Logo Header Antaranews Jateng

Ketupat Brongkos Penanda Warga Kampung Tetap Rukun

Jumat, 6 Juni 2014 23:03 WIB
Image Print
Sejumlah warga berebut gunungan kupat dan hasil pertanian saat tradisi Nyadran Kupat Brongkos di Kampung Malangan, Magelang, Jateng, Jumat (6/6). Tradisi Nyadran dalam rangka menyambut Ramadhan tersebut diikuti ratusan warga yang membawa makanan beru


Dia menghentikan pidatonya, lalu meninggalkan mikrofon dan melangkahkan kaki untuk menyambut kehadiran Romo F.X. Krisno Handoyo, di tempat warga yang melakukan tradisi sadran setiap 8 Ruwah dalam kalender Hijriah, Jumat (6/6) pagi.

Joko menyalami Romo Krisno yang disebut sebagai aktivis Peguyuban Umat Beriman Magelang itu. Sang pastor dari Gereja Santo Ignasius Kota Magelang itu pun kemudian duduk bersila bersama tamu undangan lainnya di panggung acara tradisi warga setempat yang total jumlahnya sekitar 2.000 jiwa tersebut.

Dia pun kemudian melanjutkan pidato yang isinya campur aduk pesan penting untuk warga, antara lain agar mereka melestarikan tradisi sadran, menjaga kerukunan, mengindari kekerasan, mengikuti Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014, dan menyampaikan kabar kota meraih Adipura Kencana.

Isi pidato yang terasa cukup panjang lebar disampaikan Joko adalah perlunya warga menjaga kerukunan hidup bersama, termasuk saat berlangsung tahapan pesta demokrasi berupa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang akan diikuti dua pasangan calon, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Penting kita menjaga guyup rukun seperti ini," katanya dalam acara tradisi "Sadranan Brayat Agung Malangan" di Kampung Malangan, Kelurahan Tidar Utara, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah.

Acara tradisi ditandai dengan arak-arakan warga yang meliputi empat rukun tetangga itu, mengusung empat gunungan berisi instalasi berbagai hasil bumi dengan warna utama berupa tatanan ketupat.

Masing-masing gunungan berukuran cukup besar, hingga setinggi 1 meter. Mereka berjalan kaki sejauh sekitar 300 meter dari halaman Masjid At Taqwa menuju halaman rumah warga di tengah kampung itu sebagai tempat tradisi sadran.

Tabuhan rebana oleh sekelompok warga dan irama drum band oleh anak-anak sekolah mengiring arak-arakan yang semarak dengan jalan kampung yang berhias properti raksasa berbentuk ketupat di sejumlah tempat. Sejumlah anggota grup tarian warok "Putra Branti Laras" ikut dalam arak-arakan melewati jalan sempit kampung tersebut.

Masyarakat, baik tua, muda, maupun anak-anak, menggelar tikar di tengah jalan, duduk bersila dan menata menu makanan khas, ketupat brongkos, di tempat itu. Hadir juga pada kesempatan itu, antara lain Lurah Tidar Utara Adhika Kudiarsa Suparyono dan Direktur Utama Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bank Magelang Hery Nurjianto.

Mereka bersama warga kampung setempat dengan saksama menyimak pidato Wakil Wali Kota Joko Prasetyo dan sesepuh yang juga Ketua Panitia Pelaksana Tradisi Sadran, Iskamal, serta mendaraskan doa bersama secara islami yang dipimpin kaum setempat, Agus Sofyan.

Dengan dipimpin Agus Sofyan, mereka membaca "alfatihah" sebagai bagian doa permohonan untuk tetap hidup guyup rukun dan mengirim doa untuk leluhur kampung itu, Kiai Selobranti.

"'Nyuwun berkah Gusti Allah supados sadaya wilujeng, pinaringan kesehatan jasmani lan rohani, pikantuk rejeki ingkang kathah lan manfaat, masyarakat guyup rukun. Ugi kangge leluhur mugi kaparingan pangapunten dosanipun lan padhang kuburipun. (Mohon berkah kepada Tuhan untuk keselamatan warga, kesehatan jiwa dan raga, penghasilan yang cukup dan bermanfaat, serta warga tetap rukun. Juga untuk leluhur agar diampuni dosa dan beroleh surga, red.)," demikian doa yang didaraskan kaum kampung itu.

Iskamal mengatakan bahwa Kiai Selobranti adalah cikal bakal Kampung Malangan. Makamnya di tengah kampung setempat. Secara turun temurun, dikisahkan bahwa makanan kesukaan Kiai Selobranti adalah ketupat brongkos sehingga dalam tradisi sadran, menjelang bulan puasa, warga memasak menu tersebut untuk santap bersama.

Brongkos adalah sayuran antara lain terdiri atas irisan tahu, kacang merah, dan daging sapi dengan bumbu rempah-rempah dan keluak yang diramu dengan santan agak pedas.

"Dengan mengingat leluhur pendiri kampung ini, warga diingatkan untuk selalu rukun. Ketupat dan sayuran brongkos ini penanda kerukunan warga," katanya didampingi seorang perintis "kampung organik" sejak 2008 di Kampung Malangan, Wahyono.

Meskipun ketupat brongkos menjadi kekhasan warga setempat dalam menjalani tradisi sadran, hingga saat ini tidak ada di antara mereka yang menjadikan menu tersebut sebagai makanan yang dijual-belikan.

"Ketupat brongkos disajikan setahun sekali, saat 'nyadran'," katanya.

Usai doa "Sadranan Brayat Agung Malangan", mereka dengan gembira tampak menyantap bersama ketupat brongkos. Begitu juga para tamu undangan, seperti Joko Prasetyo, Romo Krisno, Dirut Hery, dan Lurah Adhika.

Wahyono mengiring mereka yang santap bersama ketupat brongkos itu dengan lantunan tembang berbahasa Jawa beirama dolanan yang diciptakannya, "Ayo Podho Nyadran".

"'Warga masyarakat Kampung Malangan ing Kutho Magelang. Sumujud syukur tumungkul mring Gusti Pangeran. Kanthi nyunggi berkat kupat brongkos atur ambengan. Iman teteg tangguh panggih wilujeng ing agesang'," begitu satu di antara dua syair tembang yang kira-kira maksudnya, warga bersyukur kepada Tuhan dengan membawa ketupat brongkos sebagai persembahan. Warga tetap teguh beriman dan menjalani hidup rukun bersama.

Tradisi "Sadranan Brayat Agung Malangan" dengan kekhasan santap bersama ketupat brongkos menjadi penanda kehidupan bersama warga kampung yang rukun.


Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025