Telaah - Strategi bertahan melalui inovasi produk
Selasa, 14 September 2021 22:00 WIB
Idealnya, sebelum membuat inovasi produk perusahaan harus menentukan posisinya di pasarPurwokerto (ANTARA) - Persaingan dalam bisnis yang makin ketat menjadikan para pelaku bisnis harus memiliki strategi yang tepat untuk masuk ke pasar dan memenangkannya, atau setidaknya sejajar dengan produk lain yang sejenis. Era disruptif telah membuat banyak pelaku bisnis kelimpungan karena harus menemukan formula yang tepat dalam mengikuti pergerakan pasar yang terus bergerak dan berubah.
Semangat transformasi telah digaungkan oleh banyak perusahaan dalam rangka menghadapi situasi yang serba berubah (Volatility), yang penuh ketidakpastian (Uncertainty), sangat kompleks (Complexity), serta penuh keambiguan (Ambiguity). Usia perusahaan atau korporasi tidak menjamin akan berhasil menghadapi situasi VUCA tersebut.
Merespons situasi tersebut, dan melalui teknologi, perusahaan juga mulai meningkatkan kualitas sistem rantai pasok (supply chain), performa produksi dan kualitas produknya, termasuk kualitas product distribution ke konsumen melalui proses yang lebih matang dan terkoneksi secara digital. Inovasi produk juga banyak dilakukan oleh perusahaan atau manufaktur untuk menjaga operasional bisnis secara keseluruhan, meningkatkan posisi dan daya tawarnya di pasar serta menjaga keberlangsungan perusahaan.
Ambil saja contoh SCG Indonesia melalui unit bisnis SCG Cement-Building Materials (CBM) yang baru-baru ini meluncurkan inovsi bahan bangunan yakni SCG Mortar dan SCG Beton Instan. Ada juga Traveloka yang meluncurkan inovasi produk baru bernama Traveloka Paylater yang merupakan "Virtual Card Number". Fitur ini memungkinkan penggunanya bertransaksi tak hanya di Traveloka tapi juga di platform e-commerce lain. Kemudian, PT Menara Astra atau Astra Property juga melakukan inovasi melalui saluran digital untuk mengoptimalkan penjualan di tengah pandemi COVID-19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM.
Dan pasti masih banyak perusahaan lain yang melakukan inovasi dan terobosan-terobosan baru guna menemukan pola yang tepat dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Keberhasilan dalam menciptakan inovasi produk akan memberikan ruang bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan profit dan menjaga kinerjanya di tengah kondisi pandemi seperti saat ini. Sebaliknya, kegagalan dalam merancang atau menciptakan inovasi produk akan membawa perusahaan pada situasi sulit di mana produk yang lama sudah mulai dirasakan "jenuh" oleh pasar.
Tidak sedikit pula perusahaan yang kurang beruntung dalam proses inovasi produk. Kegagalan ini lebih dilatarbelakangi oleh kesalahan dalam melakukan interpretasi dan pengenalan keinginan konsumen serta tren yang cenderung terus berubah dan berkembang. Perusahaan gagal dalam menerjemahkan apa yang diinginkan oleh pasar, gagal pula dalam melihat posisi produk lain yang sejenis.
Idealnya, sebelum membuat inovasi produk perusahaan harus menentukan posisinya di pasar nantinya apakah akan memosisikan sebagai yang terdepan dalam inovasi (first to the market), sebagai pemain kedua (second to the market), atau justru sebagai pengikut (late entrant). Jika memiliki sumber daya yang cukup, berani mengambil risiko dan telah melalui riset yang mendalam, maka langkah menjadi first to the market adalah pilihan terbaik. Inovasi yang dikeluarkan merupakan yang terbaru dan belum dimiliki oleh produk lain. Segala sesuatu yang baru dan beda biasanya akan mendapatkan "penolakan" pasar di awal, dan ini adalah tantangan tersendiri bagi perusahaan untuk mengedukasi pasar terhadap inovasi produk tersebut.
Namun, jika ingin meminimalkan biaya terutama dari sisi riset serta untuk meminimalisasi potensi gagal di pasar maka perusahaan bisa memonitor inovasi produk lain lalu kemudian melakukan duplikasi serupa, atau istilah umumnya Amati, Tiru, lalu Modifikasi (ATM). Strategi second to the market ini banyak juga dilakukan oleh perusahaan manakala melihat ada produk lain dengan inovasinya telah berhasil merebut pasar dan memenangkan hati konsumen. Sebut saja sepeda motor matic yang dulu kurang diminati, namun saat Yamaha mengeluarkan Mio dan mendapatkan respons positif di pasar, maka kemudian produk lain mengikuti dan melakukan duplikasi.
Strategi late entrant banyak digunakan oleh perusahaan kecil menengah (UMKM) karena berbagai faktor dan kondisi. Namun, ada juga perusahaan besar yang menggunakan strategi ini. Sebut saja PT Wings Surya yang telah mendeklarasikan diri sebagai perusahaan pengikut produk lain yang telah sukses di pasar. Ketika Indomie menjadi "raja" mi instan, dengan segera PT Wings Surya mengeluarkan Mie Sedaap. Ketika Kecap Bango berhasil menjadi top of mind kaum ibu, PT Wings Surya menciptakan Kecap Sedaap. Kesuksesan Kopi Kapal Api dan Kopi ABC juga membuat PT Wings Surya meluncurkan Top Coffee, dan lain-lain.
Apa pun langkah dan strateginya, pada intinya inovasi produk telah mengantarkan banyak perusahaan di posisi puncak. Kita juga bisa melihat betapa luar biasanya PT Pos Indonesia yang melakukan transformasi dan inovasi untuk mempertahankan posisinya sebagai perusahaan logistik terkemuka di Indonesia. Di usianya 275 tahun, tantangannya tidak mudah di tengah persaingan bisnis logistik yang makin ketat dan fokus ke isu pricing.
Tentu saja, inovasi produk tidak berarti harus membuat produk baru. Inovasi bisa berupa modifikasi produk lama dengan tampilan baru, inovasi produk lama dengan keunikan dan keunggulan baru, atau bisa juga menambah nilai fungsi dari produk yang sudah ada. Pada akhirnya, inovasi produk menjadi salah satu jawaban bagi perusahaan supaya tetap bertahan dan menjaga keberlangsungan jangka panjang.
*) Ahmad Shofan Shofa, Mahasiswa S2 Ilmu Manajemen Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Tahun 2021
Pewarta : Ahmad Shofan Shofa *)
Editor:
Sumarwoto
COPYRIGHT © ANTARA 2025