Logo Header Antaranews Jateng

Gempa Kembali Kejutkan Warga Jateng Selatan

Minggu, 26 Januari 2014 18:26 WIB
Image Print
Sejumlah warga dibantu oleh aparat kepolisian membangun tempat hunian sementara bagi korban gempa yang rumahnya roboh, di Desa Adiraja, Adipala, Cilacap, Jateng, Minggu (26/1). Gempa berkekuatan 6,5 SR di 104 km barat daya Kebumen, menyebabkan 108 ru


Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa gempa tersebut berkekuatan 6,5 Skala Richter (SR) yang berpusat di 8,48 derajat lintang selatan dan 109,17 derajat bujur timur, 104 kilometer barat daya Kebumen dengan kedalaman 48 kilometer.

Pusat gempa berada di bagian dalam lempeng Eurasia di luar zona subduksi lempeng Hindia Australia-Eurasia.

"Gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Gempa susulan kemungkinan masih akan terjadi dengan kekuatan yang lebih kecil dibanding gempa sebelumnya," kata Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Teguh Wardoyo.

Sementara berdasarkan catatan, gempa susulan yang dirasakan warga terjadi pada pukul 12.35 WIB dan 15.28 WIB.

Kendati tidak sebesar gempa yang terjadi pada tanggal 4 April 2011 yang berkekuatan 7,1 SR, gempa pada hari Sabtu (25/1) sempat membuat panik warga.

Mereka tampak keluar dari rumah masing-masing dan berkumpul di halaman maupun jalanan. Kepanikan pun tampak di raut muka mereka yang berlarian sambil meneriakkan "lindu..lindu" (gempa..gempa, red.).

Bahkan, di Desa Kalikudi, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, tampak memukul-mukul tiang rumahnya dengan sebatang bambu sambil meneriakkan takbir, Allahu Akbar.

Seorang pengendara sepeda motor, Toto mengaku nyaris terpelanting akibat guncangan gempa tersebut.

"Saat membelokkan motor ke kanan, saya nyaris terpelanting, rasanya seperti mengendarai motor dengan kondisi ban bocor. Saya juga heran, kenapa banyak orang berlarian keluar rumah dan berkumpul di jalan," katanya.

Dia baru menyadari jika terjadi gempa setelah mendengar teriakan warga.

Salah seorang warga Desa Kalikudi, Nenden mengaku sedang menjemur pakaian saat gempa itu terjadi.

"Tubuh saya terasa terguncang dan tanah terlihat seperti bergelombang. Setelah sadar kalau terjadi gempa, saya pun segera memanggil ibu mertua yang sedang salat dan lari ke dalam rumah untuk mengajak keluar anak-anak, apalagi saya punya bayi yang sedang ditemani kakaknya," katanya.

Sementara di Desa Adiraja, Kecamatan Adipala, sebuah rumah milik Setraseja (81), warga Dusun Petilasan RT 03 RW 05, roboh bagian dapurnya akibat guncangan gempa, sedangkan bagian tembok bagian depan mengalami retak-retak.

Istri Setraseja, Reben (75) mengaku sedang menjemur pakaian saat gempa itu terjadi.

"Gempanya terasa kencang banget, mau lari tidak bisa, kaki terasa seperti layu. Tiba-tiba ada suara 'brak', gunungan di atas rumah jatuh, dan bagian dapur pun ambruk," katanya.

Gempa berkekuatan 6,5 SR tersebut tidak mengakibatkan terjadinya arus pengungsian warga terutama yang tinggal di pesisir pantai selatan Cilacap ke daerah-daerah yang lebih tinggi.

Berdasarkan pendataan sementara yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, gempa tersebut mengakibatkan sedikitnya merusak 21 rumah, tiga di antaranya rusak berat atau roboh.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap Supriyanto mengatakan bahwa rumah warga yang mengalami kerusakan tersebar di Kecamatan Adipala sebanyak 16 unit terdiri 13 rumah rusak ringan dan tiga rumah rusak berat.

Selain itu, kata dia, di Kecamatan Bantarsari terdapat dua rumah rusak serta Kecamatan Maos, Kesugihan, dan Majenang masing-masing satu rumah rusak.

"Kami terus mendata kemungkinan masih ada rumah yang rusak akibat gempa tersebut termasuk melakukan verifikasi terhadap tingkat kerusakannya," katanya.

Ia mengatakan bahwa pihaknya akan mengupayakan bantuan bagi warga yang rumahnya mengalami kerusakan.

Selain Cilacap, gempa tersebut juga merusak sedikitnya 93 rumah dan bangunan di Kabupaten Banyumas.

"Berdasarkan pantauan kami, gempa tersebut mengakibatkan kerusakan rumah warga dan bangunan di Kecamatan Pekuncen dan Karanglewas," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Banyumas Ahmad Suryanto.

Menurut dia, gempa yang mengguncang Kecamatan Pekuncen mengakibatkan 48 rumah di Desa Karangklesem mengalami kerusakan, empat di antaranya roboh.

Selain itu, kata dia, gempa juga mengakibatkan merusak 25 rumah di Desa Tumiyang, 16 rumah di Desa Pasiraman Lor, tiga rumah di Desa Candinegara, dan tiga rumah di Desa Cikembulan.

"Bahkan, gempa juga merobohkan bangunan masjid di Desa Pasiraman Lor dan Desa Kranggan," katanya.

Sementara di Kecamatan Karanglewas, kata dia, gempa mengakibatkan dua rumah di Desa Sunyalangu dan satu rumah di Desa Babakan mengalami kerusakan.

"Hingga saat ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Banyumas bersama Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta dibantu Tim SAR Linmas masih melakukan pendataan dan memberikan bantuan kepada korban gempa. Tidak ada korban jiwa akibat gempa tersebut," katanya.

Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui BPBD akan memberikan bantuan berupa bahan bangunan kepada warga yang rumahnya mengalami kerusakan akibat gempa.

Penasihat Takmir Masjid At Taqwa, Desa Kranggan, Kecamatan Pekuncen, Habib Muhammad mengatakan bahwa gempa yang terjadi pada Sabtu siang telah merobohkan serambi masjid itu.

"Alhamdulillah tidak ada korban karena kebetulan tidak ada warga yang sedang salat," katanya.

Menurut dia, kerugian akibat robohnya bangunan serambi masjid yang berlokasi di Desa Kranggan RT 05 RW 01, Kecamatan Pekuncen, tersebut diprakirakan mencapai Rp150 juta.

"Masjid tersebut baru berusia sekitar 10 tahun tahun," katanya.

Sementara berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa berkekuatan 6,5 SR itu juga merusak dua rumah di Kabupaten Purworejo.

"Beberapa rumah di Desa Wonoharjo, Kecamatan Rowokele, mengalami retak-retak. Saat ini, masih dilakukan pengecekan lapangan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam siaran persnya.

Selain itu, kata dia, dua rumah di Desa Majaksingi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, serta lima rumah di Desa Tirtohargo dan tiga rumah di Desa Srigading, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, juga mengalami kerusakan.

"Hingga saat ini, belum ada laporan korban jiwa. Petugas BPBD masih melakukan pendataan," katanya.

Hikmah Bencana
Banyaknya bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia sejak awal tahun 2014, mulai dari bencana banjir, tanah longsor, dan gempa bumi termasuk erupsi Gunung Sinabung dan Marapi merupakan ujian dari Allah, kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cilacap KH Hasan Makarim.

"Dari musibah ke musibah mestinya menjadi pembelajaran berharga. Pasti di balik setiap peristiwa, tidak ada kebetulan, dan menyimpan hikmah yang mahal bagi kita semua," katanya.

Ia mengatakan bahwa Surat Al Araf Ayat 96-99 sangat penting untuk dikaji. Akan tetapi sayangnya, kata dia, dalam pembahasan suatu musibah jarang melibatkan unsur ulama.

"Ini keprihatinan kita," kata Koordinator Pesantren Warga Binaan Pemasyarakatan se-Pulau Nusakambangan ini.

Oleh karena itu, dia mengharapkan pemerintah ke depan dapat melibatkan ulama dalam pembahasan masalah bencana atau musibah.

Lebih lanjut, dia mengimbau masyarakat untuk semakin mengoreksi diri dalam musibah yang terjadi itu sebagai pembelajaran yang berharga serta duduk bersama memikirkan umat dan bangsa demi masa depan yang lebih baik.

"Jadi, koreksi totallah, orang-orang kita yang memiliki kewenangan harus menunjukkan keberpihakan bagi bangsa dan umat. Jaga amanah, pikirkan nasib bangsa ke depan seperti apa," katanya.

Bagi yang tertimpa bencana, kata dia, sikapilah bencana ini sebagai ujian atau cobaan hidup.

Menurut dia, hidup ini seperti sekolah sehingga kalau mau naik kelas harus ujian dulu.

"Hakikatnya, kita ini diuji untuk naik kelas, bangsa ini akan naik kelas. Sabar, kemudian tabah, lakukan perencanaan yang lebih baik," katanya.

Selain itu, dia mengimbau masyarakat untuk mengubah pola hidup mewah menjadi sederhana, menjaga kebersihan lingkungan, menjaga dan merawat hutan, berbagi sesama, serta kasih sayang pada duafa dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ragam ibadah dan "muamalah" (sekumpulan hukum yang disyariatkan dalam Islam untuk mengatur hubungan kepentingan antarsesama manusia, red.).

Ajakan atau nasihat untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah juga sempat berkumandang dalam acara Jimas Kalisalak di Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas, pada tanggal 15 Januari 2014.

Acara jamasan pusaka peninggalan Raja Mataram Amangkurat I yang digelar setiap tanggal 12 Maulud (Rabiul Awal) kalender Aboge di Langgar Jimat Kalisalak, sering diyakini sebagai pertanda zaman. Konon, fenomena yang muncul dalam prosesi jamasan tersebut merupakan gambaran apa yang akan terjadi di masa akan datang.

Salah satu fenomena yang muncul, yakni makna tulisan sastra Jawa Kuno dalam lembaran daun lontar yang diambil secara acak oleh juru kunci Langgar Jimat Kalisalak.

Dalam lembaran daun lontar pertama bertuliskan "Gatrane ing sujana bumi nuswantara kejawen ngidung pralaya ngrembaka sinawung ing samudananipun, pangudi asmaning narantaka pangudi, sastraning kawula Gusti ing ngadeg warsa 4396 taun Islam", sedangkan lembaran kedua "Jayabayaning tumitah ing tanah Jawi".

Jika diterjemahkan secara bebas, tulisan berbahasa Jawa Kuno pada lembaran daun lontar pertama itu mengandung arti "larikan/deretan orang pintar di tanah Nusantara melagukan mati/kiamat berkembang dikemas di kata-kata semu, usaha namanya remuk redam, tulisan hamba Tuhan", sedangkan lembaran kedua dapat diartikan "Jayabaya yang memerintah di tanah Jawa".

Akan tetapi jika diartikan secara kontekstual tulisan dalam dua lembar daun lontar itu dapat diartikan "diramalkan dalam kitab Jayabaya yang memerintah di tanah Jawa seperti yang dituliskan oleh sastrawan atau orang pintar dalam kalimat semu atau syair bahwa tanah nusantara akan mengalami masa surut atau kiamat (pralaya) atau bencana yang akan datang ketika orang sudah mulai lupa terhadap perintah Tuhan".

Dengan demikian, sastra dalam bahasa Jawa Kuno tersebut mengandung nasihat agar manusia bijak dalam menghadapi situasi alam dengan tetap mengingat perintah Tuhan.

Selain sastra Jawa Kuno, dalam prosesi Jamasan Jimat Kalisalak juga dibacakan penggalan tulisan dalam sebuah kitab sastra bertuliskan huruf Arab berbahasa Jawa peningalan Raja Mataram Amangkurat I yang tersimpan di tempat itu.

Penggalan dalam tulisan tersebut, yakni "lan ngendika manungsa apa kang ana ing manungsa mau, saiki ceritane kabar manungsa mau, satuhune Pangeran nira paring wahyu marang manungsa sing saiki padha metu sapa manungsa sing pira-pira panggonane manungsa supaya padha weruh sing pira-pira pegaweane manungsa, tapi sapa wonge nglakoni sabobote semut ireng ing kebagusan iku weruh kebagusan mau, lan sapa wonge nglakoni sabobote semut barang kang ala, iku bakal weruh kealaan mau".

Jika terjemahan bebas, rangkaian kalimat tersebut mengandung makna bahwa Tuhan telah memberikan wahyu kepada manusia untuk dilaksanakan dimana saja dan dalam kegiatan apapun, siapa saja yang melakukan kebaikan meskipun hanya seberat semut hitam, dia akan melihat kebaikan tersebut, dan siapa yang melakukan keburukan meskipun seberat semut hitam, dia akan melihat keburukan itu.


Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025