Logo Header Antaranews Jateng

Srintil Tak Keluar Maksimal Karena Terguyur Hujan

Minggu, 15 Oktober 2017 22:13 WIB
Image Print
Petani di wilayah Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung menjemur tembakau di masa akhir panen tembakau 2017 (Foto: ANTARAJATENG.COM/Heru Suyitno)
Temanggung, 15/10 (Antara) - Bulan Agustus-September merupakan masa panen raya tembakau bagi petani di wilayah Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prahu di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir panen raya berlangsung hingga Oktober, karena masa tanam tembakau bergeser mundur, menyesuaikan kondisi cuaca.

Biasanya awal Maret para petani di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prahu mulai menanam tambakau, namun tahun ini mereka mulai menanam umumnya pada April, karena Maret curah hujan masih tinggi dan kondisi tersebut kurang bagus untuk menanam tembakau.

Memasuki pertengahan Agustus 2017, sebagian petani sudah mulai memetik daun tembakau untuk dirajang. Proses pengeringan tembakau pada awal panen tersebut berjalan lancar, sehari bisa kering karena panas matahari berlangsung sepanjang siang.

Berdasarkan prakiraan cuaca, pada September 2017 sudah ada hujan. Namun, mungkin di luar perhitungan para petani. Biasanya hujan pada awal musim tidak berlangsung terus-menerus.

Petani tembakau yang juga Kepala Desa Legoksari, Subakir, mengatakan pada 19 September 2019 telah terjadi hujan di daerahnya di Kecamatan Tlogomulyo itu dan beberapa hari berikutnya terus diguyur hujan.

Semula, petani memperkirakan itu hanya "hujan kiriman" yang kemungkinan selanjutnya akan panas lagi. Akan tetapi, ternyata berikutnya hampir setiap hari hujan sampai sekarang.

Untuk mengantisipasi kualitas tembakau bertambah jelek akibat hujan, pada awal musim hujan itu petani di daerah setempat menyelesaikan panen tembakau lebih cepat. Namun, di daerah lain masih banyak daun tembakau di ladang belum dipetik.

Hujan yang terjadi saat panen tembakau sangat berpengaruh terhadap kualitas tembakau.

Sebenarnya pada masa akhir panen tinggal tersisa daun tembakau dengan kualitas bagus yang memiliki grade F dan G yang bisa memunculkan tembakau srintil dengan harga tinggi.

Tembakau srintil dengan warna hitam keemasan memiliki aroma harum dan pekat, selama ini menjadi primadona masyarakat di kawasan lereng Gunung Sumbing dan Sindoro.

Tembakau srintil muncul pada akhir panen, yakni tiga atau empat daun paling atas. Tidak semua tembakau bisa menjadi tembakau srintil. Hanya di daerah tertentu yang bisa menghasilkan tembakau srintil.

Sebelum turun hujan, sebenarnya sudah muncul tembakau grade F dengan harga Rp275 ribu per kilogram.

Bahkan, waktu itu sudah muncul tembakau grade G meskipun belum daun yang terbagus. Daun tembakau terbagus yang diharapkan, justru tersiram hujan sehingga hilanglah harapan petani untuk mendapatkan tembakau srintil dengan kualitas super.

Dengan adanya hujan maka harga tembakau langsung merosot. Kalau sebelum hujan harga sudah mencapai Rp250 ribu per kilogram, setelah hujan harga tinggal berkisar Rp75 ribu hingga Rp80 ribu per kilogram. Meskipun demikian, beberapa tembakau dengan kualitas bagus masih laku Rp100 ribu per kilogram.

Meskipun tembakau di ladang di Desa Legoksari sudah habis, di rumah-rumah warga masih menyimpan tembakau yang belum terjual.

Kalau diambil rata-rata setiap rumah mempunyai lima keranjang tembakau, maka dari 400 keluarga di Desa Legoksari maka di desa itu masih ada 2.000 keranjang tembakau yang belum laku.

Padahal, katanya, dalam seminggu terakhir PT Gudang Garam di Temanggung menghentikan pembelian tembakau sementara. Hingga saat ini, pihaknya belum mengetahui kapan pabrikan itu akan kembali membeli tembakau petani.



Serap Semua

Para petani tembakau di Temanggung berharap pada masa akhir panen seperti sekarang, pabrikan harus menyerap semua panenan tembakau petani Temanggung tahun ini, kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Temanggung, Matoha.

Hingga saat ini, masih sekitar 30 persen tembakau belum dipetik, namun hujan sudah tiba.

Pada akhir masa panen tahun ini, para petani cemas dan khawatir hasil panennya tidak dibeli pabrikan.

Ia meminta pabrikan, seperti PT Djarum, PT Gudang Garam, dan pabrikan lainnya membeli semua hasil panen petani.

Tembakau yang belum terserap sekitar 35 persen. Adapun tembakau yang masih di ladang yang belum dipanen sekitar 30 persen, bahkan di lereng Gunung Sumbing bagian selatan, seperti di wilayah Tembarak dan Selopampang, masih 50 persen yang belum dipanen.

Di wilayah Tembarak dan Selopampang, panennya terlambat dibanding wilayah lain.

Diharapkan pabrikan membeli semua tembakau petani, baik yang belum dipanen maupun yang sudah dipanen.

Desakan itu, ujarnya, bukan tanpa alasan, karena panen tembakau tahun lalu kurang menggembirakan dan petani masih banyak yang terlilit utang.

Jika hasil panen tahun ini terbeli semua, setidaknya para petani bisa menutup utang tersebut. Hal itu, juga sekaligus untuk persiapan musim tanam tahun depan.

Petani warga Bulu, Kabupaten Temanggung, Nyoto Naruh, mengatakan PT Gudang Garam harus melakukan pembelian lagi, karena masih banyak tembakau petani yang belum terbeli.

Di ladangnya saat ini, masih sekitar 30 persen daun tembakau yang belum dipanen.

"Kami ragu mau memanennya atau tidak karena hampir setiap hari sekarang hujan dan kalau dipanen harganya pun belum tentu bisa menutup ongkos produksi, karena harganya sudah anjlok" katanya.


Pewarta :
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024