"Peringatan Menko Polhukam merupakan respons tepat atas kebijakan unilateral yang arogan dari PM Tony Abbott," kata Hikmahanto melalui keterangan pers diterima di Jakarta, Rabu.

Hikmahanto sependapat dengan Djoko bahwa Australia dibawah kepemimpinan PM Tonny Abbot, dalam mengeluarkan setiap kebijakannya, harus menghargai kedaulatan negara-negara lain, termasuk Indonesia.

"Pemerintah Australia harus paham dan mengerti apa arti kedaulatan RI yang dilanggar begitu saja oleh Angkatan Laut Australia," ujar akademisi Universitas Indonesia itu.

Hal yang menjadi penekanan penting yang telah diutarakan Djoko, kata Hikmahanto, adalah "pengembalian pencari suaka yang sudah masuk wilayah negara manapun, maka negara itu harus mengelola sesuai amanat Konvensi tentang Pengungsi", dan harus bekerja sama dengan lembaga resmi UNHCR dan IOM.

Patroli aparat di perbatasan juga, kata dia, harus ditingkatkan untuk menghadang upaya pengembalian pencari suaka secara sepihak oleh Australia.

Lebih lanjut, ujar Hikamahanto, sikap Abbott yang merujuk pada kedaulatan Australia untuk membenarkan kebijakan menghalau kapal-kapal pencari suaka ke Indonesia sangat bertentangan dengan Konvensi Pengungsi 1951. "Karena para pencari suaka telah dilabel sebagai imigran gelap tanpa dilakukan penyaringan." ujarnya.

Oleh karena itu, kata Hikmahanto, sikap Abbott melambangkan Australia sebagai negara maju, yang dikhawatirkan pengambilan kebijakannya tidak memandang Hak Asasi Mania (HAM).

"Padahal secara tradisional negara seperti Australia yang menceramahi banyak negara berkembang terkait penghormatan HAM," ujarnya.