Logo Header Antaranews Jateng

Akademisi sebut pemetaan daerah rawan longsor perlu lebih detil

Jumat, 22 Februari 2019 20:47 WIB
Image Print
Dosen Mitigasi Bencana Geologi, Jurusan Teknik Geologi Unsoed, Indra Permatajati (kiri) di sela rapat koordinasi strategi penanganan bencana berbasis kearifan lokal (Foto: Wuryanti Puspitasari)

Purwokerto (Antaranews Jateng) - Pemetaan daerah rawan longsor perlu dibuat lebih detil hingga ke tingkat desa serta perlu dilengkapi dengan gambaran sistem longsoran, kata akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman, Indra Permanajati.

"Pemetaan daerah rawan longsor sekarang sebagian besar masih sebatas tingkat provinsi atau kabupaten dan pemetaan masih sangat umum sehingga dikhawatirkan kurang akurat," katanya di Purwokerto, Jumat.

Indra yang merupakan Dosen Mitigasi Bencana Geologi, Jurusan Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman tersebut menjelaskan masih sedikit pemetaan daerah rawan longsor untuk tingkat kecamatan.

"Bahkan tingkat kecamatanpun sebenarnya masih kurang akurat untuk diterapkan. Peta-peta skala kabupaten dan kecamatan hanya untuk acuan lokasi rawan longsor secara umum, tetapi untuk detail sampai pada sistem longsoran belum bisa diterapkan," katanya.

Sistem longsoran adalah sistem dimana longsoran akan terjadi pada titik tertentu dengan beberapa ciri yang dapat dijelaskan secara ilmiah.

"Satu sistem longsor ini nantinya dapat diprediksi menjadi satu tubuh longsoran dari bagian sumber (mahkota longsoran) sampai tempat material terendapkan (depositional area)," katanya.

Penentuan satu sistem longsoran dapat dijadikan dasar dalam perencanan dan penataan wilayah.

"Kalau kita mengacu pada peta provinsi, kabupaten dan kecamatan, masih ada daerah merah yang ditempati oleh penduduk sebagai pemukiman, hal ini karena tidak ada pilihan lain sebagai tempat tinggal. Sehingga strategi yang harus dilaksanakan adalah membuat peta dengan skala desa yang mampu mengidentifikasi daerah rawan longsor berdasarkan dari sistem longsoran yang terbentuk," katanya.

Pemetaan ini akan dapat membantu menjelaskan secara lebih detil dan pasti mengenai kondisi rawan longsor berdasarkan pada kemungkinan longsor yang terjadi.

"Sehingga bisa dilakukan kebijakan sesuai dengan kondisi wilayah tersebut. Sebagai contoh ketika pemetaan dilakukan di sebuah desa yang rawan longsor telah terindikasi beberapa wilayah masuk ke jalur longsoran, sehingga akan segera dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan sedini mungkin sesuai tingkat bahayanya," katanya.

 Untuk wilayah dengan tingkat bahaya yang tinggi, harus segera dilakukan langkah pengamanan seperti pemasangan alat, pemantauan di bagian sumber longsoran dengan melibatkan masyarakat hingga pengaktifan kembali komunikasi berbasis kearifan lokal seperti kentongan.

Selain itu, meningkatkan kesiapsiagaan pada waktu kondisi tertentu seperti pada waktu musim hujan, pengecekan retakan pada bagian atas atau sekitar daerah longsor, melengkapi komunikasi atau informasi dengan fasilitas telepon selular mengenai grup siaga bencana serta meningkatkan kepekaan terhadap tanda-tanda bencana.

"Dan mitigasi terakhir adalah selalu berdoa kepada Allah SWT/Tuhan Yang Maha Esa untuk selalu diberikan keselamatan dari bencana," katanya.

Kemudian untuk wilayah yang kondisinya tidak terlalu berbahaya, tambah dia, dapat melakukan langkah-langkah pengamanan lereng disekitar pemukiman dan tetap waspada serta memahami gejala-gejala alam.



Pewarta :
Editor: Sumarwoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024