Anggota DPD: Keputusan keluarkan siswa tidak mendidik
Rabu, 28 Februari 2018 14:35 WIB
"Kepala sekolah dan pengurus sekolah harus bertanggung jawab. Tidak hanya diam saja, ketika anaknya salah malah anaknya yang dipersoalkan. Apalagi, mengancam masa depan mereka dengan mengeluarkan dari sekolah," katanya di Semarang, Rabu.
Sebagaimana diwartakan, SMAN 1 Semarang mengeluarkan dua siswanya, yakni AN dan AF yang juga pengurus OSIS karena dugaan kekerasan terhadap juniornya saat kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) OSIS SMAN 1 Semarang.
Tak hanya mengeluarkan dua siswa tersebut, sekolah memberikan sanksi skorsing kepada sembilan siswa lain yang juga pengurus OSIS yang menangani kegiatan LDK OSIS SMAN 1 Semarang pada November 2017.
Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu menegaskan kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi lembaga sekolah harus bertanggung jawab atas terjadinya dugaan kekerasan terhadap junior saat kegiatan LDK.
Namun, kata Bambang, tanggung jawab tersebut tidak kemudian hanya dibebankan pada siswa dengan mengeluarkan dari sekolah, apalagi kedua siswa tersebut sudah duduk di kelas XII yang sedang menyiapkan diri menghadapi ujian nasional (UN).
"Menurut saya, enggak mendidik. Menyelesaikan persoalan pendidikan tidak dengan cara mendidik. Di sekolah, kan ada kepalanya yang paling tinggi. Kepala sekolah harus dimintai tanggung jawab oleh Dinas Pendidikan," tegasnya.
Ia mengingatkan persoalan yang terkait dua siswa tersebut harus dicarikan solusi sebaik-baiknya agar jangan sampai menjadikan mereka malah menjadi korban, mengingat anak-anak tersebut masih memiliki masa depan.
Solusi yang dimaksudkannya, kata dia, harus dengan mempertimbangkan masa depan siswa yang bersangkutan, termasuk fasilitasi pindah ke sekolah sebagaimana ditawarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng.
Disdikbud Jateng memfasilitasi dua siswa tersebut untuk tetap bersekolah dengan pindah ke SMA negeri yang terdekat dengan tempat tinggalnya, yakni SMAN 11 untuk AN dan SMAN 13 Semarang untuk AF agar tetap bisa ikut UN.
Namun, siswa bersangkutan, baik AN dan AF, beserta kedua orang tua siswa masing-masing tetap menginginkan tetap bersekolah di SMAN 1 Semarang karena merasa tidak bersalah dan menilai keputusan sekolah yang tidak adil.
"Kalau ditampung kembali (kembali ke SMAN 1 Semarang, red.), saya malah berpikir apakah anaknya tidak tertekan nanti? Namun, kalau mereka ternyata bisa, ya, lebih baik," kata Ketua Badan Pengkajian (BP) MPR RI tersebut.
Fasilitasi pindah sekolah bisa dijadikan solusi, kata dia, tetapi jangan sampai ada kesan mereka "dibuang", artinya sekolah yang menjadi tujuan kepindahan mereka harus memiliki kualitas sama dengan sekolah asalnya.
"Dicarikan sekolah lain, ya, bisa. Tetapi, jangan ada kesan mereka `dibuang`. Yang paling baik, anaknya sendiri diberikan alternatif mau pindah ke sekolah mana. Itu semua kan di bawah kewenangan Disdikbud Jateng," kata Bambang.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor:
Antarajateng
COPYRIGHT © ANTARA 2025