Analis: Botoh Pilkada Akibat Demokrasi Belum Mapan
Kamis, 12 November 2015 14:51 WIB
Teguh yang juga alumnus Flinders University Australia dalam diskusi yang diselenggarakan Lembaga Pemantau Pemilu (LPP) PWI Provinsi Jawa Tengah menekankan, "botoh hidup dalam kerangka 'underground' politik, politik di bawah permukaan."
Ia lantas mengklasifikasi botoh, yakni botoh kelas besar yang nilainya miliaran rupiah dan botoh kelas kecil dengan risiko dan nominal yang kecil.
"Mungkin ini akan lebih banyak terjadi di 21 pilkada serentak, 9 Desember mendatang," kata Teguh yang juga dosen ilmu pemerintahan Undip Semarang.
Dalam diskusi yang dimoderatori Redaktur LKBN ANTARA D.Dj. Kliwantoro, dia mengemukakan bahwa botoh bisa bermain di dalam dengan kandidat maupun di luar dengan cara taruhan politik.
Oleh karena itu, Teguh memandang perlu penguatan pemilih cerdas, rasional, dan loyalis sehingga mereka tidak mempan iming-iming botoh.
Sementara itu, Ketua Komisi A (Bidang Pemerintahan dan Hukum/Perundang-undangan) DPRD Provinsi Jawa Tengah Fuad Hidayat, S.Sos., M.Si. mengemukakan botoh merupakan manifestasi laten dari budaya sebagian masyarakat yang sangat menyukai judi.
"Sejarah botoh sangat panjang, mulai dari pemilihan kepala desa hingga sekarang terlibat dalam pilkada langsung. Nalar masyarakat masih mempercayai akurasi hitungan para botoh," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Pembicara lain, Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Teguh Purnomo, S.H., M.Hum. memandang perlu memublikasikan terkait dengan temuan, termasuk perjudian atau gambling dalam pilkada.
"Sanksi sosial dan moral ini akan berpengaruh terhadap pemilih ketika yang bersangkutan berada di bilik suara. Mereka kemungkinan besar tidak akan memilih peserta pilkada yang melibatkan botoh dalam meraih kemenangannya," kata Teguh.
Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah Amir Machmud N.S. yang juga tampil sebagai pembicara mengatakan bahwa mulai pilkada hingga pilpres belum pernah secara spesifik mengungkap botoh secara tuntas.
Oleh karena itu, dia memandang perlu pers melakukan kegiatan investigatif guna membongkar praktik perjudian dalam pilkada.
Ia menegaskan bahwa pemberitaan terkait dengan temuan harus kontinu atau tidak cukup sekali, tetapi pemberitaannya harus tuntas.
Pewarta : Kliwon
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024