Isak tangis warnai pembukaan Madani Film Festival
Kamis, 18 Oktober 2018 08:58 WIB
Jakarta, (Antaranews Jateng) - Pembukaan Madani Film Festival diwarnai isak tangis setelah dibuka dengan film berjudul Never Leave Me yang bercerita tentang kisah nyata nasib anak-anak pengungsi perang Suriah di perbatasan Turki.
Berdasarkan pengamatan Antara pada pemutaran film di Djakarta Theater XXI, Jakarta, Rabu (17/10) malam, sejumlah penonton terisak dan meneteskan air mata.
Saat sesi tanya jawab dengan sutradara perempuan asal Bosnia-Herzegovina, Aida Begic, juga ada penonton yang bertanya tentang proses pembuatan film tapi sesekali terhenti karena isak tangis.
Sang penanya tersebut menyatakan isak tangisnya keluar karena kesedihan mendalam atas kenyataan yang dipotret lewat film garapan Aida Begic tersebut.
Aida Begic mengatakan para pemeran dalam filmnya itu adalah benar-benar pengungsi Suriah yang kehilangan orang tuanya akibat perang berkepanjangan.
Dia mengatakan bisa merasakan kepedihan anak-anak Suriah sebagaimana orang Bosnia yang pernah mengalami perang pada tahun 1990-an.
"Ini adalah kisah nyata, mereka benar-benar pengungsi yatim piyatu. Meski begitu, memiliki bakat dan kepercayaan diri dalam film ini. Kami tahu ini berat untuk mereka, terlebih kami orang Bosnia bisa merasakan bagaimana rasanya akibat perang lebih dari dua puluh tahun lalu," kata dia.
Kendati begitu, dia mengatakan kehidupan harus terus berjalan meski perang berkecamuk. Anak-anak Suriah yang menjadi pengungsi harus dapat meraih masa depannya.
Menurut dia, saat ini sejumlah pemeran dalam filmnya itu mendapatkan bantuan pendidikan yang lebih baik. "Bersyukur bahwa ada dampak positif dari pembuatan film ini," kata dia.
Berbicara mengenai Never Leave Me, Aida mengatakan filmnya bercerita mengenai kemanusiaan lintas ras dan agama. Terdapat kenyataan bahwa perang seperti apapun akan mengorbankan banyak hal, termasuk anak-anak.
Adapun film tersebut berbicara mengenai nasib Isa (14 tahun) yang masuk ke panti asuhan setelah ibunya meninggal. Sementara ayahnya juga sudah meninggal dan adiknya terluka saat mereka bertiga terkena ledakan bom ketika mengendarai mobil di salah satu kawasan di Suriah yang dikira aman.
Hubungan Isa dengan teman-teman baru di panti yakni Ahmad (11 tahun) dan Motaz (10 tahun) tidak akur. Kendati begitu dua orang baru itu lama-kelamaan menjadi teman Isa.
Ayah Ahmad sendiri hilang di Suriah tetapi dia tidak pernah patah arang akan harapan bisa bertemu dengannya suatu hari nanti meski tidak ada kejelasan.
Sementara Motaz, merasa dirinya sangat berbakat untuk bisa ikut ajang kompetisi menyanyi di Turki. Dia ikut ajang itu setelah pengasuhnya di panti mendapatkan sponsor untuk bisa mentas di kontes tersebut.
Satu benang merah dari pertemanan memilukan tiga anak itu adalah mereka ingin beranjak dari panti asuhan dan memulai kehidupan yang lebih baik.
Sutradara Aida Begic mengatakan filmnya itu diikutkan untuk Academy Award 2019 kategori sinema non-Bahasa Inggris. Harapannya, dia bisa berprestasi di ajang penghargaan film bergengsi tersebut.
Filmnya sendiri telah mentas di berbagai festival film di berbagai negara.
Aida mengatakan senang filmnya bisa menjadi pembuka untuk Madani Film Festival yang digelar pada 17-21 Oktober.
Selain film itu, terdapat film lain garapan sineas Indonesia yang akan diputar seperti "Titian Serambut Dibelah Tujuh" karya Chaerul Umam. Juga terdapat "Laa Tahzan" (Danial Rifki), "Haji Backpacker" (Danial Rifki), "Mencari Hilal" (Ismail Basbeth), "The Blindfold" atau "Mata Tertutup" (Garin Nugroho), "Bid'ah Cinta" (Nurman Hakim), "Pengantin" (Noor Huda Ismail) dan satu pemutaran film kejutan karya Garin Nugroho.
Salah satu anggota Dewan Festival, Putut Widjanarko, mengatakan serangkaian film yang tayang dalam ajang tersebut berisi tentang warna-warni Islam yang dikemas lewat sejumlah judul sinema.
"Kita rayakan keberagaman Muslim di seluruh dunia. Saluran ekspresi keber-Islaman tidak tunggal karena bisa monoton. Para penikmat film punya kanal sesuai harapan mereka untuk film Islami," katanya. (Editor : Dewanti Lestari).
Berdasarkan pengamatan Antara pada pemutaran film di Djakarta Theater XXI, Jakarta, Rabu (17/10) malam, sejumlah penonton terisak dan meneteskan air mata.
Saat sesi tanya jawab dengan sutradara perempuan asal Bosnia-Herzegovina, Aida Begic, juga ada penonton yang bertanya tentang proses pembuatan film tapi sesekali terhenti karena isak tangis.
Sang penanya tersebut menyatakan isak tangisnya keluar karena kesedihan mendalam atas kenyataan yang dipotret lewat film garapan Aida Begic tersebut.
Aida Begic mengatakan para pemeran dalam filmnya itu adalah benar-benar pengungsi Suriah yang kehilangan orang tuanya akibat perang berkepanjangan.
Dia mengatakan bisa merasakan kepedihan anak-anak Suriah sebagaimana orang Bosnia yang pernah mengalami perang pada tahun 1990-an.
"Ini adalah kisah nyata, mereka benar-benar pengungsi yatim piyatu. Meski begitu, memiliki bakat dan kepercayaan diri dalam film ini. Kami tahu ini berat untuk mereka, terlebih kami orang Bosnia bisa merasakan bagaimana rasanya akibat perang lebih dari dua puluh tahun lalu," kata dia.
Kendati begitu, dia mengatakan kehidupan harus terus berjalan meski perang berkecamuk. Anak-anak Suriah yang menjadi pengungsi harus dapat meraih masa depannya.
Menurut dia, saat ini sejumlah pemeran dalam filmnya itu mendapatkan bantuan pendidikan yang lebih baik. "Bersyukur bahwa ada dampak positif dari pembuatan film ini," kata dia.
Berbicara mengenai Never Leave Me, Aida mengatakan filmnya bercerita mengenai kemanusiaan lintas ras dan agama. Terdapat kenyataan bahwa perang seperti apapun akan mengorbankan banyak hal, termasuk anak-anak.
Adapun film tersebut berbicara mengenai nasib Isa (14 tahun) yang masuk ke panti asuhan setelah ibunya meninggal. Sementara ayahnya juga sudah meninggal dan adiknya terluka saat mereka bertiga terkena ledakan bom ketika mengendarai mobil di salah satu kawasan di Suriah yang dikira aman.
Hubungan Isa dengan teman-teman baru di panti yakni Ahmad (11 tahun) dan Motaz (10 tahun) tidak akur. Kendati begitu dua orang baru itu lama-kelamaan menjadi teman Isa.
Ayah Ahmad sendiri hilang di Suriah tetapi dia tidak pernah patah arang akan harapan bisa bertemu dengannya suatu hari nanti meski tidak ada kejelasan.
Sementara Motaz, merasa dirinya sangat berbakat untuk bisa ikut ajang kompetisi menyanyi di Turki. Dia ikut ajang itu setelah pengasuhnya di panti mendapatkan sponsor untuk bisa mentas di kontes tersebut.
Satu benang merah dari pertemanan memilukan tiga anak itu adalah mereka ingin beranjak dari panti asuhan dan memulai kehidupan yang lebih baik.
Sutradara Aida Begic mengatakan filmnya itu diikutkan untuk Academy Award 2019 kategori sinema non-Bahasa Inggris. Harapannya, dia bisa berprestasi di ajang penghargaan film bergengsi tersebut.
Filmnya sendiri telah mentas di berbagai festival film di berbagai negara.
Aida mengatakan senang filmnya bisa menjadi pembuka untuk Madani Film Festival yang digelar pada 17-21 Oktober.
Selain film itu, terdapat film lain garapan sineas Indonesia yang akan diputar seperti "Titian Serambut Dibelah Tujuh" karya Chaerul Umam. Juga terdapat "Laa Tahzan" (Danial Rifki), "Haji Backpacker" (Danial Rifki), "Mencari Hilal" (Ismail Basbeth), "The Blindfold" atau "Mata Tertutup" (Garin Nugroho), "Bid'ah Cinta" (Nurman Hakim), "Pengantin" (Noor Huda Ismail) dan satu pemutaran film kejutan karya Garin Nugroho.
Salah satu anggota Dewan Festival, Putut Widjanarko, mengatakan serangkaian film yang tayang dalam ajang tersebut berisi tentang warna-warni Islam yang dikemas lewat sejumlah judul sinema.
"Kita rayakan keberagaman Muslim di seluruh dunia. Saluran ekspresi keber-Islaman tidak tunggal karena bisa monoton. Para penikmat film punya kanal sesuai harapan mereka untuk film Islami," katanya. (Editor : Dewanti Lestari).
Pewarta : Anom Prihantoro
Editor:
Totok Marwoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024