Logo Header Antaranews Jateng

Haedar Bakal Perkuat Muhammadiyah Jalankan Islam Berkemajuan

Rabu, 12 Agustus 2015 12:20 WIB
Image Print
Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir. ANTARA FOTO
Pemikiran Haedar yang tertuang dalam banyak tulisan, menampakkan dirinya sebagai sosok berpandangan terbuka dan menjunjung keberagaman di Indonesia.

Pria kelahiran Bandung pada 14 Juli 1963 yang sejak pelajar aktif di Muhamamdiyah ini terobsesi menampilkan wajah pemeluk Islam yang ramah, toleran, dan berperadaban sebagai umat yang berpikiran maju.

Oleh karena itu Haedar bakal memperkuat posisi Muhammadiyah -- ormas Islam terbesar kedua setelah NU di negeri ini -- sebagai gerakan pembaruan dan dakwah yang menempuh jalan moderat. Ideologi Islam Berkemajuan yang direvitalisasi di era kepemimpinan Din Syamsuddin akan dieksplorasi lebih dalam agar bisa menjangkau kepentingan umat yang lebih luas.

Menyimak 12 koleganya yang masuk di jajaran PP Muhammadiyah untuk masa tugas 2015-2020, Haedar kemungkinan tidak akan mengalami kesulitan menyamakan visi dalam membawa persyarikatan yang didirikan Ahmad Dahlan pada 1912 tersebut.

Sebanyak 13 pengurus pusat yang terpilih dalam Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar memiliki pengalaman panjang di Muhammadiyah, bahkan sebagian besar berkiprah di organisasi ini sejak mereka masih pelajar.

"Pengurus yang terpilih terdapat ahli agama, pendidikan, hukum, ekonomi, kesehatan, budaya, politik, kaderisasi, dan dakwah. Semuanya sudah terlatih berorganisasi," ucap eks Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay.

Mereka yang terpilih tersebut juga dikenal sebagai tokoh-tokoh berpikiran terbuka dan mampu menjalin kerja sama dengan berbagai kalangan. Sebagian besar dari mereka berlatar belakang dosen, termasuk Yunahar Ilyas, yang dikenal sebagai ulama.

Oleh karena itu, Haedar yang meraih 1.947 suara -- terbanyak dalam Muktamar di Makassar -- bakal menjadi penerus Ahmad Syafii Maarif dan Din Syamsuddin yang membuka ruang dialog dan kerja sama lintas iman sebagai perwujudan nilai teologis Islam sebagai "rahmatan lil alamin".

Di bawah kepemimpin Din, Muhammadiyah ikut memperkuat citra Islam di Indonesia yang lebih ramah dan toleran melalui beragam forum internasional. Din pula yang mendorong persyarikatan ini melakukan jihad konstitusi terhadap perundangan yang dinilai merugikan publik.

Haedar dalam pidato sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah sudah mewanti-wanti agar anggota Muhammadiyah mengedepankan toleransi kepada pihak-pihak yang tidak sepaham.

Fenomena belakangan ini dinilai ada kecenderungan mengafirkan (takfiri) kelompok yang tidak sepaham. Padahal takfiri, menurut Haedar, bertentangan dengan watak Islam yang menekankan kasih sayang, kesantunan, dan toleransi.

Gejala takfiri belakangan ini bukan lagi berseteru di ranah perdebatan karena dalam beberapa kasus eksesnya diwarnai kekerasan, misalnya, terhadap pengikut Syiah dan Ahmadiyah.

Ia melanjutkan sikap mudah mengafirkan pihak lain disebabkan sejumlah faktor, antara lain, cara pandang keagamaan yang sempit, fanatisme, keangkuhan dalam beragama, hingga akibat pengaruh politisasi agama.

Muhammadiyah dalam rekomendasi tertanggal 7 Agustus 2015 mengajak umat Islam, khususnya warga Persyarikatan, bersikap kritis dengan berusaha membendung perkembangan kelompok 'takfiri' melalui pendekatan dialog, dakwah yang terbuka, mencerahkan, mencerdaskan, serta interaksi sosial yang santun.

Din mengingatkan pentingnya kepengurusan Haedar menjaga jarak agar Muhammadiyah tetap di tengah dan bebas dari pengaruh yang ingin membawa Muhammadiyah ke garis eksklusif atau liberal.

Seperti halnya dengan organisasi besar, warna anggota Muhammadiyah memang tidak monolitik. Spektrum pemikiran dan ideologi para anggota, simpatisan, serta pengurus dari pusat hingga daerah cukup beragam.

Secara sederhana simpatisan dan anggota Muhammadiyah bisa diklasifikasi menjadi tiga warna. Ada yang cenderung eksklusif, moderat, dan ada pula yang liberal.

Namun, mayoritas simpatisan, anggota, dan pengurus Muhammadiyah tetap menginginkan ormas ini berada di tengah dalam dakwah.

Kekhawatiran membawa Persyarikatan ini ke pendulum yang lebih liberal atau eksklusif sama-sama terbuka kendati sejak ormas Islam ini berdiri seabad lalu, para pemimpinnya mampu membawa posisi Muhammadiyah berada di tengah.

Meskipun mengusung gerakan pemurnian akidah dan pembaruan, watak asli Muhammadiyah sejak kelahirannya adalah menoleransi perbedaan, mengedepankan dialog, serta tidak menafikan budaya.

Dokumentasi sejumlah tokoh Muhammadiyah pada awal Persyarikatan ini berdiri menunjukkan aktivis ormas ini tidak mempermasalahkan budaya (Jawa) sehingga banyak di antara mereka, baik laki maupun perempuan, mengenakan busana adat Jawa.

Para tokoh Muhammadiyah sekarang ini pun memilih mengenakan busana nasional ketimbang berjubah atau bersorban. Mereka bisa membedakan di mana kawasan syariah dan muamalah.

Tayangan budaya dalam TVMU milik Muhammadiyah kian menegaskan bahwa Persyarikatan ini tidak antibudaya lokal. Bahkan dalam pembukaan Muktamar di Makassar, Ketua Umum Muhammadiyah dan Ketua Umum Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini memukul bedug.

Pemukulan bedug oleh kedua tokoh puncak tersebut menyiratkan pesan bahwa pemukulan beduk dalam kegiatan kemasyarakatan sah saja.


Islam Berkemajuan
Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Din Syamsudin menghidupkan kembali konsep Islam Berkemajuan. Ideologi ini diletakkan oleh Ahmad Dahlan dengan membangun lembaga pendidikan, kesehatan, sekaligus menyantuni anak yatim serta kaum miskin.

Islam berkemajuan berpijak pada nilai sejati Islam yakni sebagai rahmat sekalian alam serta mendukung pembangunan peradaban. Islam yang memberi kasih sayang kepada umat manusia.

Ahmad Dahlan, kala itu, melihat mayoritas umat Islam di Nusantara tertinggal dan tertindas sehingga untuk mengubah kondisi tersebut, harus melalui penyadaran, antara lain melalui pendidikan dan dakwah yang mencerahkan.

Dunia sekarang ini memang berubah, namun tantangan umat Islam masih relatif sama, yakni banyaknya umat yang hidup dalam kemiskinan, tertinggal, bahkan secara ekonomi politik tidak berdaya menghadapi kekuatan kapitalisme dan liberalisme.

Muhammadiyah sebagaiamana diucapkan Din, terus berkomitmen kuat pada ranah gagasan dan praksis guna mewujudkan wajah Islam Berkemajuan.

Haedar bakal mendapat tugas menantang tersebut, namun Din optimistis Haedar bakal mengembannya. Apalagi Haedar juga termasuk penggodok konsep Islam Berkemajuan.

"Dia (Haedar) sudah lama berkiprah di Muhammadiyah sehingga dia bisa mewujudkan misi Muhammadiyah," kata Din.

"Selama lima tahun ke depan, kami akan mendinamisasi Muhammadiyah agar lebih mencerahkan umat," demikian Haedar Nashir.

Pewarta :
Editor: Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2025