Berharap Hujan di Malam Tahun Baru Imlek
Selasa, 28 Januari 2014 18:32 WIB
Tingginya intensitas hujan yang terjadi selama bulan Januari 2014 telah menimbulkan bencana banjir di sejumlah daerah seperti Manado, Jakarta, Indramayu, Jepara, dan Cilacap.
Akan tetapi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang, justru membawa berkah tersendiri bagi petani karena bisa dimanfaatkan untuk mengairi sawah mereka.
"Namun kalau terus-menerus terjadi hujan lebat, justru menjadikan petaka bagi kami karena sawah bisa banjir sehingga tanaman padi terancam puso. Apalagi kalau baru ditanam," ujar salah seorang petani, Kuswarto (50), di Cilacap, Selasa.
Oleh karena itu, dia selalu berharap agar tidak terjadi hujan dengan intensitas lebat agar tanaman padinya tidak kebanjiran hingga akhirnya puso.
Kendati demikian, dia mengaku was-was akan terjadi hujan lebat di penghujung Januari karena dikhawatirkan dapat merendam tanaman padinya yang baru berusia tujuh minggu setelah tanam.
"Apalagi besok tanggal 31 Januari merupakan tahun baru Imlek 2565, biasanya kalau menjelang Imlek sering terjadi hujan lebat yang berpotensi mengakibatkan banjir seperti yang sekarang terjadi di Sidareja, Cilacap," katanya.
Warga lainnya, Marjam (62) mengatakan bahwa salah seorang relasinya yang merupakan warga Tionghoa pernah bercerita tentang mitos hujan di malam tahun baru Imlek.
"Salah seorang teman mengatakan jika hujan di malam tahun baru Imlek memberikan pertanda akan terjadinya kemakmuran atau kesuburan. Namun jika tidak ada hujan, mereka akan menangis sedih," katanya.
Perayaan Imlek oleh sebagian orang memang sering dikait-kaitkan dengan tingginya curah hujan yang akan terjadi. Konon, setiap menjelang Imlek, setiap hari selalu terjadi hujan.
Namun entah secara kebetulan atau tidak, tahun baru Imlek selalu disertai dengan terjadinya hujan, ataukah karena tahun baru China ini datang bersamaan dengan puncak musim hujan, yakni di bulan Januari yang biasa dipelesetkan dengan istilah hujan sehari-hari.
Mitos diyakini
Bahkan, hujan di malam tahun baru Imlek sebagai pertanda akan datangnya kemakmuran, konon menjadi sebuah mitos yang diyakini oleh warga Tionghoa di Indonesia.
Terkait hal itu, juru bicara Kelenteng Boen Tek Bio Banyumas Sobitananda mengakui adanya mitos tentang hujan di malam tahun baru Imlek akan membawa berkah.
Bahkan, kata dia, mitos tersebut masih diyakini sebagian besar warga Tionghoa hingga sekarang.
"Setiap kali menyongsong Imlek, kita memang berharap ada hujan dari sore hingga pagi hari. Pada tanggal 1 Imlek pun diharapkan masih hujan," katanya.
Biasanya, lanjut dia, seluruh anggota keluarga akan berkumpul sejak sore hari menjelang malam tahun baru Imlek.
"Keluarga akan berkumpul sambil makan mi dan manisan. Kemudian menjelang tengah malam, kita menggelar doa untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atas berkah yang telah diberikan selama satu tahun ini dan mohon pengampunan," katanya.
Setelah melewati pukul 00.00 WIB, kata dia, warga Tionghoa kembali berdoa untuk menyampaikan pengharapan kepada Tuhan, salah satunya mengharapkan kemakmuran.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa tahun baru Imlek pada hakikatnya sama seperti tahun baru dalam kalender Masehi.
"Hanya saja, dalam menyambut tahun baru Imlek diisi sembahyang untuk mengingat kembali akan nilai-nilai spiritual, yakni mengakhiri tahun yang telah berlalu dengan memohon pengampunan dan menyambut tahun yang baru dengan memohon pengharapan," katanya.
Selain itu, kata dia, tahun baru Imlek merupakan tradisi budaya masyarakat Tionghoa yang akan terus dilestarikan sama seperti keberadaan kelenteng sebagai rumah budaya.
Salah seorang warga Tionghoa, Tjhie Lauw Tjoen mengatakan bahwa hujan dapat dimaknai sebagai tanda akan datangnya kemakmuran.
Dalam hal ini, kata dia, hujan sangat diharapkan oleh petani untuk mengairi sawah agar bisa ditanami padi.
"Tidak hanya sawah, lahan pertanian lainnya pun butuh air, salah satunya yang berasal dari hujan. Demikian pula dengan kolam ikan. Kalau tidak ada hujan, pasti akan mengalami kekeringan," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, warga Tionghoa selalu mengharapkan terjadinya hujan di malam tahun baru Imlek sebagai pertanda akan datangnya kemakmuran.
Akan tetapi entah secara kebetulan atau tidak, tahun baru Imlek berbarengan dengan musim hujan.
"Kalau dilihat dalam kalender Masehi, tahun baru Imlek selalu berlangsung pada bulan Januari atau Februari yang merupakan bulan-bulan di musim hujan," katanya.
Menurut dia, hal itu disebabkan dalam kalender China, satu bulan terdiri 30 hari.
"Hitungan Imlek berdasarkan bulan dan setiap dua tahun sekali mengalami Loen Gwee atau bulan kembar yang digunakan untuk menyamakan dengan tahun Masehi," katanya.
Dengan demikian, kata dia, tahun baru Imlek jika dilihat dalam kalender Masehi setiap tahunnya akan berlangsung di antara bulan Januari dan Februari, sehingga tidak mungkin berlangsung pada bulan-bulan di musim kemarau.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa tahun Imlek 2565 diyakini sebagai tahun kuda yang diharapkan menjadi sebuah cerminan para pekerja-pekerja keras.
"Sesuai dengan sifat kuda yang bekerja keras, semoga negara ini menjadi negara yang mapan," kata dia sembari mengucapkan "Gong Xi Fat Chai".
Pewarta : Sumarwoto
Editor:
M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025