"Menurut hemat saya, DPR telah melakukan pelanggaran konstistusional serius, yaitu membentuk satuan khusus atau timwas yang fungsinya mengintervensi lembaga yudikatif dan membawa agenda politik paripurna DPR dalam kasus 'bailout' (dana talangan) Century ke dalam ranah hukum yang dipaksakan," kata Andi Arief, Staf Khusus Presiden RI, kepada Antara Jateng, Kamis malam.

Timwas, lanjut Andi Arief, diperpanjang dengan dalih melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, kepolisian, dan pengadilan.

Dalih selanjutnya, Timwas lakukan pengawasan juga untuk "asset recovery" oleh Pemerintah, pengembalian dana nasabah PT Antaboga, dan kebijakan legislasi.

Menurut Andi, secara internal melikuidasi salah satu fungsi Komisi III (Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan) DPR RI.

"Satuan khusus ilegal yang bernama Timwas Century ini juga membahayakan dan merusak mekanisme kelembaga antara legislatif dan sistem perbankan nasional," katanya.

Ia menekankan bahwa Timwas Century terlampau jauh melangkahi kewenangannya dengan memaksa otoritas jasa keuangan dan sistem perbankan mengeluarkan pendanaan yang bukan peruntukannya.

Timwas, kata Andi, memaksa produk kriminal Century Antaboga yang dikelola mantan-mantan penjahat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk di-"bailout" oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan manajemen baru Bank Mutiara.

"Ini skandal besar parlemen yang mendukung secara terang-terangan produk kejahatan bernama Antaboga. Memang menggiurkan untuk petualang di legislatif menjelang pemilu," katanya.

Andi mengungkapkan bahwa salah satu debitur terbesar Antaboga adalah BS yang dirugikan Rp2 triliaun di samping ada sembilan debitur kakap lainnya.

Ia menegaskan kembali bahwa Timwas inkonstitusional dan kriminal. Hal ini mengingat, pada saat Bank Mutiara menemukan penggelapan pajak dan aset bodong dari letter of credit (LC) bodong serta gagal restrukturisasi, Timwas justru mementingkan fungsinya sebagai "debt collector" (penagih utang).