Suhu BBM Bersubsidi Memanas Lagi
Rabu, 28 November 2012 13:13 WIB
Pada pekan pertama November 2012, Kementerian ESDM, BPH Migas, dan Pertamina memang mulai mengendalikan pasokan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Langkah tersebut dilakukan untuk mengerem kucuran premium, solar, dan minyak tanah bersubsidi yang terus mengalir deras sehingga dikhawatirkan akan menyedot kuota BBM bersubsidi sebanyak 43,5 juta kilo liter (kl) pada 2012.
Dua bulan lalu sebenarnya pemerintah bersama DPR telah menyetujui penambahan kuota BBM bersubsidi, dari sekitar 40 juta kl menjadi 43,5 juta kl. Namun, kuota BBM yang dibagi per daerah itu ternyata di sejumlah daerah sudah mendekati ludes.
Kalau dibiarkan, kuota BBM bersubsidi di sejumlah daerah itu akan tandas jauh sebelum 31 Desember 2012.
Pengendalian pasokan BBM bersubsidi itu berbuntut pada keterbatasan pasokan di sejumlah SPBU. Akibatnya, SPBU kehabisan premium dan solar. Insiden ini dikhawatirkan bisa memicu kepanikan.
Oleh karena itu, langkah pemerintah bersama Pertamina melepaskan pengendalian BBM bersubsidi di sejumlah daerah patut diapresiasi. Dampak sosialnya jauh lebih besar bila pemerintah dan Pertamina tetap membatasi pasokan BBM bersubsidi ke daerah-daerah yang kuotanya memang tidak lama lagi akan terpenuhi.
Menteri Keuangan Agus Marowardojo menegaskan bahwa sampai saat ini pemerintah belum berniat menambah kuota BBM bersubsidi. Itu artinya, pemerintah tetap akan mempertahankan kuota 43,5 juta kl untuk BBM bersubsidi bisa bertahan hingga 31 Desember 2012.
Akan tetapi, melihat kenyataan di lapangan, tampaknya keinginan pemerintah tidak menambah kuota BBM bersubsidi menjelang akhir tahun ini terasa berat. Untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi, semua mobil dinas pemerintah termasuk armada Polri dan TNI serta kendaraan dinas BUMN, sejak Agustus lalu diwajibkan "minum" Pertamax atau BBM nonsubsidi.
Pemerintah juga mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum agar konsumsi BBM bersubsidi menurun. Namun, dua langkah tersebut ternyata tidak membuahkan hasil menggembirakan.
Yang terjadi justru penjualan mobil malah terus menanjak. Diperkirakan hingga akhir 2012 jumlah mobil yang terjual tembus satu juta unit. Ini jumlah yang fantastis sekaligus rekor penjualan kendaraan roda empat di Indonesia. Bukan hanya mobil. Penjualan sepeda motor juga masih tetap tinggi, diperkirakan sekitar delapan juta unit.
Padahal, hampir semua kendaraan roda empat dan roda dua mengisi tangkinya dengan BBM bersubsidi. Harga BBM nonsubsidi yang dua kali lipat lebih mahal ketimbang premium dan solar, menjadikan pemilik kendaraan bermotor tetap memilih beli premium dan solar meski mutunya di bawah Pertamax.
Di tengah buruknya pelayanan angkutan umum dan infrastruktur, mengharapkan masyarakat beralih naik bus atau angkot sama saja menunggu Godot. Dalam beberapa tahun ke depan, sepeda motor dan mobil pribadi tetap jadi pilihan utama untuk menunjang mobilitas warga.
Bagi pemerintah, untuk menekan belanja subsidi energi dan BBM yang mencapai Rp300 triliun pada 2012, pilihannya memang sedikit. Satu di antaranya adalah menaikkan harga BBM bersubsidi.
Akan tetapi, beranikah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi demi menyehatkan APBN yang sudah terlalu dibebani aneka belanja subsidi? Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi awal tahun ini yang ditolak DPR menyiratkan pesan bahwa muatan politik BBM bersubsidi lebih berat ketimbang kandungan energinya.
Pewarta : Achmad Zaenal
Editor:
Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2025