Logo Header Antaranews Jateng

Untuk Resmikan Masjid Gunung Mereka Minta Festivalnya

Jumat, 14 Agustus 2015 19:06 WIB
Image Print
Masjid Al-Mubarok Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang di kawasan Gunung Andong yang diresmikan dalam rangkaian Festival Lima Gunung XIV (14-17 Agustus 2015), Jumat (14/8). (Hari Atmoko/dokumen).
Secara berurutan dari empat penjuru masjid yang seluas 14x14 meter persegi di areal sekitar 20x20 meter persegi di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, mereka bersama-sama melambungkan azan dipimpin pengasuh Pondok Pesantren Bleder, Grabag, Kabupaten Magelang K.H. Khahir.

Suasana menjadi terkesan agung saat kumandang azan di empat penjuru masjid dengan kubah dari aenamel (baja ringan) berdiameter sekitar delapan meter dan tinggi sekitar lima meter dengan gebyok dan mimbar dari kayu jati berukir yang dipesan dari Jepara itu.

Setiap warga bersarung dan berpeci membawa "ambeng" berupa nasi, lauk pauk, dan sayuran, dalam kenduri peresmian masjid yang oleh sang kiai berpengaruh, terutama di kawasan setempat, dimajukan waktunya dari rencana semula, menjadi bertepatan dengan shalad duha, Jumat (14/8).

Malam sebelumnya, Kamis (13/8), mereka yang kehidupan sehari-hari sebagai petani sayuran tersebut, melakukan tirakatan melalui pembacaan tahlil dan mujahadah dipimpin Ustadz Bunyamin dari Dusun Kragon Kulon, Desa Madyogondo, Kecamatan Ngablak hingga menjelang tengah malam.

Dalam pengajian menggunakn bahasa Jawa, Kiai Khahir mengungkapkan syukur warga atas selesainya warga melakukan rehab masjid menjadi megah di pinggir dusun, bertepi areal pertanian milik masyarakat Mantran Wetan.

"Dengan masjid yang megah ini, umat makin tekun beribadah, makin rajin bekerja, bertani, membangun hidup keluarga yang makin kuat, dan mendapatkan berkah melimpah dan rejeki dari Allah SWT," katanya.

Ketua Panitia Pembangunan Masjid Al-Mubarok yang juga Ketua Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Supadi Haryanto saat pembukaan malam tirakatan di masjid setempat menyatakan rencana semula rehab masjid diperkirakan selama dua hingga tiga tahun.

Akan tetapi, katanya, kekuatan persatuan dan kekeluargaan warga setempat membuat rehab masjid tersebut bisa dikerjakan selama sekitar satu tahun, sedangkan total biaya dari iuran warga dan penggalangan amal mencapai sekitar Rp1,2 miliar.

"'Sedaya golong gumeleng ing manah, krentek batos manunggal cipta, rasa, lan karsa. Mugi mbarokahi'. (Semua warga ikhlas bekerja sama, mewujudkan tekad hati membangun masjid. Semoga memberi berkah, red.)," kata Supadi yang juga pimpinan seniman petani Sanggar Andong Jinawi Dusun Mantran Wetan.

Mereka yang setiap hari bekerja membangun masjid yang kini bercat warna-warna cerah dengan latar belakang Gunung Andong (1.726 mdpl) itu, notabene adalah para seniman petani setempat dengan basis kesenian tradisional bernama "Jaran Kepang Papat".

Oleh karena kebanggaan masyarakat yang juga seniman petani, Supadi mengajukan permintaan melalui rapat para petinggi Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) agar agenda kebudayaan tahunan komunitas yang bernama Festival Lima Gunung, yang pada 2015 sebagai ke-14 kalinya, digelar salah satunya di dusunnya di kawasan sejuk Gunung Andong.

Festival Lima Gunung XIV diselenggarakan komunitas dengan inspirator utama budayawan Magelang Sutanto Mendut itu, berlangsung pada 14-17 Agustus 2015. Satu lokasi lainnya untuk festival tersebut di Padepokan Tjipto Boedojo Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, di kawasan Gunung Merapi.

Lokasi penyelenggaraan festival tahunan secara mandiri atau tanpa sponsor, berpindah-pindah dari satu dusun ke dusun lainnya yang menjadi basis kelompok seniman petani yang tergabung dalam komunitas, ditentukan berdasarkan pertemuan para petingginya.

Kalau keputusan lokasi festival di Gunung Andong karena warga setempat sekalian hendak mengungkapkan kebahagiaan hati karena rehab total masjid kebanggaan mereka telah rampung, di Tutup Ngisor karena seniman petani padepokan itu berkewajiban secara kultural menjalani satu di antara empat pementasan wajib, yakni peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI.

Panitia festival di bawah koordinator lapangan Riyadi memperkirakan 800-1.000 orang akan tampil dalam seluruh rangkaian agenda kebudayaan Komunitas Lima Gunung , yang antara lain berupa tarian tradisional, kontemporer, dan kolaborasi, performa gerak, pentas musik, pameran seni rupa, kirab budaya, sarasehan dan pidato kebudayaan, peluncuran buku.

Mereka yang tampil dalam festival tersebut, selain semua kelompok seniman yang tergabung dalam komunitas, juga grup-grup seniman dari desa-desa sekitar lokasi festival.

Selain itu, para seniman dan kelompok-kelompok lain dari berbagai kota di Indonesia dan luar negeri yang selama ini berjejaring dengan Komunitas Lima Gunung.

Puncak peresmian Masjid Al-Mubarok berupa mujahadah dengan menghadirkan sejumlah kiai berpengaruh di kawasan setempat, antara lain K.H. Muhammad Yusuf Chudlori (Ponpes Asrama Perguruan Islam Tegalrejo), K.H. Ismail Ali (Payaman, Secang), K.H. Muhammad Nuruddin (Ngablak), K.H. Umar Rochmad (Kleteran, Grabag), K.H. Kasturi (Grabag), Kiai Makmun (Grabag), Kiai Said Tholhah (Grabag), Kiai Nasikin (Ngablak), dan Kiai Agus (Janggelan, Ngablak).

Ribuan warga desa-desa di sekitar Gunung Andong, baik laki-laki, perempuan, tua, muda, remaja, pemuda, dan anak-anak, setelah shalad Jumat siang itu, seakan tumpah ruah di masjid dan jalan beraspal sekitarnya untuk mengikuti pengajian akbar.

Para kiai menyampaikan tausyiah masing-masing tentang pentingnya meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dan bekerja dengan tekun mengolah potensi alam pertanian yang menjadi karunia Tuhan kepada umat.

"Warga Mantran Wetan bersyukur karena persatuan dan kesatuan masyarakat akhirnya mampu menyelesaikan pembangunan masjid yang megah ini," kata K.H. Umar Rochmad.

Ia mengatakan aktivitas masyarakat dalam berkesenian dan kebudayaan tidak meninggalkan kewajiban mereka untuk melaksanakan shalad dengan tekun dan khusyuk.

"Setelah bermain ketoprak, saatnya shalad maka harus beribadah. Kesenian itu juga penting, tetapi jangan melupakan shalad," katanya.

Kiai Haji Muhammad Yusuf Chudroli (Gus Yusuf) yang juga pemuka spiritual Komunitas Lima Gunung juga menyatakan para seniman petani komunitas itu mengolah kesenian rakyat mereka namun juga bertekun dalam menjalankan ibadahnya.

"Kawan-kawan Lima Gunung ini ya jatilan ya soreng (menari jatilan dan soreng, red.), tetapi begitu mendengar azan, mereka menghentikan keseniannya untuk melaksanakan shalad," katanya.

Peresmian masjid dusun setempat dalam rangkaian Festival Lima Gunung XIV menjadi ungkapan syukur atas nikmat Allah SWT karena segala upaya pemikiran, biaya, semangat guyup dan rukun, serta bergotong-royong pada akhirnya berhasil mewujudkan pembangunan "Rumah Allah" tersebut.

"Tantangan yang lebih berat lagi, bagaimana membuat masjid menjadi semakin ramai oleh umat yang berjamaah melaksanakan kewajiban shalad," ujarnya dalam bahasa jawa.

Umat Islam yang rajin shalad, katanya, akan mendapat berkah melimpah sebagaimana nama masjid setempat, Al-Mubarok, dan hidup sehari-hari dengan tenteram serta sejahtera.

Kepala Desa Girirejo Slamet Riyadi mengakui semangat warga setempat dengan komunitas seniman petaninya (Sanggar Andong Jinawi) sebagai bagian dari Komunitas Lima Gunung dialirkan untuk bersama-sama membangun Masjid Al-Mubarok dusun setempat.

"Berangkat dari kesenian. Festival Lima Gunung ini menjadi sarana mereka untuk mengungkapkan syukur. Sebagai pemerintah desa dan pribadi, saya memberikan apresiasi. Semoga ini menjadi motivasi bagi dusun-dusun lainnya," katanya.

Pesta kebudayaan seniman petani komunitas itu, menjadi ungkapan warga untuk meluapkan syukur dan menumpahkan gembira karena peresmian masjid mereka di kawasan Gunung Andong akan menjadi ingatan bersama selamanya oleh karena tertera dalam catatan Festival Lima Gunung tahun ini.


Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025