga menerapkan pendidikan formal, seperti MTs dan MA, serta masuk kategori ponpes semi-modern.

"Setiap ponpes memiliki kekhasannya sendiri, ada pesantren salafi, pesantren modern, pesantren khusus penghafal Alquran. Ponpes Ngruki termasuk semi-modern, dalam arti salafi jalan, pendidikan formal tetap jalan," katanya.

Kurikulum kepondokan yang diterapkan Ponpes Al Mukmin Ngruki juga mendapatkan pembinaan dari Kemenag, sama seperti ponpes-ponpes lainnya dan selama ini tidak ada kurikulum yang menyimpang dari aturan dan rambu-rambu.

Pihak Ponpes Al Mukmin Ngruki, ungkap dia, selalu bersikap terbuka saat ditinjau, kerap berkomunikasi dengan Kemenag saat ada kegiatan, dan pengurusnya dipanggil pertemuan ke Kemenag Sukoharjo pun selalu hadir.

"Kalau kemudian ada alumninya terlibat terorisme, itu sudah urusan hukum. Kami hanya sebatas melakukan pemantauan dan pembinaan. Sejauh ini biasa-biasa saja dan mereka menerima dengan senang hati kepada siapa saja," kata Hasyim.