Logo Header Antaranews Jateng

Isran Noor: Apkasi Dukung Pemindahan Ibukota

Selasa, 16 Oktober 2012 09:11 WIB
Image Print
Isran Noor (FOTO ANTARA/R.Sukendi)


"Kami setuju ibukota dipindahkan. Tetapkan saja! Tak perlu lagi ada opsi untuk rencana pemindahan ibukota Jakarta ke tempat lain," kata Isran saat menjawab pertanyaan dalam seminar "Mewujudkan Pertumbuhan Yang Berkeadilan dan Berkelanjutan" di Jakarta, Senin.

Seminar yang dihadiri lebih dari 150 peserta itu menampilkan pembicara lain termasuk Dr. Velix Wanggai, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Pengamat Ekonomi Dr. Hendri Saparini, dan Dr. Ahmad Erani Yustika.

Wacana pemindahan ibukota dari Jakarta ke lokasi lain, tegas Isran bukan lagi sekedar ide, karena pemikiran tersebut merupakan kelanjutan dari inspirasi Bung Karno sejak tahun 1957 yang menginginkan Jakarta dipindahkan ke Palangkaraya. Ada sejumlah alasan dikemukakan Bung Karno waktu itu.

"Kalau saya Presiden, sudah saya pindahkan ibukota," kata Isran yang juga Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur itu dalam seminar yang diselenggarakan bersama oleh Tim Visi Indonesia 2033, APKASI, dan Kantor Berita ANTARA tersebut.

Penegasan Ketua Umum APKASI disampaikannya setelah Velix Wanggai sebelumnya melontarkan kembali gagasan mengenai pemindahan ibukota Jakarta ke lokasi lain. Pemikiran pemindahan Jakarta, ungkapnya, sudah menjadi bahan pemikiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam waktu tiga tahun terakhir.

Velix mengatakan, ada tiga opsi untuk pemindahan Jakarta sebagai ibukota. Pertama, dipindahkan masih ke daerah di sekitar Jakarta. Kedua, masih di Pulau Jawa, dan opsi ketiga dipindahkan ke luar Jawa, misalnya ke Palangkaraya.

"Ini bukan domain (ruang) Pak SBY semata, namun pula domain semua pihak," kata Velix Wanggai, tokoh muda asal Papua itu.

Pada 1957 Bung Karno pernah punya gagasan untuk memindahkan ibukota ke Palangkaraya. Sebagai tahap persiapan, ia bahkan telah meletakkan batu pertamanya di Kampung Dayak, di jantung Kalimantan pada 17 Juli 1957. Palangkaraya yang berarti tempat suci, mulia, dan agung didesain sebagai ibu kota Indonesia Raya.

Namun usaha Soekarno kandas. Selain karena faktor pengadaan bahan dan medan yang sangat sulit, saat itu juga sedang dipersiapkan penyelenggaraan Asian Games (1962) dan ajang olahraga tandingan Olimpiade Games of the New Emerging Forces (Ganefo).

Palangkaraya memiliki luas mencapai 2.678,51 km2, sedangka Jakarta hanya 661,52 km2. Ini berarti Palangkaraya sangat punya potensi untuk dikembangkan sebagai ibu kota baru, arsitekturnya, jalan-jalan lebar, infrastruktur, taman-taman hijau, dan bebas gempa sebagaimana daerah di Kalimantan lainnya.

Sementara itu Jakarta kini merupakan salah satu kota paling sibuk di dunia, berpenduduk kira-kira 12 juta pada siang hari dan sembilan juta pada malam hari. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Jakarta dianggap kota terjorok ketiga di dunia setelah Meksiko dan Thailand. Di samping itu, Jakarta juga telah menjadi gudang kemacetan, polusi udara, pusat kriminalitas, ditambah banjir setiap tahunnya.

Ini terjadi, karena Jakarta tidak saja berfungsi sebagai ibukota Republik Indonesia, namun juga menjadi pusat ekonomi dan bisnis. Ini akibat pola pembangunan yang tidak merata, terutama sejak zaman Orde Baru.

Ancaman terbesar Jakarta saat ini adalah over-populasi. Kelebihan penduduk diikuti pula dengan kelebihan kendaraan yang menurut perkiraaan pada 2014 Jakarta akan mengalami macet total. Penumpukan aktivitas ekonomi dan manusia di kota ini telah menyebabkan penurunan permukaan tanah dan berkurangnya persediaan air tanah.

(E004)

Pewarta :
Editor: Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024