Prof. Wiwieq: Indonesia Hadapi Masalah Kepemimpinan yang Akut
Senin, 30 Desember 2013 14:51 WIB
Profesor Wiwieq, sapaan peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. R. Siti Zuhro, M.A., Ph.D. (Dok.)
"Indonesia dewasa ini perlu pemimpin nasional yang memiliki visi, misi, program yang jelas untuk memajukan bangsa dan negara serta mampu bertindak sebagai administrator dan juga bertipe 'solidarity maker' (pencipta solidaritas)," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Senin.
Apalagi, kata Prof. Wiwieq (sapaan akrab R. Siti Zuhro), Indonesia memiliki karakteristik pluralitas lokal yang diwarnai dengan keragaman, baik di bidang etnik, suku, agama, budaya, maupun bahasa di tingkat lokal.
Sebagai negara "archipelago" (nusantara), menurut dia, tidaklah mudah untuk memaksakan nilai-nilai keseragaman atau uniformitas yang diterapkan di tingkat lokal, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-undang ini sarat dengan kebijakan penyeragaman yang berlangsung selama pemerintahan Orde Baru.
Tak pelak, kata dosen tetap pada Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Riau itu, budaya lokal kurang berkembang pesat dan proses pertumbuhan kepemimpinan lokal juga terhambat.
"Seiring dengan itu, modal sosial (social capital) dan 'public trust' (kepercayaan publik) juga menjadi lemah," kata alumnus Curtin University, Perth, Australia, itu.
Melemahnya peranan sistem kepemimpinan tradisional tersebut, kata Prof. Wiwieq, berpengaruh terhadap sulitnya menemukan pemimpin yang mampu mewujudkan keinginan dan kepentingan rakyat.
Akibatnya, berbagai konflik sosial yang terjadi di tingkat lokal, baik antardesa maupun antarpenduduk, tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Dalam keadaan seperti ini moral untuk saling percaya (mutual trust) menjadi meredup di tengah kehidupan masyarakat yang makin memburuk. "Bahkan, modal sosial yang seharusnya dapat terbentuk dengan kebijakan otonomi daerah menjadi sirna tanpa sempat berkembang," kata Prof. Wiwieq yang juga dikenal sebagai pakar otonomi daerah.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa Indonesia menghadapi masalah kepemimpinan yang cukup akut dewasa ini. Tercatat bahwa sejak pertengahan 1980-an negeri ini mengalami penurunan dalam mencetak pemimpin-pemimpin yang andal, yaitu yang memiliki visi dan kemampuan manajerial (administrator) dan bertipe "solidarity maker".
Pewarta : Kliwon
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017