Ketua MA: Jangan dorong hakim agung idap penyakit ME/CFS
Hakim yang jumlahnya terbatas itu kalau terus-menerus dipaksa bekerja, bukan tidak mungkin mereka akan kelelahan, bahkan ....
Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H. berpesan agar jangan dorong hakim agung di Mahkamah Agung (MA) mengidap penyakit kelelahan parah atau ensefalomielitis mialgik (ME) atau sindrom kelelahan kronis (CFS) karena jumlah hakim dan jumlah perkara yang mereka tangani tidak sebanding.
Dalam rilis yang dikirim Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum., Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Kamis malam, Ketua MA menyampaikan hal itu ketika menerima audiensi Ubhara Jaya di Kantor MA, Jakarta, siang tadi.
Prof. Sunarto lantas menyebutkan jumlah hakim agung di MA hanya 42 orang, sedangkan jumlah perkara harus mereka tangani puluhan ribu perkara. Hingga akhir tahun 2024, misalnya, pihaknya mampu menyelesaikan putusan perkara sekitar 30.390 dari 31.640 perkara.
"Artinya hakim yang jumlahnya terbatas itu kalau terus-menerus dipaksa bekerja, bukan tidak mungkin mereka akan kelelahan, bahkan gagal fokus atau dapat mengidap penyakit sindrom kelelahan kronis," kata Ketua MA mengutip rilis dari Ubhara Jaya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung (MA) Pasal 4, disebutkan bahwa susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota MA adalah hakim agung.
Sesuai dengan UU MA, jumlah hakim agung paling banyak 60 orang. Namun, lanjut Prof. Sunarto, hingga saat ini sudah 21 tahun, jumlahnya tidak ditambah, sementara jumlah kasus tiap hari terus menumpuk.
"Maka, saya katakan, kalau ada hakim yang ketemu dengan teman atau saudaranya tidak menegur terlebih dahulu atau lama merespons jika diajak bicara, itu bukan sombong, tetapi saking sibuknya sehingga pikirannya hanya kasus dan bagaimana selesaikan perkara secara adil," kata Prof. Sunarto.
Ketika menjawab pertanyaan kenapa tidak ditambah, dia mengatakan bahwa hal itu urusan Komisi Yudisial (KY) yang tugasnya mengusulkan hakim agung agar lebih imbang antara jumlah kasus dengan jumlah yang menangani seiring dengan peningkatan jumlah perkara yang masuk ke MA.
Baca juga: Ubhara Jaya undang pakar untuk menakar masa depan penegakan hukum Indonesia
Baca juga: Hakim Agung: Teknologi informasi dukung proses peradilan
Pada audiensi itu, Prof. Sunarto didampingi Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Suharto, Ketua Kamar Perdata MA I Gusti Agung Sumanatha, dan Sekretaris MA Sugiyanto serta pejabat Eselon 1 di lingkungan MA.
Selain ada kekurangan hakim agung, lanjut Ketua MA, bakal adanya krisis generasi. Untuk hakim di berbagai pengadilan negeri, agama, dan TUN, misalnya, sudah lebih dari 10 tahun tidak ada rekrutmen penerimaan. Jika tidak ada pintu untuk melakukan rekrutmen, bakal terjadi disgenerasi.
"Saat saya tanya kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, beliau menjawab bahwa formasi yang dibuka hanyalah calon pegawai negeri sipil (CPNS), sedangkan calon hakim termasuk pejabat negara. Nah, inilah kendalanya," katanya.
Audiensi Ubhara Jaya dipimpin oleh Rektor Ubhara Jaya Irjen Pol. Purn. Prof. Dr. Drs. Bambang Karsono, S.H., M.M. didampingi Dekan Fakultas Hukum Ubhara Prof. Laksanto Utomo, dan sejumlah kaprodi kampus tersebut.
Pada kesempatan itu, Prof. Bambamg Karsono menjelaskan bahwa kehadirannya ingin mengajak kerja sama antara dunia kampus yang berbasis teori dan MA yang dunianya lebih pada praktik pelaksanaan hukum.
Ia menyebutkan Ubhara Jaya mempunyai jurusan hukum, mulai dari S-1 hingga S-3. Untuk S-1 dan S-2, akreditasinya sangat unggul, sementara untuk S-3 menuju sangat baik.
Kampus Ubhara Jaya, kata dia, membuka ruang kerja sama penelitian, pengabdian masyarakat, dan berbagai penerbitan ilmiah untuk kemanfaatan masyarakat luas.
"Intinya, kami senang diterima dengan luar biasa, dan ke depan dapat melakukan langkah nyata kerja sama antara dunia kampus dan MA untuk melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat," kata Prof. Bambamg Karsono.
Prof. Laksanto menambahkan bahwa pihaknya mengajak rombongan Ubhara Jaya untuk mendekatkan bahwa ilmu hukum dengan praktik tidak jauh.
"Saat ini saya membawa sejumlah profesor dan kaprodi untuk dapat melakukan kerja sama dalam penelitian bersama. Syukur para karyawan dan hakim yang belum masuk S-2 dan S-3 dapat bergabung dengan Ubhara Jaya. Itu yang penting untuk dilakukan," kata Dekan FH Ubhara Jaya.
Pewarta : Kliwon
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2025