Bayi tanpa tempurung kepala bertahan dengan bergantung mesin oksigen
Rabu, 10 Maret 2021 06:30 WIB
"Ada selang oksigen dan selang untuk menyusu, karena tidak boleh sering-sering diangkat," kata Ayu saat ditemui di rumahnya di Kampung Sidorejo RT 01/RW I, Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Selasa.
Meski sejumlah dokter mengatakan anak keduanya yang lahir pada tanggal 22 Februari 2021 di RS Brayat Minulya tersebut tidak mampu bertahan hidup lebih lama, ia bersama sang suami tetap berupaya mengasuh dengan sepenuh hati.
"Dokter sempat bilang kalau kemungkinan 70 persen meninggal di kandungan, tetapi akan saya teruskan sampai kapan bertahan," katanya.
Ia sebetulnya mengetahui kondisi anaknya akan lahir tanpa tempurung kepala tersebut sejak masih janin berusia empat bulan. Bahkan, saat itu untuk memastikan kondisi anaknya ia sampai mendatangi empat dokter kandungan.
"Semuanya saya USG empat dimensi, tetapi hasilnya sama saja. Bahkan, tiga dokter di antaranya menyarankan untuk mengeluarkan saja mumpung masih kecil, kalau sudah besar kan sulit. Tetapi menurut saya empat bulan kan sudah bernyawa, sudah ditiupkan roh. Kasihan, keadaannya kan dia ingin hidup sehingga saya putuskan untuk melanjutkan," katanya.
Ia mengatakan menurut dokter, kondisi bayi Arkan tersebut terjadi karena masuknya virus toksoplasmasis pada saat pembentukan janin di usia dua bulan.
"Kalau dokter bilang itu karena virus, pas hamil dua bulan pas pembentukan kemasukan virus tokso. Mungkin pas dua bulan ketahuan bisa disuntik vaksin untuk tokso, tetapi ini ketahuan empat bulan jadi sudah telat," katanya.
Meski kondisi bayinya tidak normal, ia mengatakan selama di dalam kandungan, gerakan bayi laki-laki yang lahir dengan berat 3 kg dan panjang 48 cm tersebut sangat aktif.
Sementara itu, dari sisi ekonomi pasangan ini juga bukan dari kalangan berada. Ayu sendiri hanya seorang ibu rumah tangga dan suaminya bekerja serabutan. Bahkan, sudah dua minggu ini suaminya tidak bekerja.
"Saya kan kemarin operasi caesar, jadi ini suami tidak kerja karena harus bantu merawat adek (bayi Arkan). Saya memulihkan kondisi saya sendiri dulu, kalau untuk kebutuhan sehari-hari sementara ini dibantu keluarga besar, selain itu ada beberapa orang yang ikut membantu kami," katanya.
Ia mengakui kondisi tersebut tidak mudah, apalagi mesin oksigen yang digunakan untuk menopang kehidupan bayi Arkan diperolehnya dari hasil menyewa. Ia mengatakan untuk satu bulan, biaya sewa yang harus dikeluarkan sebesar Rp320.000.
"Kalau oksigennya habis harus isi ulang, biayanya Rp100.000, empat hari sekali isi ulang. Sekarang banyak yang peduli terus dikasih bantuan," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor:
Mugiyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024