Logo Header Antaranews Jateng

Umat Buddha Mandikan Rupang jelang Waisak

Sabtu, 28 April 2012 22:16 WIB
Image Print
ilustrasi


Ritual memandikan "rupang" Buddha diawali dengan "pujabhakti", atau pembacaan sutra dalam bahasa Sansekerta yang dipimpin Upasaka Badramurti yang diikuti para pemeluk Buddha yang hadir dengan cukup khidmat.

Setelah itu dilanjutkan ceramah yang disampaikan Bhante Khemacaro yang disampaikan dengan dua bahasa, yakni Indonesia dan Jawa, agar mudah dipahami karena banyak pemeluk Buddha yang hadir sudah berusia lanjut.

Ritual memandikan "rupang" Buddha dilakukan dengan menyiramkan air bunga dan penancapan kayu cendana, mengartikan bahwa nama Buddha diharapkan selalu harum seperti halnya kayu cendana yang selalu wangi.

Menurut Upasaka Badramurti, ritual memandikan "rupang" Buddha menjelang perayaan Waisak itu sebenarnya merupakan sebuah simbol untuk membersihkan hati dan pikiran yang ada di dalam diri para pemeluk Buddha.

"'Rupang' yang dimandikan ini adalah rupang Bodhisattva Siddharta Gautama sebelum menjadi Buddha karena Trisuci Waisak ini memeringati tiga peristiwa penting, salah satunya kelahiran Pangeran Sidharta Gautama," katanya.

Ia menjelaskan bahwa Trisuci Waisak memeringati tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran Siddharta Gautama, pencapaian penerangan sempurna oleh Siddharta, dan "parinibbana" atau wafatnya Sang Buddha.

"Ketiga peristiwa penting dalam agama Buddha itu terjadi pada tanggal yang sama ketika bulan purnama di bulan Waisak. Karena itu, peringatan tersebut kemudian disebut dengan Trisuci Waisak," kata Badramurti.

Sementara itu, Ketua Vihara Sasana Santi Semarang Pandita Vesaka Murti menjelaskan bahwa ritual memandikan "rupang" setiap tanggal 8 bulan 4 penanggalan Imlek karena merupakan saat kelahiran Siddharta Gautama.


Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025