Hal itu dikatakan Hadi Poernomo ketika ditanya apakah mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani ikut bertanggung jawab karena melakukan perubahan Peraturan Menteri Keuangan terkait proyek Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON).

Proyek itu diduga merugikan negara sebesar Rp463,67 miliar, atau naik dari Rp243,6 miliar (pengumuman BPK RI tanggal 31Oktober 2012) . Perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terjadi saat Sri Mulyani menjabat Menteri Keuangan.

"Kami (BPK RI) hanya menjelaskan faktanya dan bukan kewenangan kami untuk melakukan penilaian," kata Hadi Poernomo dalam keterangan pers usai menyerahkan hasil Audit Investigasi Hambalang II di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.

Dari hasil audit investigasi BKP terhadap Hambalang tahap II menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 56/PMK.02/2010 yang diganti dengan PMK 194/PMK.02/2011 tentang cara Tata Cara Pengajuan persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diduga mengalami penurunan makna substantif dalam proses persetujuan Kontrak Tahun Jamak.

"Kalau perubahan PMK mengubah substansi. Misalnya, ada persyaratan wajib di PMK 56 yang mewajibkan untuk mendapatkan rekomendasi teknis dari menteri teknis, tapi pada PMK 194 tidak ada lagi atau dihapus," kata Hadi di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.

Hadi mengemukakan perubahan PMK itu juga terkait kontrak tahun jamak yang sebelumnya diatur dalam PMK 56.

"Persyaratan untuk mendapatkan multiyears contract, itu harusnya setelah ada putusan dari DPR RI bahwa tahun tersebut adalah tahun multi years. Di PMK 194 dihapuskan juga," kata Hadi Poernomo.

Sementara itu, Wakil Ketua BPK RI, Ali Masykur Musa menyatakan, BPK tidak melakukan pemeriksaan terhadap Sri Mulyani terkait adanya perubahan PMK tersebut.

"Dalam konteks ini (PMK), Sri Mulyani tidak punya hubungan langsung. Kita tidak memeriksa orang per orang. Lebih fokus pda kasusnya," kata Ali Masykur.