Kain "ecoprint" Semarang rambah Singapura
Rabu, 20 Februari 2019 20:08 WIB
"Untuk pemasarannya kami sudah menjual secara daring dan peminatnya cukup banyak di pasar lokal, termasuk menerima pesanan dari Singapura," kata seorang pengusaha kain "ecoprint" Ina Sekar saat ditemui pada pameran bertajuk Smar Craft di Semarang, Rabu.
Ina mengaku memulai bisnisnya sejak 2017 dengan ide awal bisnisnya bermula saat mengikuti "workshop" produksi ecoprint di Yogyakarta dan melihat ketersediaan bahan baku yang melimpah, dirinya bertekad mengembangkan bisnis tersebut.
Ia memroduksi kain "ecoprint" menjadi produk busana seperti kerudung pasmina dan gamis dengan harga yang dipasarkan mulai Rp200.000 hingga Rp1.500.000 per potong dan dari hasil usaha tersebut diperoleh omzet hingga belasan juta rupiah per bulan, bahkan beberapa kali merasa cukup kewalahan dengan banyaknya pesanan yang diterima.
Seiring dengan banyaknya pesanan yang ia terima, saat ini Ina memiliki tujuh karyawan yang memroduksi kain "ecoprint" di tempat tinggalnya di daerah Ngaliyan, Semarang.
Ina menjelaskan bahwa proses pembuatan kain "ecoprint" diawali dengan pengolahan kain, yakni sebelum warna dicetak, kain direndam terlebih dulu dengan menggunakan air campuran tawas selama satu jam untuk mempertahankan warna dasar kain, kemudian kain dikeringkan di bawah sinar matahari.
Selanjutnya kain akan melalui proses pencetakan dan daun yang digunakan untuk proses pewarnaan adalah daun jati yang masih muda. Daun ditata sedemikian rupa di satu sisi kain, dan ditutup dengan sisi kain lainnya, setelah itu dipukul-pukul dengan palu atau batu.
"Kemudian, kain tersebut dilipat menjadi bagian yang lebih kecil dengan mempertahankan posisi daun agar tidak geser dan diikat," ujarnya.
Tahapan selanjutnya adalah pengukusan agar warna daun keluar dan lipatan kain tersebut dikukus selama setengah hingga satu jam pada suhu 100 derajat Celcius dan sSetelah corak daun tercetak pada kain, tahap terakhir yaitu penguncian warna atau fiksasi sebelum akhirnya dikeringkan.
Salah satu kendala yang dirasakan Ina dalam memroduksi kain "ecoprint" adalah saat musim kemarau, dimana banyak jenis daun yang cepat kering sehingga warna yang dihasilkan kurang mencolok pada kain.
"Saya berharap apa yang saya lakukan bisa menjadi inspirasi untuk orang lain yang ingin memulai bisnis," katanya.
Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor:
Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025