Di Jawa Tengah misalnya, bulan Juni terjadi inflasi 0,96 persen (indeks harga konsumen 136,37 poin) setelah bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,27 persen (IHK sebesar 135,07 poin).

Besaran inflasi tersebut, separuh persen lebih disumbang oleh sektor transportasi setelah adanya kenaikan harga premium yang sebelumnya Rp4.500 menjadi Rp6.500 per liter serta solar dari Rp4.500 menjadi Rp5.500 per liter.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi 0,96 persen di Jawa Tengah tersebut, termasuk angka moderat dibandingkan besaran inflasi di daerah lain seperti di Sibolga sebesar 1,96 persen; Depok 1,79 persen; Banda Aceh sebesar 1,75 persen; Serang 1,74 persen; dan Bengkulu sebesar 1,72 persen.

Sementara daerah dengan inflasi terendah yakni Gorontalo 0,11 persen; Manado 0,21 persen; Pontianak, Singkawang, dan Ternate masing-masing 0,22 persen; serta satu kota mengalami deflasi yakni Ambon sebesar 0,15 persen.

Dampak Kenaikan BBM
Polarisasi pendapat serta sentimen di masyarakat terhadap dampak kenaikan harga BBM sempat mencuat dan menjadi konsumsi politik. Muncul kekhawatiran kenaikan inflasi dapat berdampak menambah beban masyarakat, apalagi pada saat baru wacana kenaikan harga BBM, tetapi sudah diikuti kenaikan sejumlah harga kebutuhan masyarakat.

Bank Indonesia Kantor Wilayah V Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta sebelumnya memperkirakan kenaikan harga BBM akan menjadikan inflasi berkisar 0,8 persen hingga 1 persen (month to month) dan 7--8 persen (year on year/y-o-y).

Pengamat ekonomi dari Universitas Stikubank Semarang Alimuddin Rizal Rifai juga memperkirakan kenaikan harga BBM mendorong inflasi Jateng pada bulan Juni 2013 sebesar 5,6 persen hingga 5,7 persen (year on year/yoy) dengan catatan suplai kebutuhan pokok menjelang Puasa dan Lebaran dalam keadaan aman, terpenuhi, dan tidak terjadi kekurangan pasokan.

Sementara jika terjadi kekurangan pasokan seperti bawang merah dan cabai, maka tingkat inflasi di Jateng bisa mencapai hingga 6 persen karena pasokan bahan makanan termasuk bumbu-bumbuan sangat memengaruhi nilai inflasi.

Setelah menunggu, BPS kemudian menyampaikan bahwa inflasi Jateng pada bulan Juni sebesar 0,96 persen dan kenaikan bahan makanan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,39 persen atau terbesar kedua setelah sektor transportasi (0,50 persen).

Kenaikan bahan makanan tersebut seperti telur ayam ras yang sebelumnya Rp15.572 menjadi Rp18.170 per kilogram yang memberi sumbangan 0,13 persen; daging ayam ras naik yang sebelumnya Rp25.917 menjadi Rp27.233 per kilogram (menyumbang inflasi 0,08 persen).

Cabai rawit putih juga naik 92,59 persen, cabai rawit merah naik 40,85 persen, dan cabai rawit hijau naik 47,25 persen (bumbu-bumbuan menyumbang 0,04 persen), sedangkan beras menyumbang 0,06 persen.

Kepala Seksi Harga Konsumen dan Harga Perdagangan Besar BPS Jateng Rita Umami menyebutkan harga beras juga ikut naik Rp10 hingga Rp50 per kilogram. Harga beras C4 super yang sebelumnya Rp9.186 menjadi Rp9.196 per kilogram, sementara harga beras Mentik Delagu yang sebelumnya Rp9.233 menjadi Rp9.283 per kilogram.

"Bobot beras sangat tinggi. Meskipun kenaikan Rp10 hingga Rp50 per kilogram sumbangan terhadap inflasi sebesar 0,06 persen. Apalagi kenaikan harga beras lebih tinggi," katanya.

Oleh karena itu, harga beras harus selalu dijaga agar tidak terjadi kenaikan apalagi bertepatan dengan momentum Ramadhan dan Lebaran.

Meredam Inflasi
Kenaikan harga premium dan solar yang terjadi di akhir Juni telah mendorong inflasi Jawa Tengah 0,96 persen, sehingga semua pihak terus mewaspadai inflasi bulan Juli dan Agustus karena sudah ada penyesuaian harga sekaligus bertepatan dengan Ramadhan dan Lebaran.

Apalagi setiap di awal Ramadhan, selalu diwarnai dengan peningkatan harga sembako dan harga kembali normal pada pertengahan Ramadhan, dan kembali naik di akhir Ramadhan.

Kenaikan tarif angkutan darat, laut, dan udara pada arus mudik serta arus balik juga ikut mendorong terjadinya inflasi musiman yang diperkirakan tinggi pada Juli hingga Agustus.

Alimuddin Rizal Rifai menilai bahwa inflasi musiman tersebut diperkirakan hanya terjadi pada Juli serta Agustus, dan pemerintah harus kerja keras untuk mengatasinya.

"Hukum ekonomi yakni hubungan erat permintaan (demand) dan penawaran (supply) akan berlaku. Jika stok barang ada dan distribusinya baik maka inflasi dipastikan laju inflasi dapat ditahan. Sementara jika masyarakat sulit mendapatkan barang, sehingga harga mahal dan masyarakat membeli dalam jumlah banyak. Hal tersebut yang akan memicu tingginya inflasi," katanya.

Peran pemerintah daerah mengawasi panjangnya distribusi dari importir hingga ke pasar sangat diperlukan sehingga pedagang tidak seenaknya menetapkan harga.

Oleh karena itu, hal pertama yang perlu dilakukan adalah dengan menjaga ketersediaan barang serta kelancaran distribusi dan pasokan.

Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Semarang Ayu Entys mengatakan bahwa seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau dinas terkait di Kota Semarang juga terus berusaha meredam laju inflasi dengan setiap hari melakukan pantauan harga kebutuhan masyarakat.

Tidak hanya memantau, tetapi juga menginventarisasi kantong barang dan ketersediaan barang. Inventarisasi kantong barang contohnya, mengetahui asal pasokan daging yang masuk ke Kota Semarang, sehingga saat ketersediaan menipis dapat langsung berkoordinasi dengan pemangku kepentingan serta daerah setempat.

Terkait dengan beras, TPID melihat bahwa beras memiliki pengaruh yang sangat tinggi terhadap inflasi, sehingga kesiapan Bulog juga terus dijaga. Begitu juga dengan pasokan premium dan solar, Pertamina juga sudah menyatakan siap menambah pasokan.

Hal penting meredam inflasi, tambah Ayu Entys adalah dengan mendapatkan informasi baik harga, pasokan, dan distribusi dengan cepat serta penanganan yang cepat juga.

"Koordinasi dengan semua pihak sangat dibutuhkan. Semua pihak bekerja untuk ini (meredam laju inflasi bulan Juli dan Agustus, red.)," katanya.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah V Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sutikno mengaku juga terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak yang tergabung dalam Tim Pemantau dan Pengendalian Harga (TPPH) dan TPID.

"Kami juga akan membuat iklan layanan agar menjelang Ramadhan dan Lebaran masyarakat membeli barang secukupnya, sehingga tidak mempercepat kenaikan harga," katanya.

Alimuddin menambahkan bahwa hal penting lainnya untuk meredam laju inflasi adalah adanya kecerdasan dari masyarakat agar rasional dapat mengendalikan konsumsi.

Menurutnya jika masyarakat cerdas dapat memilah konsumsi, permintaan dan penawaran juga ikut stabil, sehingga harga dapat dikendalikan dan laju inflasi dapat diredam.