Logo Header Antaranews Jateng

Catatan Akhir Tahun - Menanti Terciptanya Lapas Nusakambangan yang Kondusif

Selasa, 18 Desember 2012 20:09 WIB
Image Print
Lapas Nusakambangan (Sumarwoto/dokumen)


Meskipun Nusakambangan masuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, sampai saat ini pengelolaan pulau tersebut masih di bawah penguasaan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan dasar hukum Ordonansi Staatblad 10 Agustus 1912.

Oleh karena itu, hingga sekarang di Nusakambangan terdapat tujuh lembaga pemasyarakatan (lapas), yakni Lapas Terbuka, Lapas Batu, Lapas Besi, Lapas Narkotika, Lapas Kembangkuning, Lapas Permisan, dan Lapas Pasir Putih yang secara keseluruhan dihuni sekitar 2.000 narapidana.

Akan tetapi sekarang, keberadaan Nusakambangan yang dikenal sebagai "Alcatraz"-nya Indonesia tidak lagi menyeramkan.

Bahkan, para narapidana kelas berat terutama yang tersangkut kasus narkoba seolah tidak lagi takut menghuni lapas di Pulau Nusakambangan.

Hal itu bukan karena program pembinaan dan pemasyarakatan yang dilaksanakan di masing-masing lapas, melainkan faktor keterbatasan petugas lapas dan peralatan yang dimiliki lapas, sehingga mereka bisa mengendalikan peredaran narkoba dari balik jeruji besi penjara.

Di samping itu, adanya oknum pegawai lapas yang bisa diajak kerja sama semakin memungkinkan mereka untuk tetap menjalankan bisnis haram meskipun mendekam di dalam lapas.

Tidak hanya itu, mereka juga bisa "belajar" bisnis narkoba dari napi lainnya.

Berdasarkan catatan ANTARA, selama 2012 sedikitnya terdapat delapan narapidana kasus narkoba yang dicokok Badan Narkotika Nasional (BNN) karena mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas, dan sebagian besar mereka merupakan terpidana mati.

Kedelapan narapidana tersebut, yakni terpidana mati kasus narkoba Adami Wilson yang mendekam di Lapas Kembangkuning dan diciduk BNN pada 14 September 2012 saat menjalani perawatan di RSUD Cilacap.

Selain itu, Sylvester Obiekwe alias Mustofa (Lapas Batu), Obina Nwajagu alias Obina (Lapas Batu), Yadi Mulyadi alias Bule alias Aa (Lapas Batu), Hillary K Chimize (Lapas Pasir Putih), Humprey Ejike alias Doktor alias Koko (Lapas Pasir Putih), Ruddi Cahyono alias Sinyo (Lapas Narkotika), dan Hadi Sunarto alias Yoyok alias Jenderal Besar (Lapas Narkotika).

Ketujuh narapidana ini dicokok BNN pada 27 November 2012 karena terlibat dalam sejumlah kasus peredaran narkoba.

Yang cukup mengejutkan, salah satu dari tujuh narapidana yang diciduk BNN pada 27 November, bukan merupakan terpidana kasus narkoba, melainkan terpidana kasus pembunuhan berencana, yakni Yadi Mulyadi.

"Yang menarik dalam kasus ini adalah satu napi itu dihukum dalam kasus pembunuhan berencana tetapi ternyata sekarang aktif mengendalikan jaringan narkoba," kata Kepala Deputi Pemberantasan Narkoba BNN Benny Mamoto di Dermaga Wijayapura (penyeberangan menuju Pulau Nusakambangan, red.), Cilacap, Selasa (27/11).

Oleh karena itu, kata dia, perlu penanganan khusus terhadap terpidana mati.

"Yang kami lihat di sini adalah napi yang terkena hukuman mati karena dia telah 'nothing to lose' (tidak memiliki harapan, red.), maka dia jauh lebih berani, lebih nekat karena dia pikir tinggal menunggu waktu eksekusi," katanya.

Menurut dia, para terpidana mati ini tentunya akan sangat mengganggu, baik terhadap para napi di lapas, para kepala lapas, maupun BNN yang bertugas memberantas peredaran narkoba.

Selain Yadi Mulyadi, kata dia, ada seorang terpidana kasus narkoba yang telah berulang kali berurusan dengan BNN, yakni Yoyok alias "Jenderal Besar" karena terlibat dalam pengendalian bisnis narkoba dari dalam lapas salah satunya dalam kasus yang melibatkan mantan Kepala Lapas Narkotika Nusakambangan Marwan Adli serta Hartoni yang merupakan napi lapas tersebut.

Pengungkapan
Upaya pengungkapan peredaran narkoba di dalam Lapas Pulau Nusakambangan tidak hanya dilakukan oleh BNN tetapi juga petugas lapas setempat bersama Satuan Tugas Keamanan dan Ketertiban (Satgas Kamtib) Nusakambangan serta Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Cilacap.

Sejumlah kasus upaya penyelundupan narkoba ke dalam Lapas Nusakambangan dapat digagalkan oleh petugas gabungan, beberapa di antaranya terungkap pada 16 Januari saat petugas di Pos Wijayapura Cilacap menggeledah barang bawaan pembesuk yang hendak menyeberang ke Nusakambangan.

Saat itu, petugas menemukan obat Xanax Alprazolam jenis psikotropika golongan IV nomor urut 2 dengan jumlah 387 butir dalam barang bawaan milik seorang pembesuk bernama Bejo Priyatno alias Yanto alias Toto.

Pembesuk tersebut mengaku jika obat itu milik seorang narapidana Lapas Narkotika bernama Wahyu Kurniawan alias Cubung.

Upaya penyelundupan narkoba terakhir kali terjadi pada 4 Desember 2012 berupa 10 paket sabu-sabu yang dimasukkan ke dalam botol sampo dan botol pembersih badan, masing-masing lima paket.

Kasus tersebut terungkap ketika petugas gabungan menggeledah barang bawaan seorang wanita pembesuk berinisial Ad di Pos Dermaga Wijayapura.

Wanita yang hendak membesuk anaknya di Lapas Narkotika, Teguh Legiyanto, mengaku tidak tahu isi barang bawaannya karena hanya dititipi untuk Otok Ponco Hastanto yang merupakan teman anaknya.

Dari pengungkapan tersebut, petugas akhirnya "meminjam" napi atas nama Otok Ponco Hasanto termasuk menggeledah kamar 4 di blok A-4 lapas tersebut.

Dalam penggeledahan tersebut, petugas menemukan satu unit telepon seluler warna hitam merek Samsung berikut kartu teleponnya.

Berdasarkan pengakuan Otok, paket sabu-sabu tersebut akan diedarkan untuk para napi di Lapas Narkotika.

Bahkan, Otok juga diketahui mengendalikan peredaran sabu-sabu di Semarang dan Surakarta dari dalam Lapas Narkotika.

Terkait hal itu, Kepala Lapas Narkotika Lilik Sujandi mengatakan, pihaknya telah semaksimal mungkin mengantisipasi kemungkinan pengendalian peredaran narkoba dari dalam lapas termasuk peredaran barang haram ini di dalam lapas.

"Masih manual. Kita bisa menangkap penyelundup narkoba juga luar biasa, dengan naluri dan teknis yang kita miliki," katanya.

Menurut dia, pengetatan kunjungan pembesuk mulai dari Pos Dermaga Wijayapura di Cilacap hingga masing-masing lapas di Nusakambangan telah dilakukan
"Sekarang persoalannya, apakah 'handphone' itu masuk sesudah pengetatan atau sebelumnya," katanya.

Jika telepon seluler (handphone) yang digunakan napi ini masuk sebelum ada pengetatan kunjungan, kata dia, hal itu mungkin dapat dilakukan karena pengamanan dari Wijayapura sampai lapas masih kendur.

Akan tetapi jika telepon seluler itu bisa masuk setelah adanya pengetatan kunjungan, lanjutnya, hal itu tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pegawai lapas.

Terkait hal itu, Lilik mengatakan, pihaknya akan melakukan pembinaan bagi pegawai khususnya di Lapas Narkotika agar mental mereka lebih kuat.

Zero Signal
Kepala Lapas Batu Hermawan Yunianto mengharapkan, Pulau Nusakambangan dapat segera menjadi "blank area" atau kawasan yang tidak terjangkau sinyal telepon seluler.

"Kalau itu (Nusakambangan, red.) bisa dijadikan kawasan 'zero signal', tugas kami tinggal bagaimana mengamankan dari sisi lain," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, pihaknya tidak perlu terus-menerus menggelar razia terhadap telepon seluler guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya pengendalian narkoba dari dalam lapas.

Meskipun razia terhadap telepon seluler terus-menerus dilakukan, dia mengatakan, pihaknya tidak setiap saat siaga memantau seluruh warga binaan.

Saat petugas menemukan telepon seluler, lanjutnya, warga binaan sering kali tidak mengaku dari mana asal telepon seluler yang mereka gunakan.

"Kalau mencegat itu gampang, tapi melacak itu susah, karena kami memang tidak punya sarana dan prasarana seperti yang dimiliki BNN (Badan Narkotika Nasional). Kalau bisa dijadikan 'blank spot area' atau kawasan 'zero signal', Insya Allah pengendalian narkoba dari Nusakambangan tidak terjadi lagi," kata dia yang juga Koordinator Lapas Se-Nusakambangan dan Cilacap.

Kendati demikian, dia menyatakan, pihaknya tetap bertekad membersihkan Nusakambangan dari peredaran narkoba.

Dalam hal ini, Hermawan mengharapkan, kondisi Nusakambangan pada 2013 tidak seperti yang telah dilalui pada 2012.

"Pelayanan publik semakin baik, makin tertib, dan ujung-ujungnya Nusakambangan semakin kondusif. Itu yang paling utama," katanya.

Menurut dia, Nusakambangan tidak hanya sebagai pulau penjara, tetapi juga menjadi pulau konservasi dan pertahanan sehingga banyak kepentingan di pulau ini.

Oleh karena itu, dia mengharapkan, pada 2013 orang-orang yang merusak lingkungan akan semakin berkurang.

Dalam hal ini, kata dia, kasus pembalakan maupun perburuan liar di Nusakambangan dapat diantisipasi demi kelestarian pulau itu.



Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025