Tembang Dandanggula Iringi Pemotongan Rambut Gimbal Oleh Sumarwoto
Minggu, 30 Juni 2013 22:17 WIB
Konon, untaian kalimat dalam tembang Dandanggula tersebut mengandung mantra dan doa karena jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berbunyi "ada kidung yang dilantunkan pada malam hari, yang menjadikan selamat dan terbebas dari semua penyakit, terbebas dari segala malapetaka, jin dan setan pun tidak mau, segala jenis sihir tidak ada yang berani, apalagi perbuatan jahat, guna-guna atau teluh yang dikirimkan orang akan tersingkir, api menjadi air, pencuri akan menjauh, segala bahaya akan lenyap".
Tembang Dandanggula ini terus dilantunkan selama prosesi pemotongan rambut gimbal yang dipimpin pemangku adat masyarakat Dieng, Mbah Naryono (63).
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Handy Yubiyanto mengatakan bahwa tembang macapat Dandanggula yang dilantunkan dalam pemotongan rambut gimbal itu mengandung doa keselamatan.
Menurut dia, warga Dieng meyakini anak-anak berambut gimbal merupakan "titipan" dan ada makhluk gaib yang mendampinginya, sehingga mereka diistimewakan serta segala permintaannya harus dituruti.
Oleh karena itu, kata dia, alunan tembang Dandanggula yang berulang-ulang selama prosesi pemotongan rambut gimbal diharapkan anak-anak berambut gimbal tersebut akan selamat dan terbebas dari malapetaka maupun makhluk gaib yang mendampinginya.
"Setelah anak-anak itu mengikuti ruwatan dan semua persyaratan maupun permintaannya dipenuhi, rambut mereka tidak lagi gimbal. Namun saya sarankan, ruwatan itu dilakukan setelah gigi susu anak-anak berambut gimbal itu sudah lepas karena menandakan mereka telah cukup umur," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, pemangku adat masyarakat Dieng, Mbah Naryono mengatakan bahwa ruwatan ini ditujukan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bagi anak-anak berambut gimbal yang diyakini sebagai anak bajang titipan Ratu Kidul (Ratu Laut Selatan).
"Konon anak berambut gembel atau gimbal yang berjenis kelamin laki-laki merupakan titisan Eyang Agung Kala Dete, sedangkan yang perempuan titisan Nini Ronce Kala Prenye. Mereka diyakini sebagai titipan anak bajang dari Ratu Samudera Kidul," katanya.
Menurut dia, anak-anak tersebut diyakini tidak akan berambut gimbal lagi setelah menjalani ruwatan.
"Saya dulunya juga berambut gimbal, namun sekarang tidak lagi," katanya.
Ia mengatakan bahwa pemotongan rambut gimbal harus dilakukan melalui ruwatan karena jika tanpa diruwat, sang anak akan sakit dan rambut gimbalnya akan kembali tumbuh.
Menurut dia, ruwatan rambut gimbal dapat dilakukan kapan saja sesuai kemampuan orang tua karena biayanya tidak sedikit dan hal itu atas permintaan sang anak.
"Jika anaknya belum berkehendak, orang tua tidak bisa memaksanya meskipun telah memiliki dana untuk menggelar ruwatan termasuk menuruti apapun permintaan anak yang akan diruwat," katanya.
Kejadian anak berambut gimbal yang sakit setelah rambut gimbalnya dipotong tanpa melalui ritual ruwatan ini banyak dialami orang tua anak-anak berambut gimbal, salah satunya pasangan M Sofyan Khadafi dan Agustrini Sumarlinah, warga Perumahan Koperidag Blok B Nomor 19, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tambun, Bekasi, Jawa Barat.
Agustrini mengatakan bahwa anaknya, Mazaya Filza Labibah, mulai terlihat memiliki rambut gimbal saat berusia enam bulan.
"Dulu saat Aya (panggilan akrab Mazaya Filza Labibah, red.) berusia 40 hari, kami mengadakan acara pemotongan rambut. Namun setelah itu, Aya mengalami demam tinggi dan keluar bercak hitam pada kulitnya, sehingga kami membawanya ke rumah sakit," katanya.
Akan tetapi, kata dia, dokter di rumah sakit malah kebingungan dan mengatakan sakit yang diderita Aya tidak wajar.
"Dokter juga menyarankan kami untuk banyak berdoa karena katanya, ada hal gaib di tubuh Aya," kata dia menambahkan.
Menurut dia, kejadian serupa juga terjadi saat Aya berusia enam bulan ketika rambut gimbalnya dipotong.
Dia mengaku telah mencoba datang ke sejumlah salon, namun tidak ada yang berani memotong rambut gimbal Aya.
Ia menduga Aya memiliki rambut gimbal karena faktor keturunan karena ada saudara yang pernah memiliki rambut gimbal.
"Kebetulan saya asli Pagentan (salah satu kecamatan di Kabupaten Banjarnegara yang berada di Dataran Tinggi Dieng, red.) dan ada saudara yang pernah berambut gimbal," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa anaknya seakan memiliki kemampuan indra keenam karena saat rambut gimbalnya rontok, Aya langsung menyimpannya lantaran khawatir ada orang yang akan memanfaatkannya untuk dijadikan jimat.
Selain itu, kata dia, saat diantar ke sekolah dan jalanan macet, Aya justru minta lewat sawah sehingga bisa sampai sekolah lebih cepat.
"Aya justru meminta saya untuk berterima kasih pada seseorang di belakangnya karena orang itu yang telah menunjukkan jalan. Namun saat saya lihat di belakang Aya, ternyata tidak ada siapa-siapa," katanya.
Bahkan, kata dia, saat mengalami kecelakaan sepeda motor, Aya tidak mengalami luka sedikit pun.
"Padahal, sepeda motornya ringsek dan saya mengalami luka-luka," katanya.
Disinggung mengenai kemungkinan Aya diganggu teman-temannya karena berambut gimbal, dia mengatakan bahwa hal itu tidak terjadi karena anaknya selama ini menggunakan kerudung.
"Aya pakai kerudung sehingga tidak ada yang tahu kalau dia berambut gimbal," katanya.
Sementara itu, M Sofyan Khadafi mengaku pernah mencoba membawa Aya ke salon yang kebetulan pemiliknya berasal dari Solo.
Pemilik salon itu menyarankan agar Aya mengikuti ruwatan untuk menghilangkan rambut gimbalnya.
"Saya mencoba cari info di TMII (Taman Mini Indonesia Indah) yang sering menggelar ruwatan, namun di sana hanya menggelar ruwatan biasa. Saya akhirnya mencari informasi melalui internet dan menemukan info acara ruwatan anak berambut gimbal ini di 'website' milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara," katanya.
Oleh karena itu, dia pun segera berkonsultasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara hingga akhirnya mendaftarkan Aya sebagai salah satu peserta ruwatan massal anak berambut gimbal dalam rangkaian kegiatan "Dieng Culture Festival (DCF) IV".
"Saya berharap setelah mengikuti ruwatan ini, rambut gimbal Aya tidak tumbuh lagi dan menjadi anak yang baik," katanya.
Dia mengaku sempat beberapa kali bertanya kepada Aya terkait permintaannya.
Akan tetapi, kata dia, Aya beberapa kali mengatakan jika ingin dibelikan mobil Naryono.
"Saya sempat bingung soal mobil Naryono, ternyata yang dimaksud Aya adalah Mbah Naryono (pemangku adat masyarakat Dieng, red.)," katanya
Dia mengharapkan kegiatan ruwatan massal anak berambut gimbal menjadikan Kawasan Dataran Tinggi Dieng menjadi semakin terkenal seperti objek wisata lainnya di Bali dan Yogyakarta.
Sementara saat ditanya cita-citanya jika telah dewasa, Aya mengaku ingin menjadi artis.
"Ingin jadi artis," kata dia yang baru naik kelas 2 salah satu sekolah dasar di Bekasi.
Dia mengaku minta dibelikan perhiasan berupa kalung dan gelang serta baju pesta sebagai persyaratan mengikuti ruwatan.
Pewarta : -
Editor:
Wisnu Adhi Nugroho
COPYRIGHT © ANTARA 2025