Polda NTB limpahkan polwan tersangka penerima suap Dorfin
Senin, 17 Juni 2019 16:30 WIB
Kasubdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB AKBP Syarif Hidayat di Mataram, Senin, mengatakan bahwa hari ini penyidik melimpahkan barang bukti dan tersangka ke jaksa penuntut umum.
"Iya, hari ini tahap duanya (pelimpahan tersangka dan barang bukti), penyidik serahkan ke penuntut umum," kata Syarif.
Senada disampaikan Kepala Kejari Mataram I Ketut Sumadana, yang menyatakan bahwa pihaknya telah menerima dan memproses secara administrasi pelimpahan tahap dua tersangka kasus suap tersebut.
"Jadi secara lengkap, kita sudah terima. Tapi perkara ini kan penanganannya oleh Kejati NTB, jadi kita (Kejari Mataram) hanya memproses administrasi berkas saja," kata Sumadana.
Polwan berpangkat komisaris polisi (kompol) ini tersangkut kasus pidana suap atau gratifikasi ketika masih menjabat sebagai Kasubdit Pengamanan Tahanan (Pamtah) Dittahti Polda NTB. Kompol TU diduga terlibat dalam pelarian tersangka penyelundup narkoba kelas kakap asal Prancis, Dorfin Felix (35), dari rutan Polda NTB.
Indikasi gratifikasinya bukan terkait dengan informasi yang sebelumnya tersiar terkait "uang sogok" senilai Rp10 miliar. Namun gratifikasinya disangkakan kepada polwan berpangkat kompol itu karena diduga telah menerima uang dari orang tua Dorfin yang berdomisili di luar negeri sebesar Rp14,5 juta.
Uang tersebut terindikasi digunakan Kompol TU untuk memberikan fasilitas mewah kepada Dorfin Felix selama berada di dalam rutan, dengan membeli handphone, televisi, selimut, dan juga kebutuhan hariannya.
Hal itu pun telah terungkap dari pelacakan nomor handphone Dorfin yang terdaftar menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) TM.
Dengan indikasi tersebut, TM diduga sebagai anggota perwira kepolisian yang menyebabkan Dorfin Felix berhasil kabur dari rutan pada Minggu (21/1) malam.
Tidak hanya dalam kasus Dorfin Felix, TU juga terindikasi telah menerima gratifikasi dari tahanan lainnya.
Pelanggaran jabatan itu dilihat dari adanya bukti penarikan uang kepada para tahanan untuk penggunaan telefon genggam di dalam rutan, dan juga fasilitas lainnya seperti selimut dan bantal.
"Penggunaan telefon genggam, sarung, selimut, masuk ke rutan itu kan tidak boleh. Di situ juga dia kena," ucapnya.
Dalam perkembangan penanganannya, TU pada saat penyidikannya tidak menjalani penahanan di balik jeruji besi Rutan Polda NTB. Meski demikian, TU saat ini sudah tidak lagi menjabat dalam struktur organisasi Polda NTB, melainkan dia hanya berstatus sebagai anggota kepolisian biasa.
Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor:
Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024