Gurihnya Satai Ayam Pak Budi
Senin, 4 Desember 2017 16:52 WIB
Semarang, ANTARA JATENG - Mencari pedagang satai ayam di Kota Semarang memang mudah, namun untuk mendapatkan rasa yang lezat, satai ayam Pak Budi layak menjadi prioritas.
Pak Budi yang mangkal di belakang Kantor Gubernur Jawa Tengah ini menempati kios yang tidak terlalu luas. Rasa gerah bertambah ketika jam makan siang tiba karena banyak pembeli yang santap siang di kios. Padahal bangku panjang dengan dua meja itu paling hanya menampung 10 penyantap.
Oleh karena itu, harus sabar mengantre. Biarkanlah rasa lapar memuncak sambil memandang orang-orang menyantap satu demi satu tusuk satai hingga tandas. Ada yang pesan 10 tusuk, namun kebanyakan cukup pesan lima tusuk satai ayam dengan potongan daging cukup tebal itu.
Kalau hanya punya waktu terbatas, sebaiknya minta satai dan lontongnya dibungkus saja, lalu disantap di kantor atau rumah. Hitung-hitung malah lebih hemat karena tidak perlu beli segelas teh atau jeruk.
Lantas apa yang membedakan satai Pak Budi dengan lainnya? Tentu kelezatannya. Dua kelezatan berpadu dari bakaran daging ayam yang sebelumnya dilumuri bumbu. Tidak hanya daging ayang yang dilumuri bumbu, batang penyangga satai pun dilumuri bumbu sebelum pembakaran dimulai.
Rasa gurih dan manis dari tumbukan kacang serta rempah yang menyertainya memang beda. Tidak ada rasa eneg dalam bumbunya meski Pak Budi melumuri satai dan lontong dengan bumbu yang melimpah.
Bagi penyuka rasa manis dan gurih, kecap yang disediakan di meja bisa menyempurnakan rasa satai.
Bila Anda bukan termasuk golongan penumpuk karbohidrat dan protein berlebih, lima tusuk satai ayam beserta satu longsong lontong sudah cukup mengenyangkan. Cadangan karbohidrat tersebut bisa bertahan hingga petang.
Oh ya, sepertinya Pak Budi memang tahu benar selera kebanyakan orang. Bukan hanya satai dan bumbunya yang istimewa rasanya, lontongnya pun memiliki tekstur yang lembut sehingga nyaman dikunyah.
Untuk menebus kelezatan istimewa plus segelas minum dan kerupuk, Anda hanya perlu mengeluarkan selembar uang yang nilainya setara dengan harga satu galon air mineral merek terkenal.
Ulet
Untuk bisa memiliki banyak pelanggan setia seperti sekarang ini, Pak Budi memang tergolong pedagang yang sabar dan ulet. Ia mengawali berjualan satai ayam di depan Apotek Sputnik di Jalan Pandanaran Kota Semarang.
Namun, badai krisis ekonomi pada 1998 memaksa Pak Budi pulang kampung di Kabupaten Klaten. Setelah perekonomian nasional mulai membaik, empat tahun kemudian Pak Budi kembali ke Ibu Kota Semarang.
Namun, tempat lama ia berjualan kala itu sudah ditempati orang lain. "Mau menyuruh dia pergi rasanya tidak bisa karena sudah bertahun-tahun saya tinggalkan," katanya ketika ditemui di warung satainya di Jalan Menteri Supeno I, Minggu ( 3/12/2017).
Ia kemudian mengadu nasib berjualan di dekat pintu masuk Kantor Gubernur Jawa Tengah. Namun, ia harus kembali menelan pil pahit. Kebijakan Gubernur Jateng, kala itu Bibit Waluyo, memaksa dia harus mencari tempat berjualan.
Bermodal tabungan, ia akhirnya mendapatkan lokasi permanen di Jalan Menteri Supeno I dari pengelola Soto Banjar yang mengalihkan usaha ke Jalan Mataram (MT Haryono).
Namun, sekali lagi ia diuji. Pindah lokasi berjualan menyebabkan amzet penjualannya drop. "Selama empat bulan, saya habis Rp10 juta untuk menutup kerugian," katanya didampingi istri dan anaknya yang membantu berjualan.
Perlahan tapi pasti, setelah empat bulan berjalan warung satainya semakin banyak dikunjungi orang. Dan saat ini, Pak Budi sudah memiliki ratusan bahkan ribuan pelanggan setia.
"Kuncinya, menjaga kepercayaan pelanggan dengan mematok harga secara wajar. Tentu saja, kami juga menjaga agar rasa satai itu selalu lezat dengan bahan-bahan pilihan," demikian Pak Budi.***
Pewarta : AZM
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024