Logo Header Antaranews Jateng

Minggu Palma Umat Merapi di Jalan Remuk

Minggu, 29 Maret 2015 20:39 WIB
Image Print
Umat Katolik melakukan teatrikal dalam perayaan Minggu Palma bertema Ini Ibu Pertiwi, Bukan Ibu Kota di kawasan lereng Gunung Merapi, Dukun, Magelang, Jawa Tengah, Minggu (29/3). Minggu Palma yang merupakan perayaan masuknya Yesus ke Yerusalem sebelu

Novel buku kedua karya Maier dari Western Michigan Unversity, Amerika Serikat, yang cetak pertama terjemahan pada bulan September 2009 itu, mengisahkan bahwa musim semi sedang menyelimuti Palestina. Saat itu, Prefek Yudea di bawah Kekaisaran Romawi dengan Pilatus sebagai gubernur.

"Seperti biasanya Pilatus merencanakan tinggal beberapa minggu di Yerusalem sekitar masa perayaan itu karena adanya harapan Mesianis di negeri itu," begitu sebagian kecil dari penggalan isi novel sejarah tersebut.

Ketika rombongan Pilatus tiba di puncak bukit terakhir, tampak jelas hamparan kawasan Yerusalem, Procula, istrinya, memberi tahu kepada Pilatus tentang kerumunan massa yang mengelu-elukan seseorang. Pilatus dikisahkan sebagai tidak secara jelas mendengar riuh keramaian karena jaraknya yang jauh. Namun, dia melihat massa melambaikan ranting-ranting tanaman tertentu berwarna hijau yang mungkin adalah palma di dekat Bukit Zaitun.

Seorang penulis Injil menceritakan peristiwa Yesus disambut secara meriah oleh massa ketika memasuki Kota Yerusalem. Dia yang menunggang keledai, disambut bagaikan raja dengan sorak-sorai oleh orang-orang yang membawa daun palma.

"'Hosanna! Terpujilah yang datang atas nama Tuhan'," begitu penggalan Injil Markus (12:12-16) yang dibacakan Romo Matheus Sukmawanto saat memimpin prosesi Minggu Palma oleh ratusan umat Katolik kawasan barat daya puncak Gunung Merapi di Wilayah Lor Senowo, Dusun Grogol, Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (29/3).

Perayaan Minggu Palma (29/3) dalam kalender gereja pada tahun 2015 sebagai pembuka rangkaian Pekan Suci Paskah yang meliputi tiga peristiwa rohani kristiani berikutnya, berupa Kamis Putih (2/4), yakni perjamuan terakhir Yesus bersama para murid; Jumat Agung (3/4), penyaliban Yesus; dan puncaknya pada Minggu Paskah (5/4), kebangkitan Yesus.

Umat yang masuk Gereja Wilayah Santo Petrus Kanisius Lor Senowo itu dengan masing-masing membawa daun palma, memulai prosesi Minggu Palma dari lokasi di pojok Dusun Grogol di dekat jembatan kecil dengan sebagian jalan telah cor beton.

Langit cerah dengan puncak Gunung Merapi terlihat jelas dari dusun setempat, menandai Romo Sukma saat memercikkan air suci dan memberikan dupa sebagai tanda berkat untuk daun palma yang dibawa setiap umat. Lagu-lagu rohani Katolik dikumandangkan umat di tempat terbuka itu, seakan menyusup di antara pepohondan dan rerumputan di pinggir dusun setempat.

"'Di kala Yesus disambut di gerbang Yerusalem. Umat bagai lautan dengan palma di tangan, gemuruh sorak dan sorai. Kristus raja damai. Yerusalem, Yerusalem, lihatlah Rajamu. Hosana terpujilah. Kristus Raja Mahajaya'," demikian satu syair lagu rohani yang mereka lantunkan dalam perarakan tersebut.

Sebanyak tujuh batang utuh daun kelapa, masing-masing dibawa sejumlah umat berjalan paling depan, sedangkan Romo Sukma duduk di kursi bambu menunggang gerobak berhias tatanan beberapa batang bambu dan instalasi berbentuk lingkaran dari jerami. Gerobak ditarik oleh Ketua Wilayah Lor Senowo Albertus Magnus Sutarto yang mengenakan pakaian surjan dan beriket, berjalan hingga tempat ibadah Minggu Palma yang oleh masyarakat setempat dinamai Gubug Selo Merapi (GSPi).

Romo Sukma menyebut tujuh daun kelapa itu sebagai simbol tujuh pokok dosa manusia, yakni kikir, rakus, iri hati, sombong, malas, marah, dan dengki, yang menjadi akar dari dosa-dosa lainnya.

Prosesi mereka secara takzim juga menjadi refleksi atas tujuh pokok dosa manusia. Ketika perjalanan prosesi sampai di pertigaan jalan dusun, di pertemuan antara jalan cor beton yang relatif cukup bagus dan jalan aspal yang sudah porak-poranda karena setiap hari dilalui truk pengangkut pasir dari sejumlah lokasi penambangan pasir dan batu Gunung Merapi di alur Sungai Senowo, sejumlah orang memainkan performa tujuh pokok dosa manusia.

"Yang duniawi akan sirna," begitu satu kalimat seruan Romo Sukma sambil memercikkan air ketika merespons performa dua seniman dusun setempat, Susanto dan Moko, saat mereka menghentikan rombongan prosesi Minggu Palma sambil menyodorkan wadah untuk meminta retribusi karena melewati jalan rusak tersebut.

Sebanyak tujuh daun itu pun kemudian ditata dengan digelar di sepanjang jalan bekas beraspal yang tinggal menampakkan bebatuan terjal. Warga setempat menyebut kondisi jalan yang remuk seperti itu, bagaikan "kali asat" (sungai yang airnya mengering). Sejumlah karung plastik bertuliskan tujuh dosa pokok manusia itu juga digelar di jalan remuk tersebut.

Rombongan prosesi lalu berarak menuju GSPi melalui jalan rusak di depan gedung model terbuka yang dibangun secara swadaya oleh umat, dari bebatuan Gunung Merapi. Mereka melanjutkan arak-arakan itu sambil terus melambungkan lagu-lagu rohani secara meriah.

"Di akhir dunia nanti, Kristus raja abadi. Hadirlah yang dinanti, wajah bumi berganti, seluruh alam bernyanyi bermadah bagi-Nya. Yerusalem, Yerusalem, lihatlah Rajamu. Hosana terpujilah. Kristus Pembaharu dunia'," demikian bagian dari syair tembang rohani Katolik berjudul "Yerusalem Lihatlah Rajamu".

Sejumlah pemuka umat setempat, yakni Sutarto, Suyud, dan Harmuji, di sela prosesi tersebut, kepada Antara bercerita tentang kerusakan jalan beraspal sepanjang sekitar 2 kilometer dari Dusun Bendo hingga Kajangkoso yang melewati Dusun Grogol di Desa Mangunsoko, sejak erupsi besar Gunung Merapi pada akhir 2010.

"Karena setiap hari dilalui truk pasir, waktu itu penambangan menggunakan begu 24 jam. Sehari semalam ratusan truk lewat tidak pernah berhenti. Sekarang tinggal penambangan manual, hanya puluhan truk, hanya siang saja. Akan tetapi, jalan sudah telanjur rusak dan remuk," kata Suyud dalam bahasa Jawa.

Sejumlah lokasi di alur Kali Senowo yang menjadi tempat penambangan, yakni di wilayah Dusun Kajangkoso, Muntuk, dan Semen.

Seakan mereka pada kesempatan itu, ingin mengingatkan tanggung jawab pemerintah untuk merekonstruksi jalan tersebut agar kembali baik dan nyaman untuk dilewati masyarakat. Saat ini, setiap orang yang melewati jalan tersebut, termasuk dengan kendaraan bermotor, harus ekstra hati-hati agar tidak tergelincir dan jatuh karena jalan yang kondisinya tinggal bebatuan dan tidak rata.

Jalan yang menjadi penghubung menuju tempat pengamatan Gunung Merapi di Pos Babadan, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, sekitar 4,4 kilometer barat daya puncak Gunung Merapi itu beraspal mulus ketika gunung tersebut memasuki masa krisis pada 2010, karena jalur itu adalah jalan evakuasi warga dari ancaman erupsi Merapi.

"April tahun kemarin Pak Gubernur (Ganjar Pranowo, red.) ke sini, juga melewati jalan rusak ini. Untuk memperbaiki jalan ini, tentunya tidak perlu menunggu kalau akan terjadi lagi erupsi Merapi," kata Harmuji.

Dengan dukungan lembaga nonpemerintah, pada tahun 2012 masyarakat bergotong royong membuat jalan sepanjang sekitar 750 meter dengan cor beton dari Dusun Grogol menuju Desa Sewukan. Penggalan jalan itu, yang menjadi jalan mereka melakukan prosesi Minggu Palma.

"Sebagai jalan alternatif," kata Sutarto.

Begitu juga dalam homilinya, Romo Sukma mengingatkan tentang kehendak baik Gubernur Ganjar Pranowo untuk meniadakan lubang di berbagai ruas jalan di Provinsi Jawa Tengah.

"Gubernur pernah menargetkan pembangunan agar tidak ada jalan berlubang lagi. Akan tetapi, di sini (Ruas jalur Mangunsoko-Babadan, red.) sudah tidak ada lubang karena semua jalan sudah rusak. Jalan ini harus diperbaiki agar masyarakat merasakan manfaat sebagai pembayar pajak untuk keperluan pembangunan," katanya.

Kondisi jalan yang remuk di dusun setempat, juga menjadi bahan Romo Sukma untuk mengajak umat merefleksikan perjalanan hidup manusia menjadi orang yang baik, yang memang tidak gampang. Begitu juga tentang susahnya mempertahankan hidup sebagai orang baik.

"Selalu ada hambatan, sebagaimana jalan rusak menghambat orang untuk lewat. Dalam perjalanan hidup, tidak selalu bagus dan indah-indah. Perjalanan hidup kita menuju Allah sering terhambat oleh dosa. Yesus yang dielu-elukan sebagai raja memasuki Kota Yerusalem, selanjutnya harus memanggul salib untuk menggenapi kehendak Allah Bapa. Dengan jalan itu, manusia ditebus-Nya dari dosa," katanya.


Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024