Logo Header Antaranews Jateng

Gunung Merapi Ajak Belajar Waspada Lagi

Rabu, 7 Mei 2014 14:33 WIB
Image Print
Dirut PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Laily Prihatiningtyas (kiri), menyimak lukisan "Waspada Rejeki Gunung Merapi" yang dipamerkan dalam Festival dan Pameran Seni Tradisi Jawa Tengah di Taman Budaya Surakarta, Kota Solo, S


Lukisan itu, karya Mami Kato, seorang pegiat Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dia satu di antara sejumlah anggota komunitas, meliputi Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh itu, yang bersama pekerja seni berasal dari berbagai daerah di provinsi setempat, mengikuti Festival dan Pameran Seni Tradisi Jawa Tengah.

Komunitas Lima Gunung mendapat ruang khusus di kompleks TBS dalam pameran yang mereka beri tajuk "Maneges Tradisi" itu. Pameran berlangsung selama 6--8 Mei 2014.

Sekitar 30 lukisan kanvas tentang kehidupan masyarakat desa-desa di kawasan lima gunung, 15 lukisan kaca dengan berbagai tema, 25 topeng kayu, dan 15 karakter wayang tentang serangga yang mereka beri nama "Wayang Gunung" dipamerkan. Ruangan cukup luas itu pun, mereka instalasi dengan anyaman dari daun jati kering dan jerami.

"Waspada Rezeki Gunung Merapi" yang lukisan kanvas itu, antara lain di bagian bawah berupa gunung menyemburkan asap, sedangkan di atasnya perempuan memeluk sayuran, dan di tempat lain berupa dedaunan dan burung terbang dengan goresan motif batik, sedangkan di bagian atas berupa lukisan gerombolan awan sedang berarak.

Saat kehadiran secara tiba-tiba, selepas jam kantornya di Yogyakarta, dalam pembukaan pameran di Kota Solo itu, Tyas agaknya lebih saksama menyimak lukisan yang bertema tidak lepas dari kondisi aktivitas vulkanik terkini Gunung Merapi di perbatasan antara Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

Berdasarkan hasil pemantauan intensif para petugas lapangan di berbagai pos terdepan dari puncak Merapi yang didukung berbagai peralatan memadai, Balai Penelitian dan Penyelidikan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menaikkan satu tingkat dari level terendah, status Gunung Merapi pada tanggal 29 April 2014.

Tingkatan status aktivitas gunung berapi, adalah "Aktif Normal", "Waspada", "Siaga", dan "Awas". Gunung Merapi fase erupsi terakhir pada tahun 2010 ditandai semburan material secara dahsyat disusul banjir lahar hujan dengan intensif hingga pertengahan 2011.

Erupsi 2010 Merapi sebagai fase yang berbeda dengan model letusan antara empat dan lima tahunan sekali sebelumnya, yang umumnya berupa munculnya titik api diam, lalu lelehan lava pijar, dan semburan awan panas.

Masa erupsi 2010, berupa letusan eksplosif selama sekitar dua bulan dengan sekitar 150 juta material vulkanik yang dilontarkan dari dalam gunung itu, termasuk mengakibatkan runtuhnya kubah-kubah lava berusia relatif muda.

Kepala Badan Geologi Surono menyatakan bahwa peristiwa dahsyat Merapi akhir 2010 telah menyirnakan tipe erupsi Merapi sebelumnya, yang telah dikenal dunia. Sejak letusan 2010, Merapi tidak lagi memiliki kubah lava, sedangkan proses sebelumnya, magma naik membentuk kubah hingga permukaan puncak gunung.

"Kalau membuat kubah, itu Merapi banget, lalu permukaan tertutup kubah, ada api diam, lalu guguran diikuti awan panas. Itu tipe Merapi. Tetapi sekarang tidak ada kubah, saat ini prosesnya pelepasan gas mengakibatkan suara dentuman," katanya.

Ia menyatakan suatu saat tipe Merapi akan kembali seperti semula.

Karakter baru Merapi pascaletusan 2010, sebagaimana catatan pascaletusan 1872 hingga kemudian kembali ke tipe Merapi melalui letusan 1883.

Surono menekankan bahwa tidak ada yang tahu kapan Merapi akan kembali ke tipenya yang telah dikenal dunia itu.

"Merapi pasti akan kembali ke tipe letusan yang seharusnya, yaitu tipe Merapi dengan pembentukan kubah lava, muncul api diam, dan awan panas. Sekarang, kita ikuti saja prosesnya," katanya di Yogyakarta, belum lama ini.

Surono seakan menyatakan bahwa mengajak semua saja, termasuk masyarakat kawasan Merapi untuk belajar lagi karakter gunung itu, khususnya untuk kepentingan mitigasi bencana dan menyikapi secara bijaksana.

Apalagi, saat ini status Merapi naik lagi menjadi "Waspada" untuk fase pertama pascaletusan 2010.

Mami Kato, pelukis berasal dari Jepang yang selama lebih dari 20 tahun terakhir tinggal di sekitar Candi Mendut, Kabupaten Magelang itu, dipastikan mengetahui dengan baik status terkini Merapi itu.

Status "Waspada" boleh jadi telah menginspirasinya untuk memberi judul satu di antara sejumlah lukisannya yang dipajang dalam pameran tersebut, menjadi "Waspada Rezeki Gunung Merapi".

Gunung Merapi yang bisa menimbulkan bencana alam akibat letusan dan banjir lahar hujan, memang perlu diwaspadai oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, agar tidak mengakibatkan korban.

Namun, bagi Mami Kato, agaknya gunung yang juga mendatangkan rezeki masyarakat akibat letusannya itu, yakni berupa kesuburan tanah dengan potensi pertanian hortikultura dan material pasir dan batu pun, penting untuk diwaspadai agar pengelolaannya tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan sosial.

Begitu juga, Candi Borobudur, salah satu objek wisata dan konservasi peninggalan peradaban dunia, dikelola PT TWCBPRB yang saat ini dipimpin Tyas sebagai dirut termuda di Indonesia, juga terdampak erupsi Gunung Merapi, berupa terpaan hujan abu pada tahun 2010.

Selama beberapa waktu, kala itu, aktivitas wisata Candi Borobudur harus ditutup, sedangkan petugas Balai Konservasi Borobudur didukung ribuan sukarelawan, dengan prinsip-prinsip konservasi cagar budaya, harus membersihkan abu yang menempel di batuan candi buatan abad ke-8 itu.

Ketua Kelompok Tani "Sedulur Merapi" Dusun Gemer, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, sekitar tujuh kilometer barat daya dari puncak Merapi, Sibang, mengatakan bahwa petani juga seakan dipanggil untuk belajar lagi tentang olah pertanian mereka setelah erupsi 2010.

"Tidak serta-merta kalau lahan pertanian kena abu Merapi, kemudian langsung tambah subur dan panenan melimpah. Akan tetapi, harus diolah lagi dulu tanahnya dengan cermat. Belum lagi serangan hama dan penyakitnya, juga harus ditangani dengan semangat belajar lagi. Setelah letusan terakhir itu, seakan kami harus belajar pertanian lagi," katanya.

Sejak status terakhir Merapi naik dari "Aktif Normal" menjadi "Waspada", 29 April 2014 malam itu, setidaknya Pemerintah dan masyarakat juga makin diingatkan kondisi riil berbagai jalur evakuasi warga Merapi karena rusak cukup parah.

Kerusakan berbagai jalan di kawasan Merapi itu karena setiap hari dilewati truk-truk dengan penuh muatan pasir dari berbagai lokasi penambangan di sungai-sungai yang aliran airnya berhulu di gunung tersebut.

Sebelum status "Waspada" itu, aksi massa secara tertib juga beberapa kali mewarnai situasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Magelang terkait dengan kerusakan berbagai jalan yang menjadi jalur evakuasi warga dari bencana Merapi.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga mendorong pemkab setempat untuk segera memperbaiki kerusakan berbagai jalur evakuasi, sebagai antisipasi bencana jika sewaktu-waktu Merapi memasuki fase erupsi lagi.

Ismael, mantan petugas pengamat Gunung Merapi di Pos Babadan yang saat ini sebagai Kepala Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, sekitar 5 kilometer barat daya puncak Merapi, mengaku bahwa telah secepatnya menyosialisasikan "Waspada" Merapi kepada masyarakatnya yang tinggal di 10 dusun dengan jumlah 2.154 jiwa atau 602 kepala keluarga.

Warga setempat, katanya, tetap beraktivitas seperti hari biasa meskipun tidak lagi mencari rumput dan kayu bakar hingga kawasan Klatakan, sekitar 1--2 kilometer dari puncak Merapi.

Sambil tetap seperti biasa menggarap lahan pertanian suburnya di kawasan Merapi, masyarakat setempat juga meningkatkan kewaspadaan terhadap karakter baru Gunung Merapi.

"Merapinya muda lagi, semuanya juga harus belajar lagi," katanya.


Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025