Logo Header Antaranews Jateng

Idul Fitri, kembalinya relasi kebaikan yang hakiki

Senin, 3 Juni 2019 13:55 WIB
Image Print
Seorang pedagang ketupat musiman menjelang Lebaran 2019 di sekitar Pasar Secang, Kabupaten Magelang, Senin (3/6). (ANTARA/Hari Atmoko)
Magelang (ANTARA) - Idul Fitri 1440 Hijriah tiba pertengahan minggu ini. Dalam kalender Masehi 2019, Lebaran hari pertama jatuh pada Rabu (5/6) dan hari kedua pada Kamis (6/6).

Sidang isbat diselenggarakan Kementerian Agama dengan melibatkan berbagai pihak terkait pada Senin (3/6) sore. Sidang itu untuk menentukan 1 Syawal 1440 Hijriah sebagai jatuhnya bulan baru setelah Ramadhan.

Tanggal 1 Syawal juga penanda berakhirnya bulan Puasa Ramadhan untuk selanjutnya mambawa umat Islam masuk Hari Lebaran yang ditandai dengan salat Idul Fitri di berbagai masjid, tanah lapang, atau alun-alun.

Meskipun demikian, ada juga sekelompok umat Islam yang memiliki penghitungan tersendiri tentang datangnya 1 Syawal. Hal itu kiranya tidak mengurangi makna agung dan mulia atas Idul Fitri

Perayaan Lebaran dilakukan setelah kaum Muslim melaksanakan puasa Ramadhan. Jalan berpuasa sebagai cara manusia menembus dunia kerohanian untuk kembali kepada kesucian hidup. Berpuasa jalan melawan hawa nafsu duniawi.

Waktu setelah masa berpuasa itulah kemudian dikenal sebagai tradisi Lebaran. Tradisi tersebut di Indonesia bukan lagi menjadi milik umat Islam, namun seluruh masyarakat yang beragam di Nusantara itu. Seluruh masyarakat dengan berbagai latar belakang turut merayakan Lebaran dengan suka cita.

Libur panjang Idul Fitri menjadi kesempatan yang baik masyarakat pulang ke kampung halaman masing-masing, berlebaran, bertemu dengan orang tua, keluarga, handai taulan, kawan-kawan lama, dan kerabat.

Berlebaran identik dengan mudik untuk silaturahim dan menyelami kembali kehidupan asal muasal manusia.

Pejabat dan elite pun menggelar perayaan Lebaran dan silaturahim melalui open house, di mana jajarannya dan sesama pejabat berkunjung, sedangkan warga biasa berkesempatan untuk bersalaman dengan mereka.

Di masyarakat umum, mereka saling bertandang ke rumah atau tetangga untuk bermaaf-maafan.

"Minal Aidin wal faizin" yang artinya "Semoga kita semua tergolong orang yang kembali (ke fitrah) dan berhasil (dalam latihan menahan diri)", menjadi ungkapan yang meluncur di mana-mana.

Ia menjadi ungkapan Idul Fitri yang kental, saat pertemuan langsung antarmanusia maupun dalam unggahan di berbagai media, termasuk media arus utama dan media sosial, bahkan papan-papan reklame di ruang publik.

Agenda sosial bertajuk halalbihalal dilakukan di mana-mana, termasuk di berbagai objek wisata, melalui pertemuan trah, peguyuban, organisasi, komunitas, insitusi persekolahan dan perkantoran.

Suasana desa yang biasanya sepi dan monoton menjadi ramai dan terkesan beroleh wajah semringah saat Lebaran karena kedatangan pemudik dengan berbagai aksesoris keperantauannya dan kehangatan halalbilahal masyarakat.

Perayaan Lebaran membawa manusia kembali pada relasi kebaikan yang hakiki, saling berbagi untuk mencapai kebahagiaan bersama.

Setelah berpuasa, manusia beroleh kesucian. Ia kembali kepada kehidupan yang fitri.

Selamat Idul Fitri 1440 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin.
 

Pewarta :
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024