Logo Header Antaranews Jateng

Festival Sinona Antarkan Purwokerto Menuju "Smart City"

Rabu, 16 November 2016 06:32 WIB
Image Print
Bupati Banyumas Achmad Husein secara simbolis menyerahkan kartu uang ektronik Brizzi kepada pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda K.H. Hanan Masykur di SMK Mitahul Huda Desa Pesawahan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (24/10). (Foto: Sumarwot
Purwokerto, Antara Jateng - Kantor Pewakilan Bank Indonesia Purwokerto, Jawa Tengah, akhir bulan Oktober 2016, meluncurkan Festival Sinona (transaksi nontunai) sebagai salah satu upaya mendukung Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT).

Berbeda dengan peluncuran produk perbankan atau kegiatan perekonomian lainnya yang sering kali dilaksanakan di pusat-pusat perbelanjaan, hotel, dan sebagainya, Festival Sinona justru diluncurkan Kantor Pewakilan BI Purwokerto di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Desa Pesawahan, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, 24 Oktober 2016.

Pemilihan lokasi peluncuran Festival Sinona itu bukan tanpa alasan karena selain dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional, pengelolaan keuangan di lingkungan pesantren selama ini secara konvensional, yakni secara tunai.

Kepala Kantor Pewakilan BI Purwokerto Ramdan Denny Prakoso mengatakan bahwa penerapan transaksi nontunai di lingkungan pondok pesantren akan mempermudah pengasuh pesantren dalam mengelola uang kiriman dari orang tua santri.

Dalam hal ini, kata dia, orang tua santri cukup mengirim uang ke rekening dan nantinya pengelola tidak akan kesulitan mengatur uang untuk biaya pendidikan, termasuk uang jajan santri.

Menurut dia, hal itu disebabkan setiap santri akan menerima sebuah kartu yang berfungsi sebagai uang elektronik (e-money) sehingga pengasuh pesantren tidak lagi kesulitan mencari uang tunai.

"Kartu tersebut bisa untuk jajan di kantin karena telah dipasang alat EDC (electronic data capture)," katanya.

Uang elektronik yang digunakan oleh santri Pondok Pesantren Miftahul Huda merupakan produk dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), yakni Kartu Brizzi yang diberi logo lembaga pendidikan itu.

Sementara itu, Pimpinan Cabang BRI Ajibarang Rahadi Kristiyono mengatakan bahwa pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda akan diberi perangkat untuk mengelola keuangan berupa cash management system (CMS) yang terkoneksi langsung dengan BRI Pusat secara "real time" sehingga dapat mengakses setiap pengiriman uang dari orang tua santri.

"Setiap orang tua santri yang mengirimkan uang akan mendapat kode unik sehingga uang tersebut dapat ketahui untuk siapa. Nanti, pesantren bisa mengatur besaran uang pendidikan, uang makan, dan uang jajan masing-masing santri," katanya.

Kartu Brizzi
Dengan adanya CMS, kata dia, pengelolaan keuangan untuk santri dapat tercatat dengan baik, sedangkan untuk uang jajan, santri akan menggunakan Kartu Brizzi yang merupakan uang elektronik yang telah disediakan BRI.

Selain di lingkungan pesantren, penggunaan transaksi nontunai juga diperkenalkan Kantor Pewakilan BI Purwokerto kepada pedagang di Pasar Manis, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, melalui konsep "smart traditional market" yang diluncurkan pada tanggal 26 Oktober 2016.

Dalam kegiatan yang menjadi bagian dari Festival Sinona itu, Kantor Pewakilan BI Purwokerto menggandeng kembali BRI untuk melayani transaksi nontunai di Pasar Manis dengan menggunakan Kartu Brizzi.

Pimpinan Cabang BRI Purwokerto Edison Tampubolon mengatakan bahwa pihaknya siap mendukung program yang dilaksanakan Bank Indonesia.

"Kami siap mendukung terus program BI. Peralatan dan teknis, kami siap," katanya.

Ia mengakui mesin EDC yang digunakan pedagang Pasar Manis hanya bisa untuk melayani Kartu Brizzi, tidak bisa untuk uang elektronik dari bank lain sehingga harus menggunakan EDC bank penerbit kartu tersebut.

"Kalau kartu ATM atau kartu kredit yang lain, bisa," jelasnya.

Terkait dengan mesin EDC yang digunakan oleh pedagang hanya EDC milik BRI, Edison mengatakan bahwa jika waktu perencanaan kegiatan tersebut minimal 6 bulan, kemungkinan akan diikuti oleh perbankan lain.

Menurut dia, saat itu hanya BRI yang siap untuk mendukung kegiatan tersebut sehingga segera ditindaklanjuti dengan penyediaan 20 mesin EDC bagi pedagang.

"Waktunya hanya 1 bulan, kami bahas dengan Pak Denny (Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto Ramdan Denny Prakoso, red.), dan langsung ditindaklanjuti," katanya.

Penerapan transaksi nontunai melalui konsep "smart" pondok pesantren dan "smart traditional market" merupakan dua kegiatan dalam rangka Festival Sinona yang telah dan akan digelar Kantor Pewakilan BI Purwokerto hingga Desember 2016.

Kota Cerdas
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan langkah awal untuk mengantarkan Kabupaten Banyumas, khususnya Kota Purwokerto menuju "smart city" atau kota cerdas.

Kepala Kantor Pewakilan BI Purwokerto Ramdan Denny Prakoso perwujudan "smart city" atau kota cerdas pada suatu daerah memerlukan proses yang panjang dan bertahap.

"Satu tahap di antaranya dengan mengimplementasikan 'smart economy' yang merupakan salah satu elemen penting dalam pengembangan 'smart city'," katanya.

Menurut dia, "smart economy" atau ekonomi cerdas merupakan salah satu pendekatan dalam memberikan solusi terhadap permasalahan ekonomi di daerah yang salah satu caranya dengan memaksimalkan fungsi teknologi berupa elektronifikasi.

Kota cerdas merupakan konsep perencanaan kota dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang akan membuat hidup lebih mudah dan sehat dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi serta mampu memecahkan masalah fisik, sosial, dan ekonomi dengan teknologi serta sumber daya yang ada pada kota atau daerah tersebut.

Ekonomi cerdas (smart economy) merupakan pendekatan pemecahan masalah ekonomi daerah dengan membuka akses informasi yang luas sehingga meningkatkan peluang warga untuk melakukan aktivitas ekonomi yang efektif dan efisien dengan mereduksi biaya operasional lebih minimal, lebih produktif, dan tumbuh dalam konteks berkelanjutan.

"Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung makin meningkat," kata Denny.

Dalam pengembangan kota cerdas, khususnya yang berkaitan dengan ekonomi cerdas, dilakukan elektronifikasi atau suatu upaya untuk mengubah transaksi dari manual menjadi elektronik, dari metode pembayaran tunai menjadi nontunai, serta dari ekslusif menjadi inklusif.

"Pada bulan Oktober s.d. Desember 2016, akan dijadikan momentum untuk menuju 'smart economy-smart city' dengan meluncurkan beberapa program elektronifikasi di Kabupaten Banyumas khususnya kota Purwokerto," katanya.

Rencana untuk mewujudkan "smart economi-smart city" di kota Purwokerto melalui penerapan transaksi nontunai pun mendapat dukungan dari Bupati Banyumas Achmad Husein.

Menurut dia, penggunaan transaksi nontunai lebih mudah karena tidak perlu membawa uang tunai dan aman dilakukan masyarakat.

"Tidak perlu mengantongi uang, cepat, dan praktis," tegasnya.

Ia mengharapkan penerapan transaksi nontunai di Pasar Manis dapat sukses 100 persen sehingga dapat diikuti oleh pasar-pasar lain di Banyumas.

Terkait dengan itu, dia mengatakan bahwa pihaknya akan terus menggelorakan transaksi nontunai di Kabupaten Banyumas.

Bahkan, pihaknya berencana pada tahun 2017, penggunaan transaksi nontunai di pasar tradisional akan mendapatkan hadiah.

"Selain mudah, cepat, dan aman, akan dapat hadiah," ujarnya.


Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025