Logo Header Antaranews Jateng

Dewi: PKPU Harus Selaras dengan Sistem Pemilu

Sabtu, 26 Oktober 2013 15:22 WIB
Image Print
Doktor Dewi Aryani, M.Si., calon anggota DPR RI nomor urut 2 Dapil Jateng IX (Kabupaten Brebes, Tegal, dan Kota Tegal)


"Aturannya aneh karena sudah ditentukan sistem pemilu suara terbanyak. Terkesan aturan itu terlalu dibuat-buat. Kasihan dong yang semangat untuk menang dan ingin meraih suara sebanyak-banyaknya," kata caleg dari PDI Perjuangan itu kepada Antara di Semarang, Sabtu.

Doktor Dewi Aryani, M.Si., calon anggota legislatif (caleg) nomor urut 2 Dapil Jateng IX (Kabupaten Brebes, Tegal, dan Kota Tegal), mengemukakan hal itu ketika menjawab pertanyaan mengenai pemasangan alat peraga kampanye berupa baliho oleh beberapa caleg dari sejumlah partai politik peserta Pemilu 2014.

Padahal, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 15/2013 tentang Perubahan atas PKPU No. 01/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, caleg tidak boleh memasang baliho per 27 September 2013. Namun, pada kenyataanya hingga Sabtu (26/10) masih terlihat alat peraga kampanye itu dipasang di sejumlah titik.

Dalam Pasal 17 Ayat (1) Huruf b Angka 1 PKPU No. 15/2013, disebutkan bahwa baliho atau papan reklame (billboard) hanya diperuntukan bagi partai politik satu unit untuk satu desa/kelurahan atau nama lainnya memuat informasi nomor dan tanda gambar partai politik dan/atau visi, misi, program, jargon, foto pengurus partai politik yang bukan calon anggota DPR dan DPRD.

Sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 17 Ayat (1) Huruf b Angka 4, yakni pemasangan spanduk oleh partai politik dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan ukuran maksimal 1,5 x 7 meter hanya satu unit pada satu zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU/KIP Provinsi, dan atau KPU/KIP Kabupaten/Kota bersama pemerintah daerah.

Lebih lanjut Dewi yang juga anggota Komisi VII DPR RI menegaskan, "Bagaimanapun kegiatan 'branding' dan komunikasi, baik 'below the line' (melalui brosur, poster, baliho, dan sebagainya) maupun 'above the line' (via media massa), dalam suatu perjuangan politik adalah penting. Bahkan, untuk pemula (caleg baru) itu harus utama karena perlu sosialisasi semaksimal mungkin."

Menyinggung soal aturan yang membatasi caleg memasang alat peraga kampanye di sejumlah zona guna mencegah antarcaleg tidak jorjoran baik dalam jumlah maupun ukuran spanduk, Dewi mengatakan bahwa istilah jorjoran itu merupakan pendapat media.

"Saya rasa namanya bertarung itu, ya, harusnya tidak ada pemikiran seperti itu. Tarung, ya, tarung... bahasa jorjoran saya tidak sepakat. Yang ada harusnya semangat menang masing-masing orang akan dilakukan dengan cara masing-masing," ucapnya.

"Tentunya harus sesuai dengan aturan kampanye kan?" tanya Antara yang dijawab Dewi, "Ya, mau tidak mau harus sesuai aturan. Hanya kadang aturan juga perlu 'review' dan evaluasi, ya, soal keefektifan pertarungan politik dan dari berbagai sisi terkait dengan kebebasan dalam demokrasi."

Sementara itu, Khafid Sirotudin, calon anggota DPR RI nomor urut 8 Dapil Jateng I (Kota Semarang, Salatiga, Kabupaten Semarang, dan Kendal) dari PAN, berpendapat bahwa mereka yang pasang baliho, spanduk, atau alat peraga kampanye lainnya tidak menjamin yang bersangkutan terpilih sebagai wakil rakyat meski jumlahnya banyak dan ukurannya besar.

"Jika caleg bersangkutan tidak terpilih, padahal terlanjur mengeluarkan biaya untuk alat peraga tersebut, menurut saya, itu risiko yang harus ditanggung oleh caleg," kata anggota Fraksi PAN DPRD Provinsi Jawa Tengah itu.

Pewarta :
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024