Logo Header Antaranews Jateng

Yayasan Brayat Panangkaran sajikan kesenian rakyat di Borobudur

Rabu, 31 Oktober 2018 17:43 WIB
Image Print
Salah satu kelompok kesenian rakyat di bawah Yayasan Brayat Panangkaran Borobudur pentas di Taman Lumbini Candi Borobudur, Kabupaten Magelang. (Foto: Dok. Yayasan Brayat Panangkaran Borobudur)
Selain mereka bangga ditonton wisatawan dari berbagai tempat dan luar negeri, juga para seniman rakyat itu belajar bareng tentang relief Candi Borobudur
  Borobudur, Jateng (Antaranews Jateng) - Pementasan kesenian rakyat menjadi sajian khas kepariwisataan di Taman Wisata Candi Borobudur seminggu sekali, kata Ketua Yayasan Brayat Panangkaran Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Sucoro.
  "Kami bekerja sama dengan Taman (PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko) untuk menyajikan kesenian rakyat di Candi Borobudur, setiap Sabtu, sejak beberapa tahun terakhir, tahun ini tahun keempat kerja sama kami," katanya di Borobudur, Rabu.
  Yayasan yang dipimpinnya bergerak dalam pelestarian dan pengembangan seni, budaya, dan tradisi masyarakat di daerah itu. Berbagai kelompok kesenian rakyat di bawah pembinaan dan koordinasinya berkesempatan menggelar pementasan di panggung terbuka Taman Lumbini, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, setiap Sabtu siang dalam durasi dua jam.
  Berbagai kesenian rakyat itu, antara lain kuda lumping, topeng ireng, jatilan, kubro siswa, ndolalak, dan warokan. Setiap kelompok umumnya beranggota 50 personel saat pentas di Candi Borobudur.
  Saat masa keramaian kunjungan wisata Candi Borobudur seperti libur panjang Lebaran dan liburan akhir tahun, pihaknya menyajikan kepada wisatawan berupa "Sendratari Kidung Karmawibangga" yang bersumber dari relief Karmawibangga di deretan dinding paling bawah Candi Borobudur.
  Ia mengatakan saat ini mereka yang berkesempatan pentas di Taman Lumbini itu bukan hanya berbagai kelompok kesenian rakyat dari desa-desa di Kabupaten Magelang akan tetapi juga dari luar daerah, seperti Kabupaten Sragen, Klaten, Purworejo, Temanggung, Boyolali, Wonosobo, dan Kendal.
  "Makin banyak kelompok kesenian rakyat yang berminat untuk pentas di Candi Borobudur. Selain mereka bangga ditonton wisatawan dari berbagai tempat dan luar negeri, juga para seniman rakyat itu belajar bareng tentang relief Candi Borobudur," ujarnya.
  Ia menyebut fasilitasi Taman Wisata Candi Borobudur kepada berbagai kelompok kesenian rakyat untuk mementaskan kesenian masing-masing di kompleks candi yang juga warisan budaya dunia itu, memiliki arti penting bagi mereka dalam menghidupi tradisi berkesenian dan melestarikan budayanya.
  "Antre sampai tiga tahun untuk bisa pentas di Candi Borobudur. Bahkan sekarang dari luar daerah juga ingin pentas. Mereka tahu dari media sosial dan 'gethok tular' (dari mulut ke mulut)," kata Sucoro yang yayasannya mengoordinasi sedikitnya 281 kelompok kesenian rakyat baik dari Magelang maupun beberapa daerah lainnya untuk pentas di Candi Borobudur.
  Ketua Asosiasi Kesenian Rakyat Borobudur (Askrab) Kabupaten Magelang Wasis mengatakan pihaknya sejak 2010 bekerja sama dengan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko untuk mementaskan berbagai kesenian rakyat di Taman Lumbini Candi Borobudur setiap Minggu dalam dua sesi, yakni pukul 10.00-12.00 WIB dan 14.00-16.00 WIB.
  "Untuk memberikan atraksi wisata yang khas kepada pengunjung Candi Borobudur," ujar dia.
  Berbagai kesenian rakyat itu, kata Wasis yang asosiasinya beranggota 65 kelompok kesenian rakyat dari berbagai desa di Kabupaten Magelang tersebut, antara lain tarian topeng ireng, jatilan, tongtong lek, ketoprak, gatoloco, kubrosiswa, prajuritan, dan rebana.
  Selain untuk menghibur wisatawan Candi Borobudur, kata dia, pementasan secara rutin di salah satu destinasi unggulan wisata Indonesia itu juga menghidupkan kesenian rakyat di daerah setempat.
  Anggota asosiasinya juga berkesempatan mementaskan kesenian rakyat di berbagai hotel di kawasan Candi Borobudur, sejumlah objek wisata lainnya di kawasan itu, dan dalam berbagai festival seni budaya di daerah setempat.

Pewarta :
Editor: Zuhdiar Laeis
COPYRIGHT © ANTARA 2024