"Justru idenya CBT itu supaya tidak ujian pada jam yang sama. Kalau pakai tertulis harus jam yang sama karena soalnya keluar kan ya," katanya, Jakarta, Senin.

Anies Baswedan mengatakan pada sistem CBT, hanya dilakukan transfer aplikasi dan data dari perangkat penghubung ke komputer sehingga aplikasi itu dapat dipasang di komputer.

Dengan demikian, soal-soal ujian nasional itu dapat diakses untuk dikerjakan melalui aplikasi yang terpasang itu.

"Kalau online kan kita harus login. Kalau computer based bahannya dibawa ke USB(perangkat penghubung untuk mentransfer data) terus dicolokin ke komputer, habis itu buat ujian," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam menambahkan penyelenggaraan UN dengan sistem CBT akan mendorong terciptanya efisiensi pelaksanaan UN.

Dari segi waktu, pelaksanaan UN akan bisa lebih efektif, efisien dan fleksibel, ujarnya.

"Sehingga ujian itu tidak harus terjadwal secara nasional, tidak lagi mengerikan seperti sekarang, karena ini logistik mengirim jutaan soal itu kan luar biasa sekali itu seperti pemilu tapi setiap tahun mengirimkan dari Sabang sampai Merauke. Semua harus dijaga dirahasiakan harus dikawal setengah mati itu kerjanya," kata Nizam.

Menggunakan sistem CBT, lanjutnya, hanya memerlukan sinkronisasi data, kemudian data diujikan dan soal ujian tetap tersimpan di komputer.

Menurut dia, pelaksanaan UN dengan CBT akan mendorong efektivitas anggaran karena tidak perlu melakukan pengadaan percetakan soal ujian seperti pada UN tertulis atau paper based test.

"Semoga akan efisien paling tidak kan nantinya tidak perlu lagi ada cetak mencetak, karena anggaran cetak mencetak itu sekitar ratusan miliar untuk satu kali pengadaan UN," tutur dia.

Ia juga mengatakan pelaksanaan UN dengan CBT akan mendorong transformasi lebih modern dalam penilaian.

"Ini kan satu perubahan besar dari dunia kertas dan pensil masuk ke dunia yang lebih ramah lingkungan dan teknologi," ujarnya.