Logo Header Antaranews Jateng

Longsor Clapar Tingkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Bencana

Selasa, 5 April 2016 08:47 WIB
Image Print
Seorang warga melintasi lokasi longsor di Desa Clapar, Madukara, Banjarnegara, Jateng, Sabtu (26/3). Longsor yang terjadi secara merayap dan perlahan seluas lima hektare, mengakibatkan 196 rumah warga rusak dan 14 diantaranya rusak berat, serta 159 o
Meskipun bencana serupa pernah terjadi pada 2009, warga setempat menganggap kejadian tersebut sebagai hal biasa.

Bahkan, sebagian warga korban longsor 2009 yang telah direlokasi pun kembali bermukim di daerah rawan bencana itu.

Akan tetapi dengan bencana longsor dan tanah bergerak di penghujung Maret 2016, masyarakat semakin mawas diri dan meningkatkan kesiapsiagaan dengan bersedia untuk mengungsi ke tempat yang aman.

"Awalnya, warga enggan untuk mengungsi namun akhirnya kami paksa mengungsi sejak Sabtu (26/3). Apalagi saat bekerja bakti pascalongsor Jumat (25/3), terjadi gerakan tanah yang cukup kuat sehingga warga panik," kata Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Catur Subandrio.

Menurut dia, warga selanjutnya mengaitkan kejadian tersebut dengan bencana longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, yang terjadi pada Jumat, 12 Desember 2014, sehingga warga akhirnya bersedia untuk mengungsi.

Ia mengakui jika ada tiga keluarga yang sebelumnya tidak mau mengungsi namun akhirnya menuruti perintah BPBD Banjarnegara.

"Apalagi sudah banyak rumah yang roboh, mereka akhirnya mau untuk mengungsi," katanya.

Ketua RT 02 RW 01 Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Musafik mengatakan bahwa sebelum terjadi longsor, warga pada hari Kamis (24/3), sekitar pukul 21.00 WIB, merasakan adanya gerakan tanah sehingga mereka keluar rumah masing-masing dan melihat ada rekahan-rekahan tanah.

Menurut dia, kejadian tersebut selanjutnya dilaporkan ke Kepala Desa Clapar hingga akhirnya warga Dusun Asinan khususnya RT 02 RW 01 untuk segera mengungsi.

"Malam itu, warga segera mengevakuasi beberapa harta benda mereka termasuk ternak. Pagi harinya, rekahan tanah itu semakin panjang dan terus memanjang, lebih parah," kata dia yang rumahnya hanya beberapa meter dari ujung jalan desa yang putus akibat longsor.

Ia mengatakan bahwa ruas jalan desa di depan rumahnya itu benar-benar putus sejak hari Senin (28/3).

Dia mengakui bahwa pada 2009 pernah terjadi bencana longsor namun warga yang menjadi korban longsor enggan mengungsi.

"Bahkan, mereka telah disediakan lahan relokasi untuk tempat tinggal. Namun mereka enggak mau. Ini salah kami sendiri, kalau dulu mau pergi semua pasti sudah bisa diantisipasi," katanya.

Salah seorang warga Desa Larangan, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara, Nurrohman Mistar mengaku sejak bencana itu terjadi, tinggal di rumah mertuanya yang tercatat sebagai warga Desa Clapar.

Menurut dia, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang terjadi meskipun rumah mertuanya tidak berada di lokasi longsor.

"Kalau malam di sini, siang hari paling tidak dua sampai tiga kali ke sini," katanya.

Ia mengatakan bahwa saat kejadian longsor pada 2009, warga Desa Clapar khususnya yang menjadi korban bencana sulit untuk dipindahkan.

Bahkan sampai sekarang, kata dia, warga yang rumahnya terkena longsor pun banyak yang tidak mau dipindahkan ke lokasi yang lebih aman.

Menurut dia, kejadian longsor dan tanah bergerak di Desa Clapar tidak seperti di Dusun Jemblung karena gerakan tanahnya sangat lambat.

"Kejadian yang bikin geger warga itu hari Jumat (25/3) sehingga mobil yang masih di dalam rumah langsung dikeluarkan. Kalau enggak langsung dikeluarkan, mungkin masih di situ," kata dia sambil menunjukkan beberapa bangunan rumah yang hancur dan jalan yang terputus akibat longsor.

Saat itu, kata dia, kondisi jalannya masih retak-retak sehingga dapat digunakan untuk menyelamatkan mobil maupun harta benda lainnya.

Ia mengaku khawatir terjadi longsor susulan karena gerakan tanah kadang masih terjadi sehingga untuk sementara tetap berada di rumah mertua untuk membantu jika mereka harus dievakuasi.

Menurut dia, banyak warga yang menduga jika gerakan tanahnya terjadi sangat cepat, bencana tanah longsor di Desa Clapar jauh lebih besar jika dibanding dengan Jemblung.

"Untungnya gerakan tanahnya lambat sehingga warga masih bisa menyelamatkan diri termasuk harta benda mereka," katanya.


Relokasi
Saat mengunjungi lokasi bencana longsor dan tanah bergerak di Desa Clapar pada 26 Maret 2016, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan bahwa korban bencana tersebut harus direlokasi.

Ia mengatakan jika kondisi tanahnya labil sebenarnya warga bisa dipindahkan sebelum kejadian longsor atau tanah bergerak.

Akan tetapi, kata dia, tidak mudah untuk memindahkan dalam kondisi tidak ada apa-apa.

"Biasanya orang mau pindah kalau kemudian terjadi suatu aksi. Dalam hal ini umpama bencana gempa, longsor, banjir, dan macam-macam," katanya.

Oleh karena sekarang sudah terjadi bencana, kata dia, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara diminta segera menyiapkan tempat untuk relokasi seperti pascabencana longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar.

"Saya kira pengalaman Jemblung, menurut saya bagus dan masyarakat cepat mendukung semuanya. Tadi saya sampaikan kepada ibu-ibu yang ada di sini, apakah rela nantinya dipindahkan," katanya.

Menurut dia, semuanya semangat dan tidak ada yang menolak untuk direkokasi.

Dengan demikian, kata dia, pemerintah akan cepat dan serius dalam menyiapkan lahan untuk relokasi termasuk membuatkan rumah bagi warga korban bencana di Desa Clapar.

Terkait lahan relokasi tersebut, Kepala Pelaksana Harian BPBD Banjarnegara Catur Subandrio mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkannya di Dusun Sinanjar, Desa Clapar dan telah disurvei oleh tim dari Badan Geologi Bandung.

"Secara lisan, Badan Geologi menyatakan lahan tersebut layak untuk relokasi. Lahan bakal relokasi tersebut merupakan tanah kas desa sehingga nantinya harus dilakukan tukar guling," katanya.

Menurut dia, pihaknya akan mengajukan surat ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar bisa menggunakan dana siap pakai dalam pelaksanaan relokasi tersebut.

Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa penanganan evakuasi dan antisipasi bencana tanah longsor di Desa Clapar sudah berjalan sangat baik.

"Ini evakuasinya sangat bagus sehingga kita bisa menghindarkan korban jiwa. Artinya langkah antisipasi dan evakuasinya berjalan sangat baik," kata Khofifah usai meninjau lokasi dan korban longsor di Banjarnegara, Jumat (1/4).

Meski ada 20 rumah yang tertimbun longsor, dia mengatakan bahwa tidak terdapat korban jiwa dan harta benda warga juga masih bisa diselamatkan.

Dalam kesempatan tersebut, Mensos memberikan bantuan kepada korban longsor berupa logistik lauk pauk, beras, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, peralatan sekolah, peralatan mandi anak dan bayi, bantuan lansia, dan pencairan dana Program Keluarga Harapan (PKH) dengan total nilai Rp333 juta.

Berdasarkan data dari Posko Aju Clapar BPBD Banjarnegara, hingga hari Minggu (3/4), pukul 18.00 WIB, kondisi di area terdampak longsor belum terlihat kembali tanda-tanda pergerakan tanah.

"Secara visual, untuk kondisi area terdampak masih seperti kondisi hari sebelumnya," kata Koordinator Tim Reaksi Cepat BPBD Banjarnegara Andri Sulistyo.

Kendati demikian, dia mengatakan bahwa BPBD Banjarnegara bersama instansi terkait lainnya dan relawan terus melaksanakan sosialisasi penanggulangan bencana kepada warga Desa Clapar.

Menurut dia, salah satu hasil dari sosialisasi tersebut berupa pembentukan kembali kepengurusan kelompok masyarakat (pokmas) penanggilangan bencana.

"Dengan direvisinya kepengurusan pokmas tersebut, masyarakat setempat diharapkan mengenal dan mampu mandiri dalam penanganan penanggulangan bencana," katanya.

Selain kegiatan sosialisasi, kata dia, ada juga kegiatan lain yang berjalan secara rutin seperti pelayanan kesehatan, penyaluran logistik, serta pemetaan dan pemantauan lokasi terdampak.

Terkait jumlah pengungsi, dia mengatakan bahwa hingga hari Minggu (3/4) tercatat sebanyak 99 keluarga yang terdiri atas 338 jiwa.

Menurut dia, jumlah bangunan yang mengalami kerusakan masih tetap, yakni 20 rumah rusak berat, tujuh rumah rusak sedang, dan lima rumah rusak ringan.

Pewarta :
Editor: Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2025