Logo Header Antaranews Jateng

Werkudoro Tuntun Pilkada Kabupaten Magelang

Selasa, 10 Oktober 2017 11:20 WIB
Image Print
Dalang Komunitas Lima Gunung Sih Agung Prasetyo (kanan) menyerahkan wayang Werkudoro kepada Ketua KPU Kabupaten Magelang Afiffuddin (dua dari kanan) saat peluncuran pilkada setempat, Minggu (8/10). (Foto: ANTARAJATENG.COM/Hari Atmoko)
Wayang kulit ukuran besar dengan tokoh Werkudoro, salah satu satria Pandawa diangkat oleh sang dalang sebelum diserahkan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Magelang Afiffuddin.

Tentang wayang Werkudoro bersama segala julukan lainnya yang bersungging kontemporer desa itu, dituturkan dalang Sih Agung Prasetyo, antara lain berkumis melintang tidak terlalu tebal namun wajahnya tersenyum, sedangkan perutnya dibuat agak lebih besar sehingga sosok tersebut tidak terkesan angker.

Sebait tembang berbahasa Jawa dilantunkan sang dalang wayang dari Komunitas Lima Gunung dengan iringan gamelan lirih, sebelum penyerahan Werkudoro sebagai bagian penanda atas peluncuran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 Kabupaten Magelang.

"`Sena gumregut ambyur ing warih. Jumangkah ambyur samodra laya` (Werkudoro masuk ke laut, kisah Dewa Ruci, red.)," begitu kalimat tembang itu melantun diiringi hujan yang turun belum begitu serius di Lapangan Bandongan, Kabupaten Magelang, Minggu (8/10) sore.

Hujan seakan baru terasa turun dengan serius ketika pentas terakhir berupa tarian Kuda Lumping Leak selama 30 menit dengan iringan tabuhan gamelan secara rancak.

Sebelumnya, berbagai tarian dan performa seni kontemporer desa disuguhkan di hadapan ribuan orang di lapangan yang juga menjadi ajang berjualan makanan, minuman, dan mainan anak oleh puluhan pedagang kaki lima tersebut, antara lain tarian Goh Muko, Soreng Putri, Gojek Bocah, Warok Putri, Topeng Warna, Gupolo Gunung, Geculan Bocah, Mayong, dan Soreng Seto.

Ratusan penonton masih bertahan menyaksikan dari tenda pejabat, sedangkan puluhan anak berdiri berhimpit-himpitan di pinggir panggung besar, saat tarian terakhir itu dipentaskan.

Para pejabat yang menjadi tamu utama, termasuk Bupati Magelang Zaenal Arifin dan Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah Joko Purnomo, meninggalkan tempat pergelaran setelah pelepasan puluhan burung, atau sebelum tarian Kuda Lumping Leak tampil dengan gagahnya di panggung.

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Magelang menggandeng para seniman petani di kawasan Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh yang bergiat dalam Komunitas Lima Gunung, untuk menggarap peluncuran maskot dan `jingle" pilkada setempat pada 27 Juni 2018, menjadi pergelaran seni budaya.

Jauh tahun sebelum menjabat sebagai ketua KPU setempat, Afiffuddin yang masih bujang kala itu, sering hadir dalam berbagai acara seni budaya Komunitas Lima Gunung.

Dipastikan dia bisa menyelami dengan baik dan memiliki referensi cukup memadai terhadap pergulatan para seniman petani komunitas tersebut, untuk kemudian diberi kepercayaan menggarap acara peluncuran pilkada menjadi suatu pergelaran seni budaya secara meriah dan menyedot massa.

Dalam penggarapan acara peluncuran pilkada, di tiang panggung seluas 12x10 meter persegi ditempatkan seni instalasi berupa dua sosok Werkudoro, masing-masing setinggi tiga meter, terbuat dari bambu, gedebok, kelobot, beronjong, dan bunga pinus.

Arena panggung juga berhiaskan sejumlah gunungan setinggi 2,5 meter dari bahan alam. Mereka juga menghiasi arena panggung dengan memasang puluhan penjor dari kelobot dan ratusan keranjang atau beronjong yang diikatkan dalam bentangan tali. Begitu pula di tepi bagian atas depan panggung, dipasang instalasi seni berupa "gebyok" terbuat berbagai rangkaian bambu dan bahan alam desa.

Begitu menerima Werkudoro, Afiffuddin yang dalam acara itu bersama tiga komisioner KPU (Wardoyo, Dwi Endys Mindarwoko, dan Suviratno) mengenakan surjan serta belangkon, sedangkan seorang komisioner lainnya (Reni Pujiastuti) berkebaya dan berkerudung, memainkan gerakan tentang kegagahan tokoh wayang.

"Jingle" Pilkada Kabupaten Magelang berjudul "Nindake Kedaulatan" (Menjalankan Kedaulatan) dengan syair dua bahasa, yakni Jawa dan Indonesia, mengiringi Afiffuddin saat menggerakkan Werkudoro.

Keputusan tentang Werkudoro sebagai maskot pilkada telah melalui mekanisme pembahasan di internal komisioner setempat dan selanjutnya secara detail dilaporkan kepada KPU Jateng.

"Werkudoro karakternya lugas, jujur, dan berintegritas, diputuskan tepat sebagai inspirasi penuntun pilkada kita," ujar Afiffuddin dalam perbincangan dengan Antara.

Karakter Werkudoro yang biasa dikenal juga sebagai Bima dan Sena, dalam lakon pewayangan Dewa Ruci begitu populer di kalangan masyarakat Jawa. Lakon Dewa Ruci, tentang kisah Werkudoro mencari "tirta perwita" atau air kehidupan yang sesungguhnya jati dirinya.

Salah satu pengarang Dewa Ruci dengan ceritanya yang menjadi pedoman para dalang dan penutur masa kini itu adalah pujangga Keraton Surakarta, Yasadipura I. Ia hidup pada masa Keraton Surakarta di bawah pemerintahan Pakubuwono III (1749-1788) dan Pakubuwono IV (1788-1820).

Werkudoro dengan karakter utama yang lugas, jujur, dan berintegritas, bukan saja menuntun komisioner pemilihan untuk tahan godaan politik dan kepentingan pragmatis dalam melaksanakan pesta demokrasi secara adil, transparan, dan menjaga aksesibilitas.

Akan tetapi, sebagaimana disampaikan Ketua KPU Jateng Joko Purnomo, juga penuntun penting, inspirasi masyarakat dan siapa saja, termasuk partai politik serta para kandidat, untuk mewujudkan pilkada yang berbudaya.

"Pilkada yang berbudaya, menyenangkan, bersih, berintegritas, dan menggembirakan," ujarnya.

Pilkada di Kabupaten Magelang bagian dari pesta demokrasi secara serentak di Jateng pada 27 Juni 2018 di tujuh kabupaten dan kota, serta Pemilihan Gubernur Jawa Tengah. Tujuh daerah itu adalah Kabupaten Banyumas, Temanggung, Kudus, Karanganyar, Tegal, Magelang, dan Kota Tegal.

Pesta demokrasi harus diselenggarakan dengan tuntunan, baik dalam aturan hukum positif maupun norma-norma dari inspirasi kearifan lokal yang membatin di masyarakat, seperti diungkapkan melalui simbol dunia pewayangan.

Berbagai tuntunan itu menjadikan pilkada bisa memberikan akses luas kepada masyarakat. Mereka harus bisa menentukan pilihan secara merdeka terhadap pimpinan daerahnya.

Tuntunan tersebut juga sebagai pagar pencegah terjadinya pelanggaran terhadap jalannya pesta demokrasi. Joko Purnomo menegaskan bahwa pelanggaran pilkada sebagai kejahatan atau pidana pemilihan umum.

Masyarakat, ucapnya sebelum bersama Ketua KPU Kabupaten Magelang Afiffuddin menjalani ritual kontemporer desa "Ondo Jiwo" dalam rangkaian peluncuran pilkada setempat itu, menjadi hakim untuk pemilihan pemimpinnya.

Joko Purnomo, Afiffuddin, bersama Bupati Zaenal Arifin kemudian melepaskan puluhan ekor burung, seperti sirtu, kutilang, toli-toli, pia-pia, kenari gunung, dan deruk.

Peristiwa tersebut sebagai simbolisasi atas kemerdekaan masyarakat setempat yang mengedepan, dalam rangkaian menunju hari pemungutan suara pilkada mendatang.

Selain mengingatkan tentang pentingnya gelora kegembiraan masyarakat dalam mengikuti pesta demokrasi, Bupati Zaenal juga mengingatkan bahwa situasi kondusif di daerah dengan 21 kecamatan yang meliputi 367 desa dan lima kelurahan tersebut harus tetap terjaga.

"Berbeda dalam demokrasi tidak masalah, jaga persatuan dan kesatuan. Masyarakat harus menggunakan hak pilih secara cerdas untuk mendapatkan pemimpin lebih baik," katanya.


Pewarta :
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2025