Menepis Ketidakpastian Pembangunan PLTU Batang
Senin, 14 September 2015 07:42 WIB
Pro dan kontra terhadap pembangunan PLTU Batang masih sering dijumpai sehingga pembangunan proyek ketenagalistrikan terbesar se-Asia Tenggara itu tertunda hingga empat tahun.
Sebagian warga kontra pembangunan PLTU menyampaikan pendapatnya bahwa proyek itu akan membawa dampak terhadap lingkungan laut, pencemaran udara, kehilangan mata pencaharian, dan hingga masalah harga lahan.
Kendati demikian, sebagian besar warga juga menyampaikan pendapatnya bahwa proyek PLTU akan membawa dampak positif terhadap kemajuan pembangunan daerah, perekonomian warga, dan kelancaran pasokan listrik di Pulau Jawa dan Bali.
Menyikapi masalah pro dan kontra pada warga terdampak PLTU, pemerintah berusaha memberikan kebenaran informasi dan sosialisasi terkait dengan dampaknya meski hal itu sepenuhnya mendapat tanggapan sebagian kecil warga.
Pemerintah melalui PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang kini mengambilalih pembebasan lahan terus melakukan pendekatan terhadap warga atau pemilik lahan yang belum mau membebaskan lahannya.
Melalui pendekatan kultural, negoisasi harga tanah, hingga pemberian bantuan "corporate social responsibility" sudah dilakukan berulang kali dengan harapan warga segera menerima penawaran harga tanah sebelum dilakukan sistem konsinyasi.
Saat ini, masih sekitar 92 bidang tanah dengan luas 125.809 meter persegi dari lahan yang dibutuhkan PLTU 226 hektare yang belum bisa dibebaskan oleh Pemerintah.
Sekretaris Daerah Kabupaten Batang Nasikhin mengatakan bahwa pemerintah sudah melakukan pertemuan atau penawaran dengan pemilik lahan hingga tiga kali untuk menentukan kesepakatan harga lahan.
"Oleh karena itu, kami masih menunggu sanggahan dari pemilik lahan apakah mau menerima penawaran harga dari pemerintah atau tidak hingga 22 September mendatang," katanya.
Menurut dia, jika nantinya pemilik lahan tidak menerima penawaran harga tanah, pemerintah segera memberlakukan sistem konsinyasi (penitipan uang ganti rugi di pengadilan, red.) sebagai upaya mempercepat pembebasan sisa lahan PLTU.
Pemerintah Tidak Goyah
Mendesaknya kebutuhan masyarakat secara nasional terhadap pasokan listrik, pemerintah hampir memastikan proyek PLTU Batang, yang berada di tiga desa, yaitu Desa Ujungnegoro, Karanggenang, dan Ponowareng, tetap dibangun di lokasi itu.
Bahkan, untuk menepis ketidakpastian kelanjutan proyek pembangunan ketenagalistrikan itu, Presiden RI Joko Widodo saat berkunjung ke lokasi warga desa terdampak pada tanggal 28 Agustus 2015 telah memerintahkan agar PLTU segera dibangun.
Presiden Joko Widodo mengingatkan pada semua pihak untuk menyelesaikan masalah pembangunan PLTU Kabupaten Batang dengan cara-cara baik.
"Manfaat listrik itu tidak hanya untuk kepentingan industri atau hotel saja, tetapi juga untuk belajar anak-anak dan keperluan nelayan," katanya.
Saat berkunjung ke lokasi PLTU, Presiden juga mengingatkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak mencukupi untuk memenuhi pembiayaan pembangunan PLTU sehingga pemerintah perlu menggandeng investor.
"Oleh karena itu, pembangunan PLTU yang sempat tertunda empat tahun ini harus segera dibangun. Saya sudah memanggil menteri agar pembangunan PLTU segera dimulai," katanya.
Pembangkit listrik tenaga uap itu nantinya akan dialirkan ke pelosok Pulau Jawa dan Bali agar rakyat bisa menikmati manfaat listrik.
Kepastian proyek pembangunan PLTU Batang itu juga disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga telah menargetkan pembebasan sisa lahan sekitar 1,9 persen dari lahan yang dibutuhkan seluas 226 hektare akan selesai 1 bulan ini (September 2015, red.).
Target penyelesaian sisa lahan yang belum bisa dibebaskan tersebut juga disampaikan Gubernur Ganjar Pranowo kepada Presiden Joko Widodo saat berada di lokasi PLTU, 28 Agustus 2015. Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan bahwa pembangunan PLTU di Kabupaten Batang memang belum sepenuhnya selesai 100 persen.
"Akan tetapi, kami optimistis pembangunan PLTU Batang akan berjalan dengan baik. Saat ini masih tersisa 1,9 persen yang masih bermasalah," katanya.
Ia mengatakan bahwa saat ini pemerintah melalui PLN dibantu penegak hukum masih terus menyelesaikan proses yang dihadapi warga di tiga desa itu.
"Kami tidak mau melukai hati masyarakat. Akan tetapi, ini proyek pemerintah sehingga warga akan kami beri ganti untung," katanya.
Setelah adanya kunjungan Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat ke lokasi PLTU, relatif banyak warga yang memberikan dukungan pada pemerintah agar proyek ketenagalistrikan itu secepatnya dibangun.
Warga tiga desa terdampak pembangunan PLTU Batang menyambut positif setelah dimulainya proyek pembangunan ketenagalistrikan berkapasitas 2 X 1.000 megawatt itu dengan cara melakukan selamatan atas kepastian dimulai proyek PLTU.
Koordinator massa pro-PLTU Ananta Mahendra mengatakan bahwa kedatangan Presiden RI Joko Widodo untuk meresmikan tanda dimulainya proyek pembangunan PLTU Batang telah membawa kabar positif kepada warga terdampak.
"Oleh karena itu, sebagai wujud bersyukur kami akan mengadakan selamatan telah dimulainya proyek pembangunan PLTU Batang," katanya.
Menurut dia, warga terdampak menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden RI Joko Widodo yang telah mendukung terbangunnya PLTU terbesar se-Asia Tenggara itu.
"Kami sadar keberadaan PLTU akan membawa kesejahteraan bagi warga Kabupaten Batang dan Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, warga siap mendukung program pemerintah ini, apalagi keberadaan PLTU dipastikan akan membawa kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Batang," katanya.
Pembebasan sisa lahan milik warga kini diperkirakan hanya menunggu bulan September 2015, kemudian pemerintah akan melakukan pembangunan PLTU Batang yang ditargetkan selesai pada tahun 2018.
Pewarta : Kutnadi
Editor:
M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025