Pro Kontra Anggaran Saksi Parpol di TPS
Sabtu, 25 Januari 2014 15:11 WIB
Dengan asumsi jumlah tempat pemungutan suara (TPS) untuk Pemilu 2014 sebanyak 545.778 TPS dan satu TPS terdapat 12 orang saksi dari perwakilan parpol, diperlukan sekitar 6,6 juta orang dengan anggaran Rp660 miliar atau setiap saksi akan menerima Rp100 ribu.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (20/1) mengemukakan bahwa anggaran program Mitra Pengawas Pemilu sebesar Rp800 miliar, sedangkan untuk membayar honor saksi dari parpol diperlukan sekitar Rp660 miliar. "Anggaran ini 'dititipkan' ke Bawaslu. Kami akan secara mandiri dan objektif dalam melakukan pengawasan itu," katanya.
Tak pelak, muncul pro dan kontra mengenai anggaran saksi tersebut. Bagi yang kontra anggaran tersebut akan memengaruhi independensi saksi karena mendapat anggaran dari Pemerintah meski mereka adalah utusan masing-masing parpol peserta Pemilu 2014. Sebaliknya, yang pro menyambut positif akan hal itu.
Dana saksi untuk setiap partai politik yang dikucurkan oleh Kementerian Keuangan melalui Bawaslu sangat berarti, demikian komentar Ibas--sapaan akrab Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono--kepada Antara, Jumat (24/1).
Putra bungsu Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu pun lantas menyambut baik dan berterima kasih atas dana saksi untuk setiap partai politik karena partainya akan sangat terbantu dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD 2014.
"Seperti diketahui Partai Demokrat bukanlah partai konglomerasi atau partai yang berlebih secara keuangan sehingga bantuan ini sangat berarti," ucap Ibas.
Ibas lantas mengatakan, "Saya pikir semua partai pun akan menyambutnya dengan tersenyum istilahnya sama rata sama rasa."
Anggaran yang disetujui oleh Pemerintah untuk Bawaslu RI merekrut saksi dari unsur partai politik untuk mengawasi Pemilu 2014 merupakan kebijakan yang tepat. Pengalokasian anggaran ini meringankan beban anggaran parpol untuk membiayai pengawas pada pemilu mendatang.
"Kekhawatiran banyak pihak akan adanya anggaran langsung dari Pemerintah untuk pengawas pemilu ini keliru. Semua pengawas dari parpol akan berlaku fair karena mendapat anggaran yang sama dari Pemerintah," kata Sekjen DPP Partai Demokrat ini.
"Anggaran pemerintah tentunya transparan dan akuntabel, penggunaanya akan mudah dipantau dan diaudit," kata Ibas.
Sebaliknya, Partai Nasdem menolak bila saksi partai peserta pemilu di TPS dibiayai oleh Negara. "Dengan tegas NasDem menolak kebijakan pembiayaan honor para saksi di TPS-TPS menggunakan keuangan negara. Urusan honor para saksi itu sudah menjadi tanggung jawab parpol peserta pemilu," kata Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat (24/1) malam.
Menurut Surya, beban anggaran para saksi atau pengawas harus ditanggung oleh masing-masing parpol. "Tentu langkah ini adalah untuk mengurangi kecurigaan publik, yang mengkhawatirkan terjadinya kegoyahan independensi para saksi jika mereka dibiayai oleh Negara," ujarnya.
"Saksi parpol adalah alat partai, kenapa harus dibiayai atau ditanggung oleh Negara? Partai sesungguhnya memiliki kewajiban untuk memperkuat saksi mereka sendiri di TPS," tegasnya. "Bom Korupsi"
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, S.H. mengingatkan partai politik peserta Pemilu 2014 selalu waspada terhadap pembiayaan saksi parpol dari Pemerintah agar jangan sampai menjadi "bom korupsi" atau penyalahgunaan yang tidak tepat waktu misalnya.
Menurut Tjahjo yang juga anggota Komisi I DPR RI, lebih baik partai membiayai saksinya masing-masing semampunya daripada terjerat penyalahgunaan keuangan negara.
Ada hal yang harus diperhatikan oleh parpol terkait dengan biaya saksi dari Negara, yaitu adanya pemakaian uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembiayaan saksi partai peserta pemilu.
"Isu krusial yang harus bisa dijawab apakah partai mampu menjamin bahwa uang saksi dari Negara akan sampai kepada saksi partai di setiap TPS? Bagaimana penyerahannya? Lewat KPU atau langsung dibagikan kepada masing-masing parpol?" ucapnya.
Masalahnya, kata alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu, apabila setelah pelaksanaan pemungutan suara, kemudian diketahui ada uang negara yang ternyata tidak sampai kepada saksi, hal tersebut akan masuk ke ranah pidana korupsi.
"Kekhawatiran utama adalah akan ada banyak indikasi struktur partai yang akan bermasalah dan terkena tuduhan korupsi dana saksi yang sumbernya dari keuangan negara," tegasnya.
Oleh sebab itu, kata Tjahjo, pembiayaan saksi oleh Pemerintah itu harus menjadi pertimbangan matang oleh parpol-parpol, apalagi tanggung jawab pemakaian dana tersebut berada pada pucuk pimpinan partai.
Calon tetap anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah I itu berpendapat, kalau tidak "clear" sejak awal terkait dengan biaya saksi yang ditanggung oleh Negara, akan menjadi bom waktu bagi seluruh partai politik.
Pasalnya, kata Tjahjo, tidak mungkin seluruh partai politik akan mampu mengawasi penggunaannya sampai ke tingkat TPS, kecuali semua parpol siap dan mempunyai struktur sampai pengawasan di lini struktur partai pada tingkat desa/kelurahan.
Adanya kekhawatiran bakal terjadi penyimpangan anggaran saksi, kemudian meragukan independensi para saksi terkait dengan pembiayaan yang berasal dari APBN, tampaknya menyimpan asa yang sama dengan yang pro. Mereka berkeinginan pemilu mendatang berlangsung demokratis, langsung umum, bebas, rahasia, jujur, adil, serta penuh etika antara satu peserta dan peserta lainnya juga termasuk meningkatnya angka pemilih.
"Mari kita tingkatkan kualitas demokrasi bangsa ini. Kualitas demokrasi yang baik salah satunya tercermin dari tingkat partisipasi pemilih yang tinggi atau berkurangnya golput, kita awasi sama-sama pemilu nanti," pungkas Sekjen Edhie Baskoro Yudhoyono.
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor:
Kliwon
COPYRIGHT © ANTARA 2025