Logo Header Antaranews Jateng

Tradisi Potong Lopis sebagai Simbol Perekat Umat

Senin, 27 Agustus 2012 08:56 WIB
Image Print
Ilustrasi

Pesta potong lopis yang dibuat dari beras ketan seberat 750 kilogram ini digelar di Kelurahan Krapyak Lor dan Krapyak Kidul, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Minggu siang.

Ribuan warga berasal dari Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, dan sekitarnya yang berdatangan sejak Minggu pagi, rela berdesak-desakan ingin menikmati dan melihat pemotongan lopis seberat 750 kilogram, tinggi 175 sentimeter, dan diameter 232 cm itu.

Para pengunjung pun dengan sabar menanti pemotongan lopis itu setelah acara ritual yang dilakukan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat.

Lopis rakasasa yang menjadi simbol syawalan ini direbus dengan dandang raksasa selama tiga hari tiga malam dengan biaya pembuatan yang dihimpun dari para donatur, iuran warga, dan bantuan dari Pemkot Pekalongan.

Tasirun (44), warga setempat, mengatakan bahwa biasanya para pengunjung sudah berdatangan sejak pagi hari bersilaturahmi dengan saudara maupun teman.

Pada perayaan Syawalan Ketupat ini, kata dia, pengunjung dapat menikmati makanan dan minuman gratis yang disediakan warga setempat.

"Selain itu, kedatangan warga pada perayaan syawalan ini tidak lain juga untuk menyaksikan pemotongan lopis berukuran raksasa," katanya.

Menurut dia, setelah dilakukan doa bersama yang dipimpin oleh ulama setempat, lopis raksasa akan menjadi rebutan para pengunjung karena lopis ini dipercaya bisa mendatangkan berkah serta mendekatkan jodoh pada pengunjung yang masih lajang.

"Akan tetapi, masyarakat Pekalongan, khususnya warga setempat, potong lopis yang terbuat dari beras ketan ini dimaknai sebagai perekat tali persaudaraan antarumat," katanya.

Nurman, generasi kedua pembuat lopis berukuran raksasa, mengatakan bahwa pembuatan lopis itu semula terinspirasi dari pidato Presiden Soekarno di hadapan masyarakat di Bon Rojo (sekarang THR, red.) pada tahun 1958.

Pada pidato itu, kata dia, Presiden Soekarno mengimbau kepada masyarakat Pekalongan bersatu padu dan memiliki sifat seperti makanan lopis yang mempunyai tekstur lengket dan kuat.

"Makanan tersebut dianggap sebagai simbol perekat dan pemersatu umat sehingga masyarakat Pekalongan diminta bersatu dan kokoh, seperti lopis. Oleh karena itu, warga Pekalongan hingga kini masih mempertahankan tradisi itu," katanya.


Butuh Empat Hari
Iwan Sutrisno selaku ketua panitia pembuatan lopis raksasa di Kelurahan Krapyak Lor menjelaskan bahwa proses pematangan lopis berukuran raksasa itu akan membutuhkan waktu sekitar empat hari tiga malam tanpa berhenti.

"Untuk merebusnya, harus menggunakan kayu bakar dan nyala api tidak boleh padam selama 24 jam penuh sehingga harus membutuhkan beberapa orang untuk terus mengawasi proses pembuatan lopis tersebut," katanya.

Pembuatan lopis berukuran raksasa di Kelurahan Krapyak Lor itu, kata dia, menghabiskan sebanyak 400 kilogram beras ketan, 200 ujung daun pisang, beberapa lembar daun pandan, dan dua kubik air.

Adapun pembuatan lopis raksasa tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp10 juta yang berasal dari dana bantuan Pemkot Pekalongan sebesar Rp5 juta, swadaya masyarakat, para donatur, serta sejumlah sponsor.

Lopis yang dipajang di atas panggung sebelah Musala Al Muslimin, Kelurahan Krapyak Lor dan Gang 8 Krapyak Kidul dipotong oleh Wali Kota Pekalongan Basyir Achmad dan Wakil Wali Kota Alf Arslan Djunaid, Minggu siang.

"Pada acara pemotongan lopis ini juga akan dimeriahkan dengan berbagai kegiatan, seperti lomba-lomba Agustusan dan hiburan lainnya," katanya.

Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, dan Kebudayaan Kota Pekalongan, Doyo Budi Wibowo, mengatakan bahwa perayaan Syawalan Ketupat dengan tradisi potong lopis berukuran raksasa beroptensi untuk dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata.

"Dengan jumlah pengunjung mencapai ribuan bahkan sampai belasan ribu pengunjung, perayaan Syawalan dengan tradisi potong lopis menyimpan potensi wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan," katanya

Pewarta :
Editor: Kliwon
COPYRIGHT © ANTARA 2024