
Menpan: Rasionalisasi Pegawai Tak Semena-Mena
Jumat, 29 April 2016 18:56 WIB

"Namun, kalau ada pegawai yang tidak masuk kerja 200 hari apa masih dipertahankan, tentu tidak kan, padahal ini banyak kejadian," katanya usai meninjau pelayanan publik di Polres Magelang, Jawa Tengah, Jumat.
Ia menuturkan nanti akan ada standarisasi, diaudit kepegawaian secara nasional dan ada empat kuadran kategori pegawai pemerintah, yakni produktif dan kompeten, produktif tidak kompeten, tidak produktif tetapi kompeten, dan tidak produktif tidak kompeten.
Ia mengatakan pegawai yang suka bolos, jarang masuk kerja, kerjanya asal-asalan itu banyak, maka Kemenpan RB sudah menginstruksikan ke seluruh pejabat pembina kepegawaian di pusat dan daerah untuk melakukan inventarisasi dan audit kepegawaian di dalam melakukan pemetaan mana yang melanggar aturan kepegawaian selama ini jangan ragu-ragu untuk diusulkan diberhentikan.
"Hal ini sudah kami sebarluaskan pemberitahuannya sebulan yang lalu dan sepanjang tahun 2016 ini kajian kebijakan untuk melakukan rasionalisasi kepegawaian sedang dimatangkan, dan 2017 mudah-mudahan dimulai sehingga dalam waktu kurun tiga tahun ke depan bisa menyusutkan jumlah pegawai sesuai dengan kebutuhan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas, kompeten, profesional dan berwawasan visioner.
Ia mencontohkan kantor wali kota ada lima orang pegawai, pertama yang mengurusi surat-surat dan koran, kedua kerjanya hanya mengangkat telepon dan menerima tamu, ketiga bagian mengantar surat, keempat mengetik surat, kelima bagian keuangan. Ke depan harus dicari seorang pegawai yang multifungsi talenta.
"Cari saja seorang sekretaris yang bisa komputer, yang bisa terima telepon dan mengerti internet serta akuntansi, sehingga dari lima orang itu bisa dipangkas cukup tinggal dua. Ini efisiensi besar-besaran,"
Ia menuturkan di China dalam 10 tahun terakhir mengurangi pegawainya 48 persen, kalau Indonesia merencanakan pengurangan pegawai 25-30 persen apalagi dalam waktu yang ditentukan, direncanakan ini bukan sesuatu yang mengagetkan.
Menyinggung moratorium pegawai, dia mengatakan hal itu belum ditentukan sampai kapan, tetapi moratorium itu sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari, mengingat saat ini pemerintah harus berhemat di dalam menggunakan anggarannya dan konsekuensinya anggaran belanja pegawai juga harus dihemat tidak boleh boros, karena pemerintah tidak memiliki uang yang cukup untuk terus menerus menambah pegawai pemerintah.
Menurut dia salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka efisiensi belanja pegawai adalah dengan moratorium sehingga di dalam pemerintahan saat ini tingkat pertumbuhan negatif untuk pengadaan pegawai.
Ia menyebutkan jumlah sekarang 4.517.000 orang yang akan pensiun hingga 2019 kira-kira 520.000, maka yang menggantikannya tidak akan melampaui jumlah yang pensiun, jadi sudah pasti tingkat pertumbuhan negatif.
"Kami hanya mengisi kebutuhan pegawai untuk sektor pendidikan, kesehatan, penegak hukum, sekolah kedinasan, dan instansi-instansi yang relevan dengan fokus pembangunan nawacita, yaitu pembangunan sektor pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum/infrastruktur, pangan, dan terakhir sektor pendukungnya reformasi birokrasi," katanya.
Ia mengatakan kalau daerah memerlukan pegawai untuk pendidikan, kesehatan, penegak hukum tetap dipenuhi, kalau daerah perlu jabatan fungsional khusus misalnya penyuluh pertanian, ahli tata kota tentu dipenuhi karena untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan daerah.
"Tetapi kalau tenaga administratif tentu tidak, sangat selektif dilakukan. Misalnya perlu penjaga kantor, hal ini cukup tenaga outsourcing atau lainnya," katanya.
Ia menyebutkan jumlah anggaran belanja pegawai secara nasional 33,8 persen dari APBN. Biasanya pengadaan pegawai itu diikuti oleh belanja barang dan belanja modal yang terkait dengan pegawai.
"Kalau belanja barang, belanja modal plus belanja terkait pegawai digabungkan maka anggaran pembangunan akan semakin kecil kalau terus menambah pegawainya. Apalagi lebih dari 215 kabupaten/kota anggaran belanja pegawainya di atas 50 persen atau hampir separoh kabupaten/kota ini belanja pegawainya sudah sangat tinggi atau sudah lampu kuning," katanya.
Di Jawa Tengah hanya empat daerah yang belanja pegawainya di bawah 50 persen, antara lain Kabupaten Purworejo.
"Semua harus diefisienkan, caranya dengan penataan kelembagaan, struktur pemerintahan dibuat seramping mungkin sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang tepat sasaran. Kemudian dilakukan audit dan evaluasi kinerja pegawai secara menyeluruh sehingga diketahui pegawai ada dan tidak ada itu harus jelas," katanya.
Pewarta : Heru Suyitno
Editor:
hernawan
COPYRIGHT © ANTARA 2025