Siti: Legitimasi Pilkada Langsung Lebih Tinggi
Jumat, 19 September 2014 14:27 WIB
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R. Siti Zuhro. (antaranews.com)
"Pemilihan kepala daerah tingkat provinsi secara langsung oleh rakyat mencerminkan perwujudan hak dan kedaulatan rakyat, partisipasi rakyat dalam pilkada, dan memperkuat legitimasi," katanya kepada Antara di Semarang, Jumat.
Profesor Wiwieq (sapaan akrab peneliti senior LIPI Prof. R. Siti Zuhro, M.A., Ph.D.) mengatakan hal itu ketika menjawab pertanyaan mengenai kelemahan dan keunggulan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada), baik secara langsung oleh rakyat maupun melalui DPRD.
Ia lantas menyebutkan sejumlah keunggulan pilkada langsung lainnya, yakni mendekatkan hubungan antara pemimpin dan rakyat, pendidikan politik rakyat, melembagakan proses pendalaman demokrasi, serta menjamin terpilihnya pemimpin yang kapabel dan akseptabel.
Adapun kelemahannya pemilihan gubernur secara langsung oleh rakyat, lanjut Prof. Wiwieq, terjadinya politisasi birokrasi, biaya tinggi, rawan konflik, dan belum siapnya pranata demokrasi, di samping menimbulkan problematik dalam pelaksanaan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Sementara itu, pemilihan gubernur melalui perwakilan, menurut Prof. Wiwieq, keunggulannya adalah lebih sederhana dan efisien serta mengurangi potensi konflik sosial, di samping dapat menciptakan pola relasi kepala daerah dan DPRD yang relatif harmonis.
Dosen tetap pada Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Riau itu juga menyebutkan sejumlah kelemahan pilkada melalui perwakilan, antara lain mereduksi proses demokratisasi lokal dan mendorong penguatan oligarki dan politik uang di DPRD.
Mengenai makna otonomi daerah terkait dengan revisi undang-undang tersebut, Prof. Wiwieq yang juga pakar otonomi daerah mengutarakan bahwa revisi terhadap UU itu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan nasional (dekonsentrasi), di samping aktualisasi reperesentasi kepentingan lokal (devolusi).
Adapun tujuannya pilkada ini, kata Prof. Wiwieq, memilih pemimpin yang kapabel secara demokratis, memperdalam proses demokrasi (deepening democracy) di Indonesia, dan mendekatkan hubungan pemimpin dan rakyat.
Menyinggung kondisi empiris terkait dengan pilkada, Prof. Wiwieq berpendapat bahwa partai politik gagal melaksanakan fungsinya sebagai pilar demokrasi, di samping kesadaran politik rakyat pemilih belum memadai.
Selain itu, isu netralitas Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi/Panwaslu tingkat kabupaten dan kota, politisasi birokrasi, politik uang atau transaksional, dan politik kekerabatan.
Profesor Wiwieq (sapaan akrab peneliti senior LIPI Prof. R. Siti Zuhro, M.A., Ph.D.) mengatakan hal itu ketika menjawab pertanyaan mengenai kelemahan dan keunggulan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada), baik secara langsung oleh rakyat maupun melalui DPRD.
Ia lantas menyebutkan sejumlah keunggulan pilkada langsung lainnya, yakni mendekatkan hubungan antara pemimpin dan rakyat, pendidikan politik rakyat, melembagakan proses pendalaman demokrasi, serta menjamin terpilihnya pemimpin yang kapabel dan akseptabel.
Adapun kelemahannya pemilihan gubernur secara langsung oleh rakyat, lanjut Prof. Wiwieq, terjadinya politisasi birokrasi, biaya tinggi, rawan konflik, dan belum siapnya pranata demokrasi, di samping menimbulkan problematik dalam pelaksanaan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Sementara itu, pemilihan gubernur melalui perwakilan, menurut Prof. Wiwieq, keunggulannya adalah lebih sederhana dan efisien serta mengurangi potensi konflik sosial, di samping dapat menciptakan pola relasi kepala daerah dan DPRD yang relatif harmonis.
Dosen tetap pada Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Riau itu juga menyebutkan sejumlah kelemahan pilkada melalui perwakilan, antara lain mereduksi proses demokratisasi lokal dan mendorong penguatan oligarki dan politik uang di DPRD.
Mengenai makna otonomi daerah terkait dengan revisi undang-undang tersebut, Prof. Wiwieq yang juga pakar otonomi daerah mengutarakan bahwa revisi terhadap UU itu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan nasional (dekonsentrasi), di samping aktualisasi reperesentasi kepentingan lokal (devolusi).
Adapun tujuannya pilkada ini, kata Prof. Wiwieq, memilih pemimpin yang kapabel secara demokratis, memperdalam proses demokrasi (deepening democracy) di Indonesia, dan mendekatkan hubungan pemimpin dan rakyat.
Menyinggung kondisi empiris terkait dengan pilkada, Prof. Wiwieq berpendapat bahwa partai politik gagal melaksanakan fungsinya sebagai pilar demokrasi, di samping kesadaran politik rakyat pemilih belum memadai.
Selain itu, isu netralitas Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi/Panwaslu tingkat kabupaten dan kota, politisasi birokrasi, politik uang atau transaksional, dan politik kekerabatan.
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017